SUASANA MALAM YANG MEMBUAT NYAMAN


Oleh: Dheisya Adhya

 

Awal mula aku menulis salah satunya dari suasana malam, tapi semakin hari, malah semakin nyaman. Biar kuajak kamu menyelam dalam alasan yang aku uraikan kenapa aku ingin dan masih selalu menulis sampai saat ini.


1.        Menuruti Hati

Hati itu maunya dituruti. Maunya diikuti. Kata hati memang tak selalu benar. Kata hati kadang menyesatkan. Tapi kata hati mampu menyelamatkan diri dari pikiran yang terkadang terlalu mengedepankan logika. Hatiku memilih menulis untuk mengungkapkan semua yang kurasakan. Semua kegelisahan. Semua kesakitan. Bahkan semua kebahagiaan. Tak semua rasa bisa terucap langsung dengan bicara. Kadang, beberapa rasa hanya bisa dituangkan melalui prosa. Seperti yang sering kulakukan selama ini.


2.        Disponsori Pikiran

Selain karena menuruti hati, alasan aku menulis karena disponsori oleh pikiran sendiri. Pikiranku begitu tenang ketika jemariku yang kadang terlihat kaku mengetikkan berbagai macam kalimat di atas papan ketik. Pikiranku terus mengatur hati agar lebih dalam ketika merasakan emosi yang akan kutuangkan ke dalam bait-bait kalimat tak bertepi. Pikiranku sangat mendukung agar aku terus berkembang dan tidak cepat puas dengan apa yang baru saja kupelajari. Benar adanya kalau diri ini telah disponsori oleh pikiran sendiri.

 

3.        Suasana Malam

Alasan paling besar kenapa aku selalu ingin menulis, karena suasana malam. Sepinya suasana, sepinya gendang telinga, sepinya hati yang terkadang tak ingin diisi, semuanya selalu ada ketika malam tiba. Awalnya, kukira, malam akan menelan segala macam pikiran. Tapi nyatanya, aku selalu ditemani malam ketika sedang ingin menumpahkan segala keresahan. Di kehidupanku saat ini, tak ada yang sesepi malam. Tak ada yang sedingin malam. Tak ada yang segelap malam. Walau begitu, ia kadang mampu menenangkan, bahkan, mampu menemani ketika tak ada satu orang pun yang mengerti.


4.        Keresahan

Setuju gak sih kalau resah membuat kita tak karuan? Tapi anehnya, resahku selalu ingin kutuangkan melalui rangkaian kalimat yang mampu aku tuliskan. Malahan, berbagai macam kata sering bermunculan ketika aku sedang tak karuan. Mungkin, aku kurang pandai mengungkapkan rasa melalui obrolan langsung. Tapi aku bersyukur masih bisa mengungkapkan rasa melalui tulisan yang aku susun. Alasan kesekian yang mampu membuatku tetap ingin menulis. Bukan menginginkan keresahannya, hanya saja, di balik resah selalu ada hikmah. Aku tak ingin resah yang sering tiba-tiba muncul membuatku selalu bingung. Maka, kutulis resah ini agar dapat kupahami penyelesaiannya jika suatu saat terulang lagi di kemudian hari.

 

5.        Nyaman

Pernah kan merasa nyaman? Ya, nyaman dalam berbagai macam hal. Seperti yang kurasakan selama ini, ketika tak ada yang mengerti keadaan—selain Tuhan, aku pun nyaman ketika semua keresahan yang ada di pikiran bisa kucurahkan melalui tulisan. Setidaknya, abjad-abjad yang kususun tak akan bosan ketika aku selalu menceritakan perasaan yang sering tak karuan. Memang, tulisanku tak sebagus penyair handal. Tapi hal ini membuatku nyaman. Kenyamanan ini merupakan alasan yang kesekian kalinya aku tetap ingin menulis. Kalau sudah nyaman, susah untuk dilepaskan bukan?

