MENULIS ITU BENCI ATAU CINTA?


Oleh: Fitra Istianah Turahman


Bercerita perihal alasan aku menulis. Ya, sebab aku manusia si makhluk hidup, hehehe... Kau bahkan mengetahuinya juga bukan?

Begini, sedikit cerita yang mungkin kau juga pernah melakukannya. Mencoba menghindar tapi kenyataan malah meyakinkan bahwa duniamu, hidupmu, dan dirimu dikelilingi oleh tulisan. Ya, si produk  ME–NU–LIS  yang tak peduli dirimu membencinya. Namun, akhirnya aku menyadari dengan menulis setidaknya ada hal yang berani ku ungkap walau tak banyak.

Oya, satu lagi. Perlu kau ketahui bahwa makhluk hidup lain pun menulis dengan cara mereka sendiri. Tak percaya? Sedikit rahasia dariku, coba kau baca dengan rasa jangan tinta.

Kemudian karena si Budi dan si Tuti yang diperkenalkan padaku. Ku pelajari dengan ibu, menuliskannya dengan merangkai huruf-huruf yang sesekali aku lupa bentuknya. Pagi dan malam ibu tak pernah lengah memperhatikan bagaimana caraku. Bahkan ketika lupa, tangannya menggenggam hangat mengarahkan kemana seharusnya mata pensil itu berjalan. Walau kadang juga genggamannya menyakitkan.

Hahahah... dulu aku sering menangis karena tak bisa menulis. Ya, karena aku lupa bagaimana bentuk huruf. Aku berpikir seakan masa kecilku adalah penjaraku. Tapi akhir-akhir ini aku pikir penjara itu membuatku bermanfaat. Maaf prasangkaku buruk padamu, Bu. Terima kasih.

Kemudian lagi karena luka, entah itu fisik atau perasaanku. Bila kuingat lagi, rasanya seperti kaset rusak yang berkali-kali diulang tepat pada adegan yang aku benci. Mencuri kesempatan memperhatikan anak-anak lain bermain di luar. Sayangnya, aku hanya bisa mengintip dari balik jendela. Hmm... ingin rasanya kabur dari rumah tapi selintas terpikir 5W+1H tentang nasibku nanti.

Ya sudah, ku tahan saja sembari berdo'a dan menangis hingga tak sadar aku menuliskan kekesalanku yang tak mampu ku ungkap kepada orang tuaku. Maaf ya kertas, putihmu waktu itu ternoda oleh banyaknya lukaku.

Dengan begitu transformasiku menjadi si licik. Dulu "dear diary" hanya dimanfaatkan sebagai media keuntunganku. Strateginya "aku ingin, aku bisa mendapatkannya tanpa perlu berbicara". Diam-diam aku menuliskannya, lalu pura-pura merahasiakannya dan tepat seperti yang diperkirakan tulisanku dicari dan dibaca. Perlahan luluh dengan rangkaian kata yang intinya "kode" dan keinginanku tercapai, haha.

Bila aku ingat lagi itu bermula setelah tulisan kekesalanku tak sengaja ketahuan kemudian permasalahan terselesaikan. Akhirnya berlanjut menjadi media dear diary si licik. Tapi, tak lama aku berhenti. Pikirku waktu itu sudah cukup memanfaatkan si kertas putih, kasihan.

Setelahnya, sebab aku si gadis puber kala itu. Luluh dengan uluran tangan kepadaku yang terjebak di kali dan lumpur licin. Haha... sesederhana itu perasaanku luluh. Si gadis pemarah yang gemar berkelahi menjadi gadis manis. Menuangkan seluruh perasaannya pada surat cinta.

Kalau dipikir-pikir itu kali pertama alasanku menulis dengan cinta. Walau tulisan itu tak sempat tersampaikan padanya si penggerak perasaanku. Sayangnya, takdir malah menyampaikan kepada si tuan pemarah yang manis, ayahku. Ya, saat itu marah yang aku dapat dan rasa malu. Tapi dibalik itu aku tersadar arti menulis dengan cinta.

