Menulis Adalah Aku


Oleh : Lia Kristanti Butar Butar

 

Ada yang bertanya padaku, mengapa aku menulis? Bukan hal yang mudah bagiku untuk menjawab pertanyaan ini, karena ini haruslah mengenai diriku sendiri. Berhari-hari aku memikirkan ini dan pada akhirnya menemukan sebuah jawaban.

 

1.      Hadiah Semesta yang Harus Dikembangkan

Dulu..

Dulu sekali … Gadis polos ini hanya suka berkhayal dengan dunianya sendiri. Merangkai setiap khayalan menjadi sebuah tulisan baper penuh tangis dan amarah. Bahkan mungkin sampai saat ini. Dalam pikirannya, diam-diam melirik mereka-mereka yang punya kemampuan membuni. Mengasah kemampuan dengan semangat. Lalu berkaca pada diri sendiri. "Apa yang diberikan semesta untuk ku asah seperti mereka?"

Hanya mampu menulis. Inikah hadiah itu? Mencari tahu sampai mencoba melakukan yang dilakukan orang lain. Tapi tetap saja, imajinasi itu semakin kuat. Hingga diputuskan dalam diri, menulis adalah hadiah semesta yang tak boleh kembali tanpa ada peningkatan apapun.

 

2.      Have Imagination

Imajinasi adalah sebuah kata yang jika disederhanakan kedalam bentuk yang lebih sederhana sebagai bentuk khayalan. Seolah-olah ada ternyata tidak. Khayalan ini pula yang tanpa disadari sudah hadir sedari dulu. Sejak mula mengerti apa itu kata, khayalan muncul tiba-tiba tanpa diundang. Entah itu lewat melihat keramaian sekitar, mendengar kicauan alam atau pun kegaduhan yang tercipta akibat sebuah perbuatan serta perasa yang tak hanya kulit sebagai indera terluar tapi juga hati yang peka.

Khayalan yang terbentuk ini akhirnya dituang dalam bentuk tulisan. Tulisan-tulisan sederhana dari seorang amatiran. Tulisan-tulisan amburadul dari rententan khayalan yang terbenam di dalam akal.

Imajinasiku membentuk sebuah tulisan.

  

3.      Luapan Rasa

Seringkali mereka yang dikatakan "kenalan" ataupun "orang asing" mengujar kata yang membekas di sanubari. Meninggalkan jejak tanpa tanda di relung hati. Bagi mereka yang acuh, mungkin terasa biasa atau malah tak peduli. Tapi bagi mereka khususnya aku, menerima dan menahan setiap rasa dari setiap kata dan perbuatan yang tak bisa diulang adalah hal yang tak biasa. Seringkali mereka yang mengenalku berujar, "kamu sabar sekali!". Padahal seyogianya tidak.

Kadang rasa tertahan itu seperti bom waktu yang ingin diledakkan. Penat dan ingin dilampiaskan. Lewat tulisan, luapan rasa itu punya jalan untuk berjalan. Aku memilih menulis untuk ungkapan luapan rasaku.

 

4.      Menahan Lupa

"Hai Pikun!!", mereka yang mengenalku memanggil begitu.

"Marah?

Tentu saja tidak!"Aku bahkan pamer pada anak ajar ku bahwa aku tak mampu mengingat nama mereka.

"Bangga?

Tentu saja tidak!!" Aku belajar bahwa lupaku harus ku atasi.

Aku tak hanya ingin ingat semua nama, semua jalan, semua rute, atau semua wajah, tapi ku ingin ingat semua kisah. Kisah bahagia buatku tetap tersenyum, kisah sedih buatku tetap kuat. Aku menulis semuanya dalam tiap lembaran kertas, dalam goresan goresan tinta yang tak berarturan. Nanti, saat aku mulai lupa lebih banyak, aku bisa membuka tiap coretan itu lagi untuk mengingat.

 

5.      Belajar Jujur

Lidah boleh saja kelu mengatakan ketidaksukaan  pada sesuatu, kelu meneriakkan amarah dalam ramai dan tangis isak yang membludak. Namun tidak berlaku pada ayunan pulpen diatas kertas putih bersampul pink yang bernama diary. Tak ada kepalsuan dalam setiap kata yang tertuang. Entah itu amarahmu, ratapmu ataupun tawa riangmu. Aku membiarkan pulpen ku menari nari di kertas itu. Mencoretkan apa saja sesukanya tanpa kubatasi. Aku mencoba menjadi jujur.

Mereka yang membaca mungkin terheran-heran. Menganggap aku absurd! Tapi lebih anehnya, aku tak peduli!! Belajar jujur dan menikmati diri ini diatas kertas menjadi hal yang menyenangkan yang tak ingin ku ubah.

