Oleh: Iyas Sulastri
Menjadi seorang ibu rumah tangga bukanlah suatu kesalahan, setiap ibu berhak memilih jalan hidupnya masing-masing. Tidak ada ibu yang sempurna di dunia ini, tetapi akan selalu ada cara untuk menjadi yang terbaik bagi keluarganya. Salah satunya adalah dengan menulis.
Hampir setiap kegiatan yang kita lakukan berkaitan dengan menulis, entah itu melalui telepon seluler, kertas maupun komputer. Misalnya, menulis sebuah daftar belanja. Meskipun terlihat sepele, tetapi pada kenyataannya sangat bermanfaat. Dapat meminimalisir lupa, dan tidak perlu capek untuk kembali ke tempat perbelanjaan.
Membuat sebuah postingan di sosial media juga termasuk bagian dari menulis. Apalagi seorang ibu yang terkadang mencari solusi dengan ibu lainnya, semisal tentang kerisauannya dalam menghadapi perkembangan anak. Tanpa disadari, dari postingan tersebut bisa menjadi media berbagi untuk ibu lainnya.
Jika belum bisa berbagi melalui harta ataupun dengan lisan, maka berbagi melalui sebuah tulisan adalah solusinya. Entah itu berbagi energi positif, seperti memberi semangat, motivasi, maupun inspirasi.
Berbagi, jika diniatkan untuk beribadah. Maka in syaa Allah akan berpahala dan menjadi berkah. Berbagi dengan ikhlas, bisa terhitung sebagai sedekah. Siapa tahu dengan sebuah tulisan, bisa mendapatkan nilai lebih di hadapan Allah. Apalagi jika tulisannya berupa nasihat atau ilmu agama. Karena dengan menulis, adalah salah satu bentuk dalam berbagi yang tidak harus mengenal dari segi materi maupun waktu.
Sebagai seorang ibu rumah tangga, mendidik anak juga butuh ilmu. Dengan ilmu ini, anak akan mendapatkan pendidikan yang memadai dan sesuai dengan usianya.
Lalu, dari mana ilmu itu didapat? Dari sebuah tulisan, tulisan yang merupakan hasil pendengaran pada saat ilmu disampaikan. Ilmu tersebut diikat dengan sebuah tulisan, agar nantinya bisa mengulang apa yang pernah disampaikan. Jangan hanya didengar melalui telinga, tetapi ikatlah ilmu itu dengan sebuah tulisan. Agar bisa dipertanggung jawab kan, dan sebagai pengingat diri saat lalai. Menuntut ilmu tidak harus di lembaga formal, di lembaga non formal pun bisa. Mengikuti kajian islam atau seminar parenting misalnya. Karena seorang ibu adalah madrasah pertama untuk anaknya, jadi mengikat ilmu dengan tulisan sangatlah penting.
Menulis juga berperan dalam mengembangkan imajinasi. Imajinasi bagi sebagian orang adalah hal yang sepele. Tidak sedikit pula yang mengatakan bahwa imajinasi hanya lah khayalan kosong belaka, padahal imajinasi memiliki peran yang cukup penting.
Salah satu cara untuk mengasah imajinasi adalah dengan menulis, imajinasi membantu kita untuk mengembangkan ide dalam sebuah tulisan. Membuat otak kita lebih terasah, karena sel otak yang saling terhubung. Apalagi jika imajinasi kita punya tujuan yang jelas, semisal menulis sebuah rencana bisnis. Berarti kita sedang mengatur masa depan agar lebih terarah.
Imajinasi juga bisa mempengaruhi perkembangan anak. Maka dari itu, seorang ibu juga harus belajar memahami imajinasi si kecil tanpa dibatasi. Selagi imajinasinya positif, kenapa tidak?
Setiap jenis tulisan memiliki kaidahnya masing-masing, mulai dari ejaan, penulisan huruf serta bagian kaidah lainnya. Semakin banyak menulis, maka akan semakin banyak pula pengetahuan kita dalam mengolah kata yang sesuai dengan kaidah.
Secara perlahan kita akan memahami bagaimana cara menggunakan bahasa yang sesuai dengan kondisi, juga melatih kemampuan berbahasa agar lebih efektif. Dengan begitu, kualitas tulisan serta berbahasa juga dapat meningkat.
Bagi seorang ibu, menulis itu penting. Jika sudah bisa membuat sebuah bacaan sendiri, kemudian diceritakan kepada anak. Maka tanpa kita sadari, kita telah membantunya dalam berbahasa yang baik dan benar. Menulis berarti menumbuhkan suatu potensi positif, potensi untuk percaya diri bahwa kita sanggup menjalani kehidupan. Karena menulis bukan hanya dari bakat, tapi dari kebiasaan. Tidak ada alasan untuk meragukan tulisan kita, percaya diri adalah salah satu kuncinya. Mulailah dari diri sendiri, meskipun hanya satu atau dua kalimat.