Semakin berjalan waktu rasanya jemari ini telah bersahabat dengan si kertas putih yang rela aku gores. Dan tak disangka imajinasiku pun semakin liar. Haus akan fantasi dan sensasi yang ingin aku ceritakan pada semesta. Entah bagaimana pikiranku mampu menggerakkan jemariku menjelaskan imajinasi liarku yang bertabur selagi mulutku tak mau menceritakannya. Rasanya aku lega.

Setelah itu, serangkaian kata yang menjadikanku hidup, karya. Bermain dengan aksara yang menjadikan pikiranku nyata. Ku lambungkan semua yang ingin aku sampaikan. Demi apa? "Membuatmu dapat merasakan apa yang aku rasakan," sebelumnya begitu.

Namun, entah bagaimana aku berubah menjadi budak cuan. Berpikir keras, sesekali menjambak rambut, sambil menggigit pulpen, puncaknya meremas si kertas putih dan merobeknya, "Ah, pusing!!!", tak dapat aku rasakan perasaanku seperti saat aku terluka atau mencinta. Ya memang pada akhirnya selesai, tapi nilai dan maknanya berbeda. Huff, hambar kurasakan untuk pertama kalinya.

Lalu menulis, menulis, dan menulis, itu yang kulihat dalam dirimu. Hatiku meragu, tapi satu hal yang aku tahu bahwa diriku ingin dicintai olehmu. Lantas pikirku pun berasumsi bahwa saingan terbesarku adalah tulisan-tulisan indahmu.

Kau gila bukan pada wanita tapi setiap kata yang kau cipta. Muak sudah diriku!!! Hingga aku pun menggila merangkai kata yang harapku mampu membuatmu jatuh cinta.

Pada akhirnya, perasaanmu masih sama. Yang beda hanyalah aku yang berakhir jatuh cinta pada kata. Aku menjadi terbiasa mencintai kenyamanan tanpa campur kekhawatiran (menulis). Terima kasih.

Lantas suatu ketika, sekiranya saat aku sedang rapuh. Mencoba memotivasi diri dengan seadanya kata yang si miskin kosakata ini punya. Entah siapa seseorang itu, tapi Tuhan menggerakkan hatinya membaca seserpih tulisanku. Aku yang mengharap orang lain memahami dan menyemangati malah sebaliknya.

Tersadar bahwa Tuhan memiliki cara memotivasiku sembari memotivasi yang lain. Ya dengan itu, menulis. Bukan sesuatu yang wah tapi hatiku terenyuh, aku terharu.

Dan terakhir, pernah dengar antara benci dan cinta itu beda tipis? Aku pun masih ragu alasanku menulis itu benci atau cinta. Intinya satu, aku membencinya atau mencintainya tetap saja aku tak bisa menghindar. Yang beda hanyalah soal rasa.

Aku bukanlah si aktivis menulis. Hanya saja aku menulis karena aku ingin. Tak peduli juga banyak atau tidaknya pembaca, suka atau tidaknya, terinspirasi atau tidaknya. Karena itu hanya akan menjadi beban. Dan kau tahu bukan, bahwa beban itu menyiksa. Maka nikmati saja.

Perihal alasanmu menulis berbeda denganku, terserah, aku tak peduli. Selamat menikmati :)

 

Penulis:

Seorang yang lebih suka menuliskan perasannya dibanding mengatakannya. Saya Fitra Istianah Turahman. Remaja 19 tahun yang lahir di Banjarnegara, 15 April 2001. Pada saat ini, sedang duduk di bangku perkuliahan UIN Walisongo Semarang, tepatnya prodi Akuntansi Syariah angkatan 2019. Dan aktif dalam kegiatan organisasi, relawan, serta menulis.

Share:

1 comment :

Design Prokreatif | Instagram Ruang_Nulis