TULISANKU, SEJARAH HIDUPKU



Oleh: Endah Maryuni

 

Menulis sudah menjadi bagian dari diriku. Sejak aku kecil hingga setua ini, kegiatan tulis menulis dengan berbagai alasan, menemani perjalanan hidupku. Aku memang bukan penulis profesional, tulisanku acak adul tak beraturan. Tapi who cares? Yang penting aku menulis untuk diriku sendiri. Perkara ada yang membaca lalu menyukai, itu bonus!


Hal yang mengangguku setiap kali akan menulis adalah banyak ide yang berseliweran sehingga sulit ditangkap, atau bahkan sama sekali tidak ada ide yang lewat. Itu sebabnya aku selalu membawa pad kemana-mana, agar ketika ada ide ketangkap, bisa langsung aku rekam. Namun ketika sudah berhasil menulis kalimat pertama, kalimat-kalimat berikutnya mengalir begitu saja, dan hormon endorphin seperti langsung bekerja saat itu juga.  Ada gairah yang tak bisa dijelaskan secara lisan maupun tulisan. Jeleknya, aku sering tak bisa membuat ending yang bagus.  Semacam sedang menikmati tetiba disuruh berhenti. Pun ketika dibatasi maksimal 100 kata. Duh!


Nilai mengarangku sembilan. Nilai tertinggi sepanjang sejarah pemberian nilai mengarang oleh guru bahasa Indonesiaku kala itu. Jelasnya bangga dong, secara untuk mendapatkan nilai tujuh saja, perlu perjuangan ekstra. Aku masih ingat, karanganku bercerita tentang kota di bawah laut. Aku tak tahu beliau terpesona oleh kalimat-kalimat dalam karanganku atau pada ideku yang brilian. Hahaha. Gimana tidak brilian, jaman segitu sudah punya pemikiran tentang sebuah kota di bawah laut bukankah hebat. Apapun, karangan bernilai sembilan tersebut, boleh dikatakan merupakan awal kepedeanku bahwa aku bisa menulis. Tapi itu juga satu-satunya tulisanku yang "ngarang", karena setelah itu aku tak pernah menulis fiksi lagi.


Saat masih kanak-kanak, setiap bepergian, ibuk selalu menyiapkan buku dan pensil untukku. Jika terlupa, dipastikan aku akan rewel selama perjalanan. Bahkan saat diajak nonton bioskop, dua perangkat itu tak boleh ketinggaan. Jadi, sembari mereka asyik menonton, aku asyik dengan buku tulisku.  Aku sama sekali tidak ingat apa yang kucoret-coretkan di buku tulis saat itu. Secara anak pra TK, kan belum bisa menulis. Hahaha.  Yang aku ingat ketika SD, aku suka bikin TTS.  Hobby yang gak kiddy banget, tapi aku sangat menikmatinya. Bahkan aku pernah mendapat hadiah kenaikan kelas dari bapak berupa segebok buku TTS.


Ketika remaja, interaksiku dengan buku dan pena semakin menjadi. Apapun bisa kujadikan sarana menulisku. Diary, halaman belakang buku pelajaran, bahkan kertas nemu di jalan. Apa saja yang kutuliskan? Jika lagi jatuh cinta, marah, dan sedih larinya pasti ke puisi. Hahaha.  Di luar itu, pasti laporan pandangan mata dan keluh kesah.


Kenapa aku bisa akrab dengan buku dan pena? Tak lain masa-masa itu adalah masa di mana aku sangat tidak pede dengan penampilanku. Dan pelarianku adalah buku, yang tak pernah mencemooh dan mau menampung keluh kesahku. Keluh kesah remaja belasan tahun yang sedang mencari jati diri.


Masa kuliah adalah masa di mana aku menulis dengan terpaksa. Kok terpaksa? Iya, ketika hobbyku sudah lebih beraneka, dan interaksiku sudah lebih terbuka, maka menuliskan keluh kesah sudah bukan kebutuhan utama. Maka ketika harus menulis, aku menulis karena butuh, bukan karena suka. Terpaksa menulis tugas kuliah yang seabreg, terpaksa menyelesaikan tugas skripsi yang tak kunjung usai. Jangan bayangkan kuliah saya seperti anak-anak jaman sekarang. Saat itu komputer masih bisa dihitung dengan jari, dan rental adalah tempat tongkrongan kami setiap hari.

Begitu memang hidup ini. Kadang di atas kadang di bawah. Sekarang cinta besok bisa lupa. Eeehhh...


By the way, pernah mendengar istilah hukum atraksi? Itulah yang pernah aku alami bertahun-tahun silam. Hukum atraksi menyebutkan apa yang anda inginkan adalah apa yang anda tarik kepada diri anda sendiri. Tanpa kita sadari, fokus kepada sesuatu, akan mendorong kekuatan alam semesta untuk mewujudkan apa yang kita pikirkan tersebut. Hukum atraksi bekerja sesuai dengan fokus dan apa yang kita pikirkan.⁣Meski ritme menulisku turun naik, seperti kuceritakan terdahulu, namun ternyata tanpa kusadari, passionku ada di situ, dan semesta bekerja mewujudkan passion tersebut. Pilihanku bekerja sebagai pegawai di sebuah departemen, mengantarkanku menjadi notulis andal di instansi plat merah tersebut.⁣


            Seiring bergulirnya waktu, aktivitas menulisku bukan lagi melulu tentang pekerjaan, namun lebih pada ekspresi pemikiran dan ungkapan perasaan. Didikan dari bapak yang seorang tentara, mengajarkanku tentang sportivitas dan kejujuran. Sering hati ini berkecamuk menyaksikan dengan mata kepala sendiri politik kotor dan melihat  para oportunis yang merajalela. Kecamuk batin ini menemukan saluran saat aku berkenalan dengan medsos awal tahun 2009. Tulisan-tulisanku adalah sindiran halus bahkan tajam atas situasi yang terjadi di sekitarku. Tak jarang aku mendapat peringatan bahkan teguran keras karena itu. Beberapa kali bahkan teror masuk ke handphoneku. Dari pengalaman itu aku belajar menulis dengan lebih smart, karena tak ada yang bisa membungkam pena atas jiwa yang merdeka bukan?


