RAKARAKU

Oleh: Arazu-san

Dalam menulis, ada suatu hal yang membuat seorang penulis ingin terus menarikan jemarinya. Apakah itu? Yap. Jawabannya adalah ALASAN. Alasan mengapa ia menulis. Dengan adanya alasan, seorang penulis akan lebih bersemangat dan konsisten untuk menghasilkan karya. Jadi, apakah alasanmu menulis? Berikut, saya akan memaparkan alasan saya menulis hingga menghasilkan istilah "rakaraku", rasa, kata, dan aksaraku.

Saya mulai suka menulis sejak duduk di bangku sekolah dasar. Alasan kenapa menulis saat itu tidak begitu saya ketahui. Yang saya ingat, saya suka menulis, dan itu menulis hal random. Misalnya saja menuliskan kejadian yang saya alami di buku tulis bagian belakang atau bahkan di halaman kosong buku paket.

Beranjak SMP, saya mulai lebih sering menulis. Walau kebanyakan masih hal random. Dan media menulisnya pun bertambah, yakni tembok. Tembok kamar dekat kasur penuh dengan coretan. Alasan menulis saat itu masih samar, mungkin karena kesenangan saja. Saya menuliskan kejadian yang saya alami, puisi, lirik lagu, atau daftar film dan lagu favorit hingga coretan tentang pelajaran.

Di bangku SMA, saya masih suka menulis. Kali ini, lirik lagu yang saya tulis adalah lagu-lagu buatan saya sendiri. Pada saat SMA, perasaan dan pemikiran menjadi lebih peka dan kreatif. Sehingga kejadian yang saya alami bertransformasi menjadi cerita pendek, puisi, bahkan lagu. Alasan saya menulis adalah karena saya ingin mencurahkan perasaan dan pemikiran atas kejadian-kejadian tersebut. Kejadian bahagia, menyedihkan, patah hati, dan lain sebagainya. Tulisan itu saya abadikan di buku tulis dan catatan yang saya gunakan sejak SD.

Masih di bangku SMA, tepatnya saat kelas 2, tulisan yang saya buat tidak hanya saya simpan untuk diri sendiri. Pada saat itu ada tugas pelajaran bahasa Inggris, yakni membuat film pendek. Dari kelompok saya tidak ada yang berkenan membuat ceritanya, akhirnya saya memberanikan diri menerima tugas tersebut. Saat yang lainnya berperan di depan layar, saya justru bekerja di balik layar. Menulis cerita, menyusun skenario sekadarnya, menentukan cast, dan lainnya. Pengalaman menjadi sutradara abal-abal saat itu sangatlah menyenangkan. Alasan saya menulis saat itu supaya kelompok kami memperoleh nilai bagus. Apa yang kami dapatkan cukup memuaskan: nilai bagus dan pengalaman berharga.

Tahun 2015 saya ada di bangku kuliah. Pada tahun inilah saya menulis untuk dipublikasikan kepada khalayak umum. Saat itu, pertama kalinya saya mengenal sebuah aplikasi baca-tulis. Yang awalnya hanya untuk membaca, tetapi lama kelamaan saya tergugah untuk menulis juga. Tulisan yang saya publikasikan sