Aku Menulis Maka Aku Ada

Oleh: Agi Julianto Martuah Purba, S.Pd 


Menulis adalah kegiatan yang baru kulakukan sejak satu setengah tahun yang lalu. Saat itu aku mengawali kegiatan menulis dengan paradigma, bahwa manusia seyogyanya harus berbagi. Ilmu yang ditekuni, wawasan yang dimiliki, hingga keresahan yang dimiliki selayaknya dibagikan agar memberi dampak bagi orang lain.

Dengan kesadaranku, aku adalah bagian dari orang-orang yang overthinking, terlalu banyak hal yang dengan sengaja kupikirkan mengenai masa lalu, masa sekarang, dan kemungkinan-kemungkinan di masa depan. Kemudian pada waktu yang tepat, aku dipertemukan dengan orang-orang yang memfasilitasi diriku untuk membagikan overthinking yang kurasakan lewat kegiatan menulis, baik dari segi bahan bacaan, media, dan wawasan.

Ada banyak jalan untuk melakukan perlawanan, dan Menulis adalah salah satunya. Sama seperti Tan Malaka, Pram, dan orang-orang hebat lainnya, aku adalah orang yang memilih kegiatan menulis sebagai jalan perlawanan, khususnya perlawanan terhadap ketidaktahuan dan kebodohanku.

Pasalnya, menulis membutuhkan wawasan, dan wawasan didapatkan dari membaca. Tanpa membaca, seseorang tidak dapat menulis apapun, selain kebohongan. Pemahaman ini juga yang melatarbelakangiku untuk menekuni kegiatan menulis, sehingga aku dapat melawan ketidaktahuan dan kebodohanku, dan sebagai bonusnya aku dapat menciptakan karya tulis dalam bentuk opini, esai, dan jurnal. Dengan menulis, aku juga bisa sampai pada kesadaran, bahwa bakat dan jati diri tidak perlu dicari, namun ditemukan di dalam diri sendiri, ini bisa dilakukan dengan meningkatkan nalar.

Memaksimalkan daya nalar adalah bentuk dari mensyukuri karunia Tuhan, jika ingin membuat daya nalar bekerja secara tertib atau sistematis, maka menulislah. Sering sekali, pemikiranku mengendap dan kusut di dalam kepala dalam jangka waktu yang panjang. Dalam ilmu psikologi, hal seperti ini bisa diselesaikan dengan cara menguraikannya dalam jurnal harian.

Artinya, menulis mampu membuat pemikiran yang kusut dapat diuraikan dengan baik, seperti strategi S-W-O-T (Strengths, Weakness, Opportunities, and Threats) yang sering aku terapkan di kala akan menghadapi sesuatu. Lebih jauh, saat aku ingin menulis naskah opini ataupun esai, aku harus membuat outline dimana pendapat, data, dan kritik mematuhi kohesi dan koherensi dalam tulisan. Secara nyata, itu melatih nalar menjadi tertib.

Pemikiran yang tertib lahir dari kritik kepada diri sendiri. Mungkin banyak pembaca yang menganggap bahwa tulisanku hanya berisi kritik. Namun, sebelum kritik itu dituliskan, ada proses panjang mengkritisi diri sendiri terlebih dulu.

Membaca tulisan sendiri dari sudut pandang orang lain, mencari titik lemah dalam tulisan sendiri, hingga meragukan tulisan sendiri adalah diantaranya. Maka ungkapan "Doubt is origin of wisdom" milik Descartes sepertinya relevan dengan alasanku untuk menulis. Dengan proses itu, perlahan-lahan aku mulai memberikan nyawa pada setiap tulisanku agar lebih dalam, pun tajam. Mengkritisi diri lewat kegiatan menulis membuatku juga bisa mengintropeksi diri sendiri, menakar kemampuan, melayangkan pemikiran, serta membumikan hati.

Dunia masa depan adalah dunia tindakan, oleh sebab itu berkarya adalah jalan paling terpuji ini berkaitan dengan level tertinggi dari ranah kognitif pada Bloom Taxonomy yang direvisi oleh Anderson dan Krathwol, yakni Creating (Mencipta) adalah salah satu alasanku untuk menulis.

Apel harus dibandingkan dengan apel sebagaimana ide pun harus dikritik dengan ide juga. Aku membahasakan ide dalam bentuk tulisan. Banyak dari kita hanya sampai pada level Evaluasi, yakni hanya mampu menilai suatu karya saja. Tapi gagal dalam menciptakannya.

Aku tidak ingin mengurung diriku dalam keterbatasan yang kuciptakan sendiri. Oleh sebab itu, lewat tulisan-tulisanku, aku terus mencoba menciptakan karya sembari terus belajar meningkatkannya. Karena, setiap tulisan yang kutuliskan adalah hasil perundingan batin yang terselesaikan.

