PELABUHAN KATA DARI TULISAN

Oleh: Fatimah Qudwah Afrya


Dulu tidak tahu mengapa jemari mencoret dinding atau lemari dan meja, serta senang menulis cepat dengan tingkat halusinasi yang tinggi. Ingat zaman kecil (sewaktu sekolah dasar) mau ingin membuat cerita. Hasilnya selalu satu paragraf saja. Sangat kental dengan awal kata "Suatu hari...." terus-menerus. Kurun waktu 11 tahun tak tahu harus bagaimana dan bertanya pada siapa. Baru di kelas satu menengah pertama, ada sebuah psikotes yang diselenggarakan sekolah. Beberapa waktu kemudian, hasilnya dibagikan. Linguistik jadi kecerdasan dominan. Mulai dari situ mencoba mencari grup atau ruang menulis.


Tepat di tahun 2014, bertemulah dengan dunia oranye untuk membagikan tulisan pada banyak orang. Menjadi awal pembuatan cerita Kotak Pena (terinspirasi dari website dengan kisah yang sedikit mirip) dan My Destiny in The World Geraldine (terinspirasi dari mimpi). Mencoba membuat outline, mencari ide, dan berbagai hal lainnya tetap gagal. Bahkan saat masuk SMA meminta pendapat teman-teman masih nihil untuk meneruskan. Ditambah sedikitnya pembaca kala itu. 


Padahal lomba memang diikuti, tetapi memang jarang intensitasnya. Tulisan-tulisan isinya curahan hati semua. Lebih pekat kesedihan dibandingkan manfaatnya. Namun, berusaha untuk meneruskan kisah yang sempat tersendat. Mulai ulang, merombak, berusaha merampungkan. Pada akhirnya balik lagi ke permulaan.


Tepat di tahun 2016, membuat akun baru dan mencoba mencipta puisi karena cepat dan tidak begitu rumit. Kemudian mencoba melanjutkan dua judul tadi. Sayangnya, tetap tak ada hasil sama sekali. Sekadar proses yang stagnan di situ-situ saja. Akhirnya kedua cerita tersebut tidak pernah terselesaikan lewat tulisan sampai detik ini. Yang tersisa cuma kenangan kerangka tulisan saja di buku maupun laptop. Jejak di dunia oranye pun sudah dihapus. Hanya menjadi perbincangan ringkas di buku Potongan Benang. Analisis pribadi, sepertinya, iringan napas cerita yang memengaruhi pembuatan karya. Aroma dakwah tidak menonjol sama sekali.


Dan akhirnya kutemukan alasan menulis yang mengukuhkan untuk meneruskan karya. Mulanya dari rasa iri pada respon "followers" seorang teman. Di mana dukungan selalu saja nampak tersemat di kolom komentar. Nuansa islami begitu kental di tulisannya yang berupa puisi, sedangkan karyaku tidak begitu. Atas dasar dakwah juga menebarkan kerinduan pada seseorang, tinta terus menuliskan curahan hatinya. Mengumumkan apa yang tak dapat terlisan lewat tulisan. Aroma islamiah pun mulai menyeruak membumbui kumpulan sajak. Ketika lulus dari kelas dua belas, mencoba banyak lomba gratis. Pokoknya tidak berbayar diikuti.


Dalam beberapa bulan itu, akhirnya telah diakumulasi pelabuhan (tujuan) kata dalam tulisan sebanyak 12 poin. Semoga memberikan kita gebrakan agar tetap menulis demi kebaikan dan pengurang dosa. Sebagai amal jariyah yang InsyaaAllah tak akan terputus hingga maut menjemput ruh.


Pertama, dengan menulis berarti membagikan ilmu atau kebaikan pada diri sendiri dan orang lain. Sesuai dengan kata Imam Syafi'i kalau mengikat ilmu mestilah dengan tulisan. Jangan terlalu percaya dengan memori karena manusia tempatnya salah dan lupa. Sebab menulis, artinya mengukir tanda yang pernah disinggahi.


Kedua, meninggalkan jejak untuk orang yang kita cintai. Bisa juga sebagai ladang curahan hati. Baik menggunakan kalimat harfiah atau kata-kata kiasan. Barangkali rindu belum tersampaikan, dapat disalurkan melalui tulisan. Secara tak langsung juga melangitkan doa yang barangkali di-aamiin-kan para pembaca.


Ketiga, menulis menjadikan hidup lebih semangat. Bisa jadi hobi untuk mengisi waktu luang. Apalagi kalau menyalurkan rindu. Karena banyak dari kita yang suka berbagi bukan?


Keempat, menulis itu menghimpun pahala. Ditinjau dari firman-Nya:


إِلَّا مَن ظَلَمَ ثُمَّ بَدَّلَ حُسْنًۢا بَعْدَ سُوٓءٍ فَإِنِّى غَفُورٌ رَّحِيمٌ


"Tetapi orang yang berlaku zalim, kemudian ditukarnya kezalimannya dengan kebaikan (Allah akan mengampuninya); maka seaungguhnya Aku Maha Pangampun lagi Maha Penyayang." 