Dari hari ke hari, gaya menulisku menemukan bentuknya. Setelah membuat puisi hanya bisa di suasana hati tertentu, tulisan bernada sindiran menuai teguran, dan gagal total di novel, aku mulai menikmati menulis deskripsi. Hal ini mungkin sedikit banyak dipengaruhi pekerjaanku sebagai notulis selama tujuh tahun.


Menggambarkan sesuatu dengan versiku sendiri, ternyata sangat mengasyikkan.  Aku jadi berasa seperti  host acara yang kubuat sendiri. Deskripsi perjalanan adalah tulisan yang paling aku sukai di samping ulasan tentang makanan.  Maka aku mempunyai lebih dari seratus album di facebook yang sebagian besar mendeskripsikan sesuatu.  Kata teman-teman, membaca linimasaku, seakan-akan mereka mengalami sendiri.


Meski perkenalan dengan instagram setua perkenalanku dengam facebook, namun akun IG jarang sekali kulirik. Hingga suatu hari @wiwinart menarikku ke dalam challenge #30haribercerita. Itulah awal mula perkenalanku dengan tantangan menulis. Tantangan pertama itu bikin terengah-engah, bahkan sering bikin otak blank, namun herannya juga bikin ketagihan. Hahaha. Orang Jawa bilang, kapok lombok. Nagihi. Maka inilah aku, hinggap di satu challenge ke challenge berikutnya, dengan masih tetap terengah-engah, namun bahagia luar biasa. Bahkan aku sampai perlu bikin akun baru khusus challenge, agar lebih bebas berkarya tanpa menganggu privacyku. Tahu sendiri kan, seluruh tantangan selalu mensyaratkan akun jangan diprivate.

 

Karena konsisten itu sulit

Sepuluh hari ditantang menulis dengan benang merah tetap terjaga, prestasi buat aku. Mungkin kalimat-kalimatku terlalu sederhana, kadang cenderung naif, I don't care. Bukan itu tujuan utamaku. Pencapaian terbesarku adalah ketika aku bisa menjaga konsistensi hingga tantangan berakhir.  Konsisten menulis, konsisten menjaga benang merah, bahkan konsisten dalam membuat gambar setema. Meski ringan, hal-hal tersebut ternyata juga butuh pemikiran.

 

Jika setiap langkah adalah pencapaian, maka setiap tulisan adalah album kenangan, yang menggambarkan sesuatu di masa lalu. Dan aku salah satu penggoresnya.

Iyaaa iyaaa…. Kamu juga!

Selamat yaaa untuk kita, yang berhasil konsisten melewati sepuluh hari penuh warna.

 

(Lumajang, 7 Agustus 2020)

 


Tentang Penulis:

Endah Maryuni. Perempuan, 48 tahun. Seorang istri dan ibu dari dua anak. Suka membaca fiksi terutama cerita detektif dan dunia penyihir, suka menceritakan gambar dalam bentuk tulisan, suka nyontek resep masakan kecuali kue, karena selalu gagal, suka motret buat pencitraan aja, dan terakhir, suka gowes kemana-mana.

Share:

12 comments :

  1. Sejarah hidup yang layak untuk diabadikan, setidaknya untuk diri sendiri. 👍👍👍


    Tulisan saya:
    Berawal dari Hati

    Mari saling berkunjung.😊

    ReplyDelete
  2. "Aku menulis untuk diriku sendiri. Perkara ada yang membaca lalu menyukai, itu bonus!"

    Yes, that's the point!
    ����

    ReplyDelete
  3. Pelajaran paling sulit sejak dulu adalah mengarang, saya sangat suka membaca, tetapi menuangkan ide/gagasan dalam bentuk tulisan lain lagi ceritanya. So proud of you mbakyu, lanjutkan.

    ReplyDelete
  4. Masih bisa menyempatkan nulis disela2 kesibukan kerja, urusan dapur, photografy, dll... menurutku sesuatu banget.. tentunya mebanggakan... semangat terus semoga segera menjadi sebuah buku dan buku berikutnya

    ReplyDelete
  5. wowww typing.a cntik skali sprti akuuu 😆😆

    ReplyDelete
  6. Ngefanss sama tante nih jadinyaa 😁

    ReplyDelete
  7. Seperti nya anda berbakat menulis, ceritanya mengalir tanpa tersendat,bak aliran sungai Ciliwung tanpa sampah plastik.
    Setuju dg guru bahasa indonesia yg kasih nilai 9.
    Terus semangat berkarya dan jadi bermanfaat.

    ReplyDelete
  8. Menulis?bagi sy mrpkan salah satu pekerjaan yg membutuhkan persiapan dan perhatian yg sangat serius.
    Menuangkan ide dan gagasan dlm sebuah tulisan yg runut, mudah dibaca dan dipahami orng lain sungguh sangat sulit.
    Shg ketika ada yg bisa menuliskan sebuah ide dan gagasan yg enak dibaca setiap orng, bahkan pembacanya bs larut didalamnya, sungguh mrpkan pekerjaan yg luar biasa dan itu salah satunya sy dptkan di diri mbak endah dlm status2 di FB nya

    ReplyDelete

Design Prokreatif | Instagram Ruang_Nulis