Oleh: Audi Shafira
Manusia diciptakan tak tahu apa-apa. Manusia diciptakan untuk mencari siapa dia sebenarnya. Sebagai manusia yang beriman kepada Allah Swt. kita diwajibkan untuk menuntut ilmu.
Nabi Muhammad Saw. mendapat wahyu dari Allah Swt. yang kemudian wahyu tersebut dicatat oleh sahabat-sahabatnya. Semua perkataan Nabi pun dicatat oleh para sahabat. Untuk apa dibuat tulisan? Agar generasi setelahnya dapat belajar melalui tulisan meskipun semua telah tiada. Tulisan yang nantinya akan terus disebarkan sebagai panutan dalam hidup ini.
Tak hanya ilmu yang dapat dibagikan melalui tulisan. Namun, cerita pengalaman atau bahkan hanya angan belaka sangat bisa dituangkan melalui tulisan. Berbagi tak hanya materi, berbagi tak hanya dalam bentuk nyata, hanya dengan tulisan aku bisa saja membantu seseorang yang mungkin sedang membutuhkannya. Tak hanya belajar dari masa lalu, juga belajar dari pengalaman seseorang.
Ketika tak ada seorang pun yang menghiraukan diriku. Ketika aku tak ingin menceritakan perasaanku pada semesta. Ketika aku ingin mengumpulkan imajinasi absurd yang mungkin akan aku kembangkan di sepuluh tahun kedepan.
Semua itu akan kutuangkan di atas kertas berteteskan tinta. Pada hari ini mungkin semesta tidak mengerti akan keadaan, perasaan, dan imajinasiku. Hari ini kertas dan pena adalah temanku, esok tulisanku yang menemanimu dan kau akan mengerti akan keadaanku pada hari itu. Yaa, meskipun sedikit terlambat...
Kadang kala tak mengapa, untuk tak baik-baik saja. Kutipan lirik 'pelukku untuk pelikmu,' dari Fiersa Besari. Ya, memang tak semua harus aku ekspresikan dihadapan semesta. Namun, aku bebas mengutarakannya dalam goresan pena. Cukup aku, pena, dan kertas sebagai saksi bisu. Saksi akan perasaanku, saksi atas perjuangan hidupku, serta saksi atas keberadaanku di muka bumi ini.
Setiap orang memiliki jalan pemikirannya masing-masing. Tak akan sama. Meskipun sama, mungkin tak 100% persis. Ada orang yang bisa langsung menyatakan dengan lisannya dan ada juga yang menyuarakannya melalui tulisan. Memang hari ini mereka tak mendengar suaraku. Tapi, esok dan selamanya mereka akan mendengar suara atas sudut pandangku melalui tulisanku hari ini.
Sebenarnya aku tak terlalu mencintai menulis. Tapi entah sejak kapan aku sedikit memaksakannya. Tapi lama kelamaan aku mulai nyaman dengan kegiatan menulis ini. Cinta karena terbiasa. Aku mencoba untuk membiasakan agar aku menaruh hati padanya. Kalau menulis tak memiliki rasa cinta, maka pesan didalamnya kemungkinan takkan tersampaikan. Meskipun iya, tapi hanya sebagian.
Sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit. Satu hari satu paragraf, lama-lama menjadi sebuah karya tulis yang indah. Tak perlu satu hari langsung jadi satu karya, pelan-pelan tapi pasti. Bukankah itu lebih baik. Pasti akan keindahan katanya. Pasti akan urutan alurnya. Pasti akan tersampaikan pesannya. Oke, tak perlu membuat paragraf, cukup membuat outline pun tak apa. Mungkin tak terangkai hari ini tapi esok akan aku sempurnakan karyaku.
Aku memang tak pandai dalam merangkai kata. Persediaan bahasa yang ku miliki belum selengkap Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Menulis adalah salah satu kegiatanku untuk terus belajar bagaimana cara merangkai kata agar menjadi suatu karya yang indah.
Belajar dari hal yang kecil dan belajar dari masa lalu adalah materi pembelajaran yang paling baik. Dari hal kecil aku bisa memperbaiki sesuatu. Dari masa lalu aku belajar untuk tak mengulangi kesalahan yang sama.
Aku memang tak pandai bersuara, tapi dengan menulis aku bisa menyuarakan apa yang aku pendam. Kertas memang tak bisa memberikan solusi padaku secara langsung, tapi suatu saat aku membaca tulisanku kembali, tulisan hari ini bisa menjadi solusiku di kemudian hari. Kertas memang tak berbicara hari ini. Esok dialah pembicara pertama yang memberikan solusi untukku.