 

6.      Meninggalkan Jejak

Bukan anak sultan yang punya harta tujuh turunan. Bukan pula anak Diplomat yang punya banyak teman dibelahan dunia. Hanya anak seorang pegawai biasa yang penuh cinta. Mengingat kembali akan asal usulku, membuatku merefleksikan diri bahwa aku harus mempunyai sebuah tanda akan kehadiranku di alam ini.

Ibarat pencarian seorang Detektif Conan yang menemukan jejak yang ditinggalkan seorang "Pelaku".

Aku pun ingin begitu!

Aroma khas buku yang tersimpan apik di deretan rak perpustakaan menumbuhkan mimpiku bahwa namaku pun harus ada di himpitan lembaran itu. Kelak saat kembali ke nirwana , ku ingin mereka menemukanku dari jejak yang ku tinggalkan.

 

7.      Jatuh Cinta

Pernahkah kau merasakan jatuh cinta? Akankah kau menganggap pertanyaan ku sebagai sebuah pertanyaan bodoh? Semua orang pernah jatuh cinta meski dia pernah terluka akannya. Aku pun begitu. Aku jatuh cinta pada menulis. Ku temukan diriku dibagian lainnya bersinar saat pena sudah berdiri tegak diantara jari jemariku.

Seharian aku memikirkan ini. Sambil tersenyum, ku temukan akalku bersemangat diantara tarian-tarian kata yang berputar. Sesekali tanganku mencoba menangkap huruf demi huruf yang bertebaran di lapisan udara tipis. Membentuk angan merangkai kata. Bergegas menuangkannya.

Akh, senyum manis wajahku selalu terpancar membayangkannya. Jatuh cinta pada menulis berhasil membuatku terbuai.

 

8.      Saluran Berkat

Detikan jam membuatku kembali mengulang memori akan apa yang sudah terjadi dalam hidup. Menapaki hidup setapak demi setapak membuat diri tersadar akan penyertaan Sang Khalik sepanjang usia. Memberikan rasa damai yang tak terucap, keteduhan hati dan kenyamanan diri saat sedang khawatir.

Meski seringku dalam segala dosa dan keacuhan melupakanNya, Dia tetap setia. Menutup kelopak mata sambil mengikuti irama detikan jam, mengajak ku kembali berpikir.

"Apa yang harus ku lakukan untuk mengatakan bahwa Sang Pencipta begitu dahsyat?"

Ku tersadar kata mampu memberikan energi positif pada si pembaca. Tidak untuk mempengaruhi namun menjadi saluran berkat bagi yang patah hatinya.

 

9.      Ruang Rahasia

Semua orang punya rahasianya masing-masing. Tak terkecuali. Beberapa punya sahabat karib untuk membagi rahasia yang tersimpan, beberapa yang lain punya ibu atau ayah untuk rahasia penuh nasehat.

Aku pun begitu!

Begitu banyak rahasia yang tersimpan dalam diri sampai-sampai aku butuh tempat menuangkannya. Ku gunakan senjata ampuhku "menulis", sebagai ruang rahasia penyimpanan tiap kelu ku. Ku tahu yang lain tak akan mampu membukanya jika tak kuberi gemboknya. Sebuah ruang yang kusimpan rapi-rapi sebagai ruang penumpahan dan intropeksi diri yang selalu salah ini.

 

10.  Menulis Adalah Aku

Pada akhirnya tiba pada alasan terakhir. Dari alasan 1-10 yang kau temukan hanyalah tentang aku. Tentang keegoisanku pada tulisan. Yah, aku teramat menyukainya. Aku bisa menjadi egois di dalamnya, bisa pula menjadi dermawan di tiap lembarannya. Sebegitu sukanya aku pada menulis. Bukan tentang pundi-pundi yang diperoleh setelahnya, bukan pula tentang ketenaran kosong setelah diketahui. Bukan!!

Menulis membuatku belajar. Belajar menuang rasa, belajar jujur, belajar bersyukur, belajar membaca dan paling menyenangkannya adalah belajar mengenali diri sendiri. Mungkin aku terlihat angkuh! Maafkan aku dengan segala kesombonganku itu. Aku hanya ingin  katakan bahwa, "Menulis Adalah Aku".


 

Medan, 08 Agustus 2020


Tentang Penulis

Lia Kristanti Butar Butar, dipanggil dengan nama pena Lily. Lahir tepat ditanggal 24 Desember 1988 di kota Medan. Si melankolis yang suka suara air ini bercita-cita menjadi penulis terkenal. Punya motto Hidup seperti Gameboy : Kalau gagal, coba lagi. Jejaknya bisa dilacak melalui akun instagram @lilybutarbutar. Terima kasih.




Share:

6 comments :

Design Prokreatif | Instagram Ruang_Nulis