 

6.        Teman Sepenulisan

Sekarang, coba ingat-ingat lagi teman di sekitarmu. Adakah yang sefrekuensi denganmu? Atau mungkin sehobi denganmu? Alasan aku menulis sampai saat ini karena mempunyai teman yang mungkin bisa disebut sefrekuensi ketika menulis. Sama-sama berkarya walau belum terlihat sempurna. Sama-sama berkarya walau belum dilirik dunia. Bukan hanya teman yang pernah saling tatap muka, tapi juga, teman yang kukenal karena sosial media. Tulisan-tulisan yang dulunya dikira tidak bermakna, kini malah mempertemukan kita seperti sengaja. Untukmu yang masih menulis sampai saat ini, terima kasih, kamu menjadi alasanku untuk tetap menulis. Dan untukmu, yang menganggapku teman sepenulisanmu juga, kamu mempunyai arti tersendiri di hati kecilku.

 

7.        Mengutarakan Pendapat

Semua orang pasti punya pendapat kan? Dari sudut pandangnya sendiri misalkan. Aku pun begitu; punya pendapat tersendiri mengenai apapun. Mungkin pendapatku lebih sering kuutarakan melalui bait-bait kalimat yang aku tulis. Pendapatku tidak harus selalu di-iya-kan. Kadang, aku perlu perdebatan atau sekadar untuk membuka pikiran agar bisa memahami cara pandang orang ketika melihat sesuatu hal yang sama. Dan, inilah aku, menulis dengan alasan ingin mengutarakan pendapat. Setidaknya, aku tak memendam pendapatku sendirian. Setidaknya, kertas putih masih menampung segala tulisan. Tinggal bagaimana aku memahami berbagai sudut pandang dengan latar belakang orang yang bermacam-macam.

 

8.        Banyak Kata Berserakan

Percaya atau tidak, orang yang gemar menulis akan mendapati banyak kata berserakan di sekitarnya. Entah di pikiran dengan angannya, entah di atas kertas dengan tintanya, entah di media sosialnya. Hanya saja, ada yang mau menyusun dan menyimpannya seapik mungkin, ada juga yang hanya menuliskannya di media sosial sementara; seperti di status WhatsApp yang tidak akan tersimpan lebih dari 24 jam. Sebenarnya, sangat disayangkan jika tidak disimpan dengan apik. Mungkin saja, salah satu dari tulisannya bisa menjadi motivasi untuk orang lain atau untuk dirinya sendiri di kemudian hari. Atau mungkin, tulisannya bisa mewakili perasaan orang lain yang sukar didefinisikan dan diutarakan.

 

9.        Ada Objeknya

Sampai saat ini, aku masih punya alasan untuk menulis. Apalagi kalau ada objeknya. Berbait-bait kalimat dituangkan tanpa campur tangan rasa bosan. Kadang di atas kertas dengan coretan tinta, kadang di balik layar dengan ketikan digital. Menulis dan menceritakannya seakan menjadi hal yang paling menyenangkan. Dengan pikiran yang berkeliaran dan dengan kebahagiaan ataupun kesedihan. Seperti dengan senyuman yang tak tertahankan, ataupun dengan ratapan yang tak mampu disembunyikan. Walau kadang menjadi angan yang tak ingin, menulis adalah salah satu pilihan selain mengungkapkan pada objek yang tak mampu mendengarkan ataupun memahami isi hati.


10.    Orang Terdekat

Kadang, semua orang tidak tahu apa yang sebenarnya kulakukan. Mereka hanya bisa melihat, menilai dan mengkritik sesukanya. Kadang, terasa menyakitkan ketika pertanyaan dilanjut dengan ucapan yang seakan mereka paling benar. Memangnya, jika kujelaskan semua ini, akankah didengarkan? Ataukah dipahami? Atau, akan dimaklumi? Alasan terakhir aku tetap menulis, karena orang-orang terdekatku. Terima kasih atas perhatiannya, penilaiannya dan kritikan yang mungkin tak kalian sadari kalau itu kadang menyakitkan bagiku. Diamku kemarin bukan sepenuhnya membenarkan semua tuduhan. Diamku kemarin, kubuktikan sekarang.

 

Sumedang, 7 Agustus 2020


Tentang Penulis:

Dheisya Adhya; nama pena seorang mahasiswi yang beberapa minggu lagi akan menginjak usia 19 tahun. Entah sejak kapan ia suka menulis, awalnya hanya menulis di sebuah catatan digital, tapi, mulai dari akhir tahun kemarin, tulisan itu sering disusun dengan apik di dokumen pribadinya. Dengan harap tidak hilang seperti...

 Instagram: @dhsyadhya

 

Share:

1 comment :

Design Prokreatif | Instagram Ruang_Nulis