Setelah aku meninggalkan dunia ini, aku ingin ada sesuatu yang tertinggal disini. Jejak. Tak harus jejak kaki kan yang harus ditinggalkan, hehe…
Ilmuwan meninggalkan ilmu di dunia ini. Profesor meninggalkan temuannya. Dan aku, sebagai penulis amatir ini, ingin meninggalkan jejak juga. Ya, aku juga ingin ada sesuatu yang ditinggalkan. Tulisan tak bersifat sementara, aku yang sementara. Saat aku sudah tak ada di alam ini tapi tulisanku terus terkenang.
Kota Hujan, 08 Agustus 2020
Tentang Penulis:
Audi Shafira, lahir di kota dengan julukan Kota Hujan. Ia sangat mencintai tanah kelahirannya itu, sampai-sampai tanggal kelahirannya sama dengan hari jadi kotanya. Gadis kecil yang mengaliri darah Jawa ini entah sejak kapan menyukai dunia kepenulisan, karena menurutnya menulis adalah salah satu sarana untuk berbagi pengalaman dan menginspirasi banyak orang.
Wonderful written, proud of you. Bismillah, Allah will keep you forever.
ReplyDeleteAllahuAkbar
Puitis, namun santai gaya bahasanya. Keren. Lanjutkan!!
ReplyDeletenice >.<
ReplyDeleteUuuu, Barakallah pipi cabiQ. Ditunggu karya karya selanjutnyaaa
ReplyDeleteSukaa bangett♡♡
ReplyDeletedunia penulisan memang berat. kualifikasi yang rumit, dan mungkin saingannya. namun tulisan ini sangat patut diperhitungkan. mantaps. tetap semangaat :)
ReplyDeletewihh, mantap nih. ditunggu tulisan selanjutnya❤️
ReplyDeleteDirimu Pemuda berjiwa besar insyaAllah, besar ikhtiarnya dalam dakwah..
ReplyDeleteBarakallah, kuatlah untk trus berjuangg!
:)
Masya Allah, di tunggu ya.. tulisan selanjutnya����
ReplyDeleteDitunggu jejak-jejak berikutnya!!🧕🏻
ReplyDeletekereeeennn bgtt!! so proud of uuu!
ReplyDeleteMasyaAllah semoga banyak menginspirasi yaa💫
ReplyDeletePermulaan yg bagus. Ditunggu jejak berikutnya, proud of you sistaah
ReplyDeleteMasyaAllah 😍😍 memotivasi bangettt 😍😍 semangat selalu ya menulisnyaa🤗😽
ReplyDeletesukaaa
ReplyDelete너무 조하요❤️
ReplyDeleteelephants give tusks, tigers give stripes, humans give something for amal jariyah.
ReplyDelete# keep spirit and never give up
# be positive
# be the best that you can be
Maa syaa Allah, terus berkarya melalui tulisan ya, semoga menjadi orang yang bermanfaat untuk banyak orang melalui tulisan
ReplyDeleteIndonesia punya remaja yang peduli akan menetapnya suatu tulisan yang berisi ilmu yang kelak akan berguna untuk masyarakat lain, yang intinya penulis ini peduli, good job!!!!👏👏
ReplyDeleteKarena semesta hanya menjadi saksi dari untaian doa yg dilangitkan..
ReplyDeleteBiarkan Pena merangkai di bumi.. Dan harap tetap melangit tinggi..
Karena semesta ingin menjadi saksi tentang pengabulan terbaik dari harap yg melangit..😘
Selamat merangkai sejarah dek.
Masya Allah, keren tulisanyaa. Semoga bisa menginspirasi banyak orang. Ditunggu karya yg lainnya
ReplyDeleteSuatu hari Audi Shafira akan menjadi penulis yang banyak menerbitkan buku dan menjadi bermanfaat untuk pembacanya. Aamiin 🖤
ReplyDeleteMashaaAllah, gaya bahasanya santai namun tetap tersampaikan. Semoga tulisannya bermanfaat untuk diri sendiri dan ummat. Mantap! Lanjutkeun!
ReplyDeleteWah mantap tulisannya, bisa ditulis di IDN Times Community agar lebih banyak Millenials yang mengerti dan paham akan pentingnya ilmu belajar dengan membaca dan menulis agar kita semua bisa mengerti nikmat Allah yang sudah diberikan kepada umat manusia.
ReplyDeleteSemangat.