Q. S. An Naml [27]:11. 

Tentu saja karena karya kita bisa sampai dipikiran masyarakat. Membuat mereka melakukan gebrakan kebaikan dan kita akan terciprat amal salihnya.


Kelima, membuat lebih percaya diri. Baik membagikan ide, ilmu, dan semacamnya. Kadang lisan cuma bisa bungkam atau gemetar tatkala ingin berbicara, sedangkan tulisanlah yang berani mengantikan suara kita.


Keenam, menulis dapat menghambat maupun menyembuhkan penyakit (dengan izin Allah). Contohnya: buku kedokteran Ibnu Sina, meramu obat herbal, gaya hidup sehat, dan sebagainya. Bagus bukan bila berbagi ilmu lebih banyak lagi lewat tulisan? Supaya informasi ambigu atau dusta tersapu dan bisa untuk mengedukasi masyarakat ketika pandemi ini. Sebab, sekarang kita perlu informasi yang akurat bukan sekadar info berkarat alias hoax.


Ketujuh, menuangkan ide yang unik. Otak manusia dengan trilyunan sel pasti bekerja (berpikir). Di mana neuron akan menghantarkan listrik secepat 120 m/s dan menyuruh jemari untuk bergerak menulis. Demi menyimpan ide yang terlintas di otak ke dalam tulisan. Entah kapan, ide tersebut pasti akan berguna untuk kehidupan.


Kedelapan, memperbaiki keadaan atau sebagai pengubah peradaban. Zaman sekarang ribuan iklan karya yang mengandung unsur dewasa. Padahal yang melihat banyak di bawah usia. Tak luput kabar bohong juga mudah kita dapati. Mereka gencar promosi. Kenapa kita mesti malu untuk menaikkan berita dan karya tulis yang mengandung kebaikan? Apakah diam adalah cara yang benar saat melihat kebobrokan? Bukankah diam sama dengan menyetujui keadaan yang ada?


Kesembilan, menulis berarti sedang belajar atau berproses mengembangkan diri. Mengasah kemampuan, memperbanyak kosa kata, dan menangkap ilmu lain. Bisa juga jadi ladang introspeksi diri atau sebagai tindakan preventif menjalani kehidupan. Tak luput di poin pertama, mengemukakan bahwa mengikat ilmu lebih baik dengan tulisan.


Kesepuluh, membuat kita lebih kreatif karena terus-menerus belajar. Termasuk dalam mengelola ide yang inovatif, mengolah informasi panjang menjadi singkat, membuat bullet journal untuk memudahkan hafalan juga pemahaman, dan sebagainya.


Kesebelas, mengabadikan impian ke dalam tulisan. Menandakan ada bekas sapuan kuas yang pernah mewarnai kanvas. Harap-harap cemas terhadap angan yang akan disetujui atau tidak oleh Sang Pencipta. Biasanya sebagian besar jadi kenyataan bila ditulis. Contohnya, dulu waktu SMP-SMA, tangan ini mengukir psikolog sebagai cita-cita. Kini, Allah meridai jurusan psikologi sebagai prodi yang kutempa.


Kedua belas, terapi psikologis. Di mana kebanyakan perempuan suka menulis diary bukan? Pun sama ketika seseorang dengan gangguan mental maupun jiwa. Kita maupun mereka biasanya mengekspresikan keadaan alam bawah sadar ke dalam karya. Kata dosen psikologi, menulis itu bagus untuk jiwa. Kan otomatis sebagai terapi.


Yang penting, apa pun alasannya, semoga didasari oleh kebaikan dan lillahita'ala. Dunia ini sudah sangat tua. Telah sampai di ujung tanduk fase membuminya. Seorang penulis, besar kemungkinan terlupakan. Namun, karyanya akan tetap abadi. 


Mungkin awalnya berkecil hati karena bukan siapa-siapa. Tidak seperti penulis best seller lainnya. Namun, ikhtiar yang ditempuh harus ada. Keinginan karyanya terkenal sangat boleh. Sebab, banyaknya jaringan pertemanan, akan menjangkau orang lebih luas guna menyiramkan kebaikan. Di mana nantinya akan berbuah peradaban yang bagus.


Jadi, kita ingin menjadi penulis yang mana nih? Penulis yang baik atau yang buruk? Pilihan ada di tangan kita, karena Allah sesuai prasangka hamba-Nya. Perlu diingat, bahwa Dia hanya mengubah suatu kaum bila kaum tersebut yang mengubahnya.



Mojokerto, 05 Agustus 2020

 



Tentang Penulis:

Seorang mahasiswi yang memiliki bakat di bidang linguistik, berminat di ranah seni dan sekarang berada di jurusan psikologi. Telah menelurkan belasan antologi baik puisi, cermin, dan cerpen. Apabila ingin bersilaturahmi, membeli produk craft lettering, atau mendonasikan sesuatu, silakan cek ke Instagram @fatimahqa / @mgcusing/ / @mushafuntuknegeri

 

 

 

 

 

Share:

3 comments :

Design Prokreatif | Instagram Ruang_Nulis