Sebab Aku Menyukainya


Oleh: Tiara Melfaliona Shandy

 

Aku bukan orang berada. Pun tidak kaya. Hanya orang biasa dengan keadaan finansial tidak di atas rata-rata. Namun, aku punya kemampuan merangkai kata. Juga mendefinisikan makna, dan mengalirkan rasa. Maka, kuambil peluang itu saja. Setidaknya, untuk mencukupi kebutuhan semata. Menulis, tidak bisa dipungkiri, menjadi mata pencaharian sebagian besar orang di luar sana. Kegiatan mengaktifkan pikiran dan perasaan ini memang kelihatan tidak terlalu memanja, tetapi tidak pula membuat merana. Bahkan, banyak yang menjadi berpunya karenanya.

Akan tetapi, terkadang, keinginan untuk menghasilkan sesuatu dari menulis ini, membuatku menjadi overthinking. Kebiasaan buruk ini padahal bikin pusing, buat kepala pening dan dahi ringsing. Sering pula tanpa sadar membuatku bergeming. Dia juga menumpulkan pemikiran yang runcing, dan mengakibatkan kreativitas mengering. Namun, entah mengapa terus dilakukan seolah-olah dia penting. Maka, ketika dia sudah belenting, aku menumpahkannya ke dalam tulisan sekeping demi sekeping, agar pikiranku kembali bening, agar otakku sunyi tak bergemerencing, agar aku bisa kembali menggunakan insting. Nyatanya, menulis mampu menaklukkan pikiran yang berbeling.

Oleh karena overthinking yang merajalela, aku menjadi orang yang pelupa. Sifat ini sebenarnya ada pada semua manusia. Datang tiba-tiba, lalu pergi sesukanya, tanpa aba-aba, dan bertindak semena-mena, membuat yang kena jadi salah tingkah, juga salah langkah. Lalu, aku bisa apa? Aku memilih untuk menulis, menuangkan segala sesuatunya bersama tinta. Hal ini karena yang tertulis tak lekang oleh masa, tak pudar dimakan asa, dan tak habis diendapkan rasa. Maka, aku menulis, karena dengannya kubisa melawan alpa.

Setelah berhasil melawan lupa, saatnya untuk menerapkan yang disebut konsistensi. Konsistensi, kata yang tidak asing lagi bagi warga bumi. Diucapkan dan dilafalkan demi pembelaan aksi. Disuarakan pada mereka yang tak punya ketetapan hati. Namun, sulit untuk menerapkan ke diri sendiri. Maka, menulis hadir sebagai teman sejati. Sebagai sarana untuk melatih harmoni. Memaksa raga untuk terus melakukannya setiap hari, sehingga tercipta kebiasaan yang memiliki koherensi. Jadi, aku menulis untuk menumbuhkan konsistensi, agar hidupku berjalan serasi.

Jika sudah konsisten menulis, bukan tidak mungkin hal itu menjadi sebuah hobi. Ya, setiap orang memang punya masing-masing hobi. Sebagian menyukai bernyanyi, menari, berlari, bahkan menyendiri. Sebagian lainnya memilih untuk berkutat dengan jari, memainkan kata-kata dengan hati-hati, memasukkan emosi menjadi kalimat-kalimat penuh arti. Itulah menulis, yang kini banyak digandrungi. Menjadikannya sebagai kegemaran bagi tidak sedikit diri. Bahkan, tidak jarang menganggapnya sebagai investasi, dan juga cara untuk relaksasi. Jadi, aku menyukai hal ini karena dapat mengisi hari-hari, menemaniku dalam sepi, dan melanggengkan eksistensi.

Ada banyak wadah untuk menyalurkan hobi menulis, misalnya melalui surat. Surat, menjadi salah satu media komunikasi terlawas yang pernah ada di ardi. Membuat orang yang tinggal di satu ujung bumi dengan ujung yang lain terkoneksi. Raga memang tak bersua karenanya, tetapi hati pasti terpatri, bahkan saling mengikat janji sehidup semati. Di lain sisi, surat melatihku untuk menulis dengan rapi. Menggunakan bahasa yang jelas dan bahari, agar mudah dipahami, sehingga tidak menimbulkan asumsi. Intinya, menulis bisa mempererat silaturahmi, menambah relasi, dan menjalin korespondensi.

Menulis juga bisa menjadi kegiatan untuk mengenang sejarah. Entah itu peristiwa yang memicu pertumpahan darah, atau kejadian yang memancing amarah, atau hal-hal yang membuat hidup menjadi tak terarah, semuanya diabadikan dalam kalimat-kalimat menggugah. Pun entah itu rentetan alur menawan nan indah, atau kisah-kisah mulia yang mengandung hikmah, atau cerita remeh-temeh tetapi abash, seluruhnya dituang dalam bahasa-bahasa yang cogah. Begitulah menulis untuk mengukir, mengingat, dan merepetisi sejarah.

Dari sejarah, aku tahu bahwa menulis juga sama dengan berbagi. Berbagi berarti peduli. Peduli berarti mencintai. Mencintai berarti meyakini. Ada tulisan-tulisan yang begitu menakjubkan. Beberapa di antaranya sangat menarik, sedangkan yang lain begitu memesona. Kesemuanya itu bertujuan untuk membuat hidup lebih baik. Akan tetapi, ada juga tulisan-tulisan yang membuat orang menangis, bahkan ada yang membuat orang tidak sanggup untuk membacanya. Yang lebih parah, ada yang sampai menjerumuskan orang untuk melakukan pembunuhan. Percaya atau tidak, masih ada jenis-jenis tulisan seperti ini yang beredar di sekitarku. Oleh karena itu, aku sebagai penulis memilih untuk membagikan hal-hal yang baik, yang bermanfaat untuk kehidupan.

Dalam proses membagikan itu, setiap kata dan kalimat bisa dengan indah aku ukir. Setiap perasaan dan emosi bisa dengan mudah hadir. Setiap ide bisa dengan lancar mengalir. Membuat siapa pun yang membacanya berdesir. Semua itu membutuhkan teknik yang tidak amatir. Tidak dilakukan dengan kocar-kacir. Mengandalkan kemampuan berpikir, agar hasilnya baik dan terorganisir. Maka, menulis mampu menajamkan pola pikir.

Selain menajamkan pola pikirku, menulis itu juga menyembuhkan. Menyembuhkan tangis karena perasaan yang tertekan. Menyembuhkan luka karena terlalu banyak harapan. Menyembuhkan perih karena janji-janji manis bertebaran. Menyembuhkan rindu berat yang tak tersampaikan. Menulis itu menyembuhkan. Menyembuhkan pikiran kalut karena cobaan. Menyembuhkan psikis yang rapuh karena hantaman. Menyembuhkan kesadaran karena hilang haluan. Membuat diri yang sendiri kembali berkawan. Menulis itu menyembuhkan, sambil mendekatkan diri pada Tuhan.

 

Padang, 8 Agustus 2020

 

 

Tentang Penulis

Tiara Melfaliona Shandy, biasa dipanggil Tiara. Perempuan kelahiran Sibolga ini mulai menekuni dunia kepenulisan sejak tahun 2018. Sudah ada tiga antologi yang ditulisnya: Our Learning Journey (2019), Perjuangan (2019), dan Dear Mom (2020). Baginya, menulis adalah sarana 'penyembuhan' atas masalah yang muncul di kehidupan sehari-hari. Hubungi dia di Instagram @mellishti.

 

Share:

8 comments :

Design Prokreatif | Instagram Ruang_Nulis