EUFORIA KATA MENUJU JIWA

Oleh: Anisa Nurfitria

 

Terapi Diri

Setiap jiwa-jiwa yang resah berhak mencari pelarian yang sepadan dengan besarnya keresahan yang dimiliki. Beruntunglah bagi yang sampai pada tempat pelarian yang tidak menyesatkan. Usia remaja awal memang sedikit mengkhawatirkan bagi saya. Terlalu banyak celah yang membuat saya sampai pada titik frustrasi tidak bisa mengenal diri sendiri. Terseok-seok pada perjalanan yang begitu melelahkan, meski sampai di ujung namun itu sedikit tersesat dari tujuan. Begitu banyak rasa khawatir yang berlebihan, berbicara dan berbagi dari mata ke mata sedikit mengganggu kepribadian.

Hingga, mungkin saya tidak sengaja meraih kertas dan mencurahkan segala bentuk keprihatinan. Ketidaksengajaan itu menjadi kebiasaan, sebuah terapi untuk membuat saya baik-baik saja. Berani berbagi meski lewat tulisan, namun itu luar biasa. Segala bentuk kekhwatiran yang dirasa perlahan hilang, bersamaan dengan usangnya kertas yang terpakai.


Keseimbangan

Secara sadar menulis mulai menjadi bagian dari perjalanan. Sisi lain yang saya butuhkan untuk memastikan semua hal tetap seimbang. Sudah cukup tebal kertas yang berisi segala keprihatinan, kemudian saya memutuskan bahwa segala bentuk kebahagiaan pun berhak berdampingan.

Sudah sampai pada perjalanan yang cukup menyenangkan. Menelan segala hal dan menilai dengan benar. Kesadaran itu hadir ketika saya mulai serakah, benar-benar mengharapkan kekhawatiran itu hilang. Tidak demikian bukan? Tidak ada manusia yang benar-benar terbebas dari rasa itu. Semakin menghindar dan berharap hilang maka semakin menggelitik saja ke dalam rongga kehidupan.

Semua goresan yang sudah kuputuskan menjadi pengadilan dari semua langkah yang kuhabiskan.


Jatuh Cinta

Buku fiksi yang pertama kali saya baca adalah karya Habiburrahman El Shirazy. Saya jatuh cinta. Kekuatan kata-katanya membangun jiwa, tidak salah lagi sampai saya menemukan mimpi serupa. Saya mencintai kata-kata lebih dari yang dibayangkan, karena saya tidak pandai menyuarakan tetapi berkeinganan melakukan lewat tulisan.

Menulis puisi dan cerita pendek seadanya, menjadi penulis amatiran yang takut dibaca orang, terus sembunyi di gudang sampai usang. Lambat laun saya menemukan kekuatan, tidak apa-apa jika itu bukan apa-apa.

Memberikan ketenangan bagi mereka, meski tidak seberapa adalah bentuk cinta. Saya sadar perlunya memaksimalkan apa yang ada dalam diri, meski terkadang ada saatnya kehilangan rasa percaya diri.


Merawat Ingatan

Menyiram nurani dengan kata sama halnya terbiasa bahagia karena hal sederhana. Jika ingatan tentang apa-apa harus lenyap dalam sekejap, hilang tanpa jejak. Rekaman itu berputar walau tersendat, kiranya ingatan tersekat, sampai yang saya ingat tidak lengkap.

Sayang, jika semua berhamburan.

Bagi saya menulis adalah pilihan untuk merawat ingatan. Seolah mengulang hal serupa. Menitipkan segala yang perlu diingat kalau-kalau saya amnesia. Saya catat dengan saksama, memastikan tinta tak luntur layaknya ingatan manusia yang kian kabur.

Saya rasa kita mulai sepakat.

Aku adalah sesuatu yang harus kau ingat, dan kalian adalah sesuatu yang harus kujaga agar tidak hilang dari ingatan.


Keharusan

"Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari." (Pramoedya Ananta Toer)

Untuk percaya diri seperti Pak Pramoedya, berkata demikian pada seseorang, maka saya memutuskan menulis terlebih dahulu, kemudian saya akan berkata persis seperti itu. Dengan demikian kita sama-sama abadi, suara kita takkan padam ditelan angin. Saya percaya pemberian terbaik akan mendapat penerimaan terbaik. Saya tak mau kita saling membebani. Saya berharap kita saling mengerti.

Menulis bagi saya adalah keharusan.

Menulislah!

Dengan menulis kita abadi. kita hilang, tapi karya kita akan dikenang.