Sejak dulu menulis sudah menjadi kegiatan yang menunjang eksistensi, sebagaimana Pramoedya Ananta Toer menyatakan "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian".

Pernyataan Pram diatas adalah alarm keras buatku, karena buku-buku yang telah kubaca dengan mudah adalah karya yang dengan susah dituliskan orang-orang hebat terdahulu. Oleh sebab itu, aku tidak hanya ingin menjadi pembaca tulisan orang lain, aku juga ingin tulisanku dibaca oleh orang lain sebagai bentuk partisipasi memberikan dampak positif bagi sekitar.

Mereka yang menulis abadi dalam huruf-hurufnya, layaknya syair Sapardi Djoko Damono, "Yang Fana Itu Waktu, Kita Abadi".

Untuk mampu menulis, aku sadar bahwa aku harus memperlebar dimensiku. Itu dapat dilakukan dengan mengaktifkan kemampuan beradaptasi dengan pergeseran zaman. Adaptasi adalah hal yang terpenting pada zaman ke zaman, dan menulis adalah bagian dari langkah untuk beradaptasi sesuai dengan gejolak zaman otomatisasi hari ini.

Seorang guruku pernah berkata "Secanggih apapun Artificial Intelligence (AI), ia tidak akan mampu untuk menulis dengan hati". Maka, kita memiliki satu keunggulan untuk beradaptasi dan hidup berdampingan dengan para robot canggih tersebut, yakni menulis.

Keunggulan tersebut jugalah yang menjadi dorongan bagiku untuk terus menulis. Menulis tidaklah selalu mudah, yakni seperti riset-riset, dan menulis juga bukanlah perkara sulit, layaknya jurnal harian dan puisi di kala hujan. Apapun itu, menulis sudah dan akan terus menjadi bagian dari habitusku.

Bagiku, menulis adalah media untuk merefleksikan diri. Di tengah tsunami informasi hari ini, dimana hampir semua informasi dapat diakses melalui internet, aku perlu untuk berhenti sejenak. Menumpahkan apa yang dirasa sudah terlalu penuh di dalam kepala, maupun hati.

Menulis menjadi bagian dari 'Me Time' yang aku jadwalkan untuk memastikan diriku tetap waras dalam era kehidupan yang rentan terhadap Quarter Life Crisis.

Menguraikan pikiran dan perasaan yang terlintas dalam secarik kertas membuat diri lebih baik. Entah mengapa, apa yang rumit di kepala adalah hal yang bisa saja begitu sederhana saat dituliskan dalam beberapa paragraf. Seolah-olah saat menulis, pikiran dan hatiku merdeka.

Hidup yang tidak diuji, adalah hidup yang tidak layak untuk dihidupi – Socrates.

Menulis adalah kegiatan yang aku lakukan untuk menguji diriku dalam dunia literasi, juga sebagai seorang manusia. Untuk menulis, diperlukan konsistensi. Konsistensi lahir dari disiplin. Menguji diri untuk terus disiplin dalam menulis bukanlah perkara yang mudah.

Tidak jarang rasa malas dan jenuh menjadi sebuah pembatas yang besar bagi diriku untuk menulis. Disaat-saat seperti inilah kepribadianku diuji untuk konsisten dalam menulis dan memenuhi target dan standar tulisan yang ingin dicapai. Melalui pengujian ini, aku mampu mengenal diriku lebih dalam lagi dalam aspek literasi maupun pengenalan diriku sendiri sebagai seorang manusia.

Pada hari terakhir #10hariruangnulis ini, alasan terkuatku untuk menulis adalah untuk mengenali diriku. Aku adalah orang yang percaya bahwa setiap orang akan menjadi hebat dan bermanfaat jika mereka  tuntas mengenali dirinya sendiri, sebagaimana Socrates menyatakan "Know Yourself".

Mengingat alasan-alasanku menulis sebelumnya, menulis bisa membawaku untuk mengenal diriku jauh lebih dalam, perihal kurang dan lebihku, goncangan-goncangan batin, membumikan ego, hingga memimpin diri sendiri.

Dunia yang dibanjiri oleh beragam informasi yang tidak relevan hari ini, membuat pengenalan akan diri sendiri menjadi sesuatu yang sangat esensisal, Yuval Noah Harari menyatakan bahwa "kejelasan adalah kekuatan". Maka, lewat menulis aku ingin menjadi kuat melalui pengenalan diri yang jelas.

 

Tentang Penulis:

Saya lahir di Pematang Purba, pada 27 Juli 1997. Saya mulai menempuh pendidikan di kota Kuala Tungkal, Jambi, dan melanjutkan pendidikan tinggi di kota Pematangsiantar, Sumatera Utara. Saat ini, saya adalah seorang guru bahasa inggris di Sekolah Menengah Pertama Swasta Methodist Tanjung Morawa, Sumatera Utara.

 

 

 

Share:

Post a Comment

Design Prokreatif | Instagram Ruang_Nulis