Pada saat pandemi, awal karantina lalu. Pasti membuat sebagian orang merasa bosan. Padahal tanpa kita sadari, kita dilatih untuk menggunakan waktu dengan sebaik mungkin. Bahkan banyak wanita karir yang pikirannya biasa terbagi oleh pekerjaan. Maka ketika pandemi, ia lebih fokus dengan anak dan suami. Menjadikannya wanita yang lebih produktif di rumah. Ada yang sudah berani membuka usaha kue, dan lain sebagainya. Salah satunya mengajari anak di rumah dengan metode daring. Ibu bisa lebih fokus memberikan contoh kepada sang anak, dengan menulis. Menulis huruf hijaiyah misalnya. Sehingga bisa menambah kreativitas dalam menulis, wawasan kita pun menjadi lebih luas. Tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal negatif, dan justru menjadi lebih inovatif.
Menjadi ibu juga harus bahagia. Tetapi definisi bahagia menurut masing-masing orang, tentu memiliki makna yang berbeda-beda.
Kita adalah kita, sebagaimana kebahagiaan itu diciptakan oleh kita sendiri. Jika dalam menjalani hidup, selalu bergantung pada penilaian orang. Maka itu bukan bahagia, tapi terpaksa. Terpaksa karena gengsi, terpaksa karena mengikuti ambisi.
Dengan menulis, kita bisa menjadi diri sendiri. Tanpa perlu banyak berekspektasi, tapi memperlihatkan aksi. Karena menulis, adalah menciptakan kebahagiaan yang berkepanjangan. Apalagi jika tulisan kita diapresiasi dan memberi banyak kebaikan.
Banyak bersyukur, kurangi insecure. Kadar kebahagiaan itu sebenarnya tidak terukur, jika benar terukur, berarti kita yang kufur. Diberi napas gratis dari Allah saja, itu sudah termasuk kebahagiaan loh Bu!
Tetapi, saat tidak ada orang lain yang sudi mendengarkan kekecewaan dalam hati, maka tulisan adalah salah satu obat yang mampu menghibur diri. Menyampaikan keluh kesah dengan cara yang elegan, tanpa harus ada raga yang dipertaruhkan dalam kekesalan.
Apalagi jika kita sebagai seorang Muslim, maka obat luka batinnya adalah Al-Qur'an. Ya, bukankah Al-Qur'an juga termasuk bentuk tulisan yang disusun oleh sahabat Nabi terdahulu? Sebuah tulisan yang mampu menenangkan, dan apabila dibaca mendapat pahala.
Apalagi jika pahalanya terus mengalir, meski jiwa sudah dipanggil. Semua ibu pasti memilliki harapan yang luar biasa, bahkan ketika ia sudah tiada. Misalnya, meninggalkan kenangan melalui sebuah tulisan. Kenangan yang di dalamnya bisa dipupuk harapan, tidak hanya sebuah gambar hasil cetakan.
Belajar dari para 'ulama dan sahabat Rasulullah terdahulu, meskipun mereka sudah tiada. Tetapi karya-karyanya masih dapat dikenang, membantu Rasulullah dalam berdakwah. Mengabadikan sabda Rasulullah melalui tulisan, dan mewariskannya sampai akhir zaman. Sungguh, kenangan yang begitu berharga dari Rasulullah untuk kita umat Muslim.
Begitu juga dengan seorang ibu, meskipun tulisan itu hanya berbentuk sebuah motivasi atau pesan untuk anak. Menulis lah bukan karena kita tidak ahli, tetapi karena ingin berbagi. Siapa tahu bisa bermanfaat bagi banyak orang, juga dunia dan akhirat.
Bu! Adakah yang lebih senang menghabiskan waktu untuk menyendiri? Jika memaksa untuk bergabung bersama orang lain, justru akan mengurangi energi. Ya, seperti saya. Introver.
Berbicara seperlunya, tidak basa-basi. Tidak khawatir dengan lingkaran teman yang sedikit, yang ditakutkan adalah ketika berkumpul, akan ada keburukan yang diungkit. Menulis adalah salah satu cara ternyaman bagi introver. Karena, untuk hening di tengah keriuhan bukanlah suatu kesalahan. Tapi lebih kepada mengendalikan lisan, dari hal yang menyakitkan. Lebih baik menulis, agar hati lebih terjaga ya Bu. Bebas berekspresi dengan aksara yang tertata, meski sederhana. Mengurai emosi melalui tulisan, daripada anak yang menjadi sasaran. Selain bisa menghasilkan kepuasan batin, juga sebagai bentuk me time dalam menghadapi kejenuhan di tengah rutinitas.
Nah, masihkah ragu untuk menulis Bu?
Purwokerto, 8 Agustus 2020
Tentang penulis:
Hallo, saya Iyas Sulastri. Seorang ibu rumah tangga berusia 26 tahun, yang memiliki satu putri kecil. Hobi membaca dan kegiatan lain yang berkaitan dengan seni, terima kasih.
Siap... Tuangkan smua dalam tulisan dan dpt jd karya. Selamat dan sukses selalu..
ReplyDelete