Meningkatan Kebiasaan Membaca

Setelah menjadikan menulis sebagai suatu keharusan, langkah selanjutnya adalah memperbaiki kualitas tulisan yang dihasilkan. Tuntutan itu lahir secara alami, hadir ketika proses menulis sudah menjadi bagian dari diri.

Kebiasaan membaca sudah selayaknya dijadikan nutrisi, menjadi sarapan setiap pagi. Semacam kebiasaan itulah yang sedang saya usahakan, sulit? Tentu saja, menjadikannya kebiasaan tidak seperti membalikan tangan.

Namun, bukankah hal yang terkesan terpaksa jika dilakukan terus-menerus akan menjadi biasa dan membudaya?

Mantra untuk semangat diri, lambat laun menjadi kenyataan dan berkepanjangan.

Jika tulisan saya ingin berkualitas maka kebiasaan membaca secara terpakasa atau tidak harus tetap ada.

Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui.


Perjalanan

Menulis adalah bagian dari proses perjalanan panjang. Banyak persimpangan yang ditemukan, tidak sedikit pelajaran yang sayang untuk dilewatkan.

Ketika kita melakukan perjalanan sudah tentu harus membawa bekal. Pulang dengan buah tangan. Sama halnya ketika saya menulis butuh persiapan dan ketika saya sudah sampai di akhir halaman barang tentu akan menemukan pesan kehidupan.

Saya selalu menikmati itu sebagai perjalanan panjang, terpenjara yang menyenangkan berharap tinggal di dunia yang saya ciptakan.

Memiliki dunia sementara, terbebas dari dunia nyata.


Mengubah Nanar Menjadi Tegar

Menulis bagi saya bisa menjadi media untuk menjaga diri tetap positif. Memiliki energi positif di tengah dunia yang semakin semrawut memang sulit. Namun bukan tidak bisa, tergantung kemauan dan memilih jalan agar semua terpecahkan.

Semisal meredam emosi  perlahan dengan menulis bisa jadi jalan menguntungkan. Menulis pertikaian dengan tokoh pilihan, semacam menciptakan cerita yang menggambarkan emosi yang sedang kutahan.

Menjadi jalan untuk mengubah nanar jadi tegar.

Proses menulis adalah tahapan mengikhlaskan, berfikir panjang dengan tenang yang memaksa rasa tetap seimbang dan menciptakan dunia yang tak merugikan.


Pelarian Menyenangkan

Alasan kali ini sedikit menggelitik, saya sendiri heran dengan kenyataan. Ketika mengkonsumsi karya-karya luar biasa di luar sana tidak cukup memenuhi rasa haus membaca, saya menciptakan karya dengan jalan cerita yang berbeda. Imajinasi yang bisa membungkam rasa kecewa terhadap cerita yang akhirnya tidak sesuai selera.

Saya bebas menulis, memilih tokoh, jalan cerita dan akhir bahagia, melegakan. Bukan meremehkan karya mereka yang mendunia, tetapi jalan untuk memuaskan kenikmatan alur cerita yang diciptakan tanpa perantara dari mereka.

Dengan menulis saya bisa melarikan diri dari berbagai situasi


Kebutuhan

Alasan-alasan sederhana terikat menjadi satu kesatuan yang lebih kuat. Menulis menjadi komponen penting untuk membuat hidup tetap berdiri tegak, terhindar dari kelumpuhan pikiran.

Karena menulis saya menjadi percaya diri, berdiri tanpa penyangga dan perantara. Setidaknya ada hal yang diandalkan dari diri. Ketika kalian sudah menyadarinya secara perlahan, saya yakin akan menjadikan menulis sebagai kebutuhan yang memuaskan.

Ada hari ketika saya kehilangan, saat tidak menulis, bertegur sapa dengan kata dan bertikai dengan jalan cerita. Pada akhirnya menulis bagi saya menjadi kebutuhan, sesuatu yang dibutuhkan dalam menghabiskan sisa kehidupan.

                                                                  Tasikmalaya, 05 Agustus 2020

 

 

 

Perempuan kelahiran Garut, dengan nama asli Anisa Nurfitria, kini sedang menempuh pendidikan tinggi di Univeritas Negeri Siliwangi, Kota Taikmalaya. Menjadi kontributor puisi dalam beberapa lomba Nasional, terpilih sebagai 20 naskah terbaik dalam lomba Kisah Inspiratif di Universitas Siliwangi dan salah satu penulis buku "Mom, You're The Best.




Share:

3 comments :

Design Prokreatif | Instagram Ruang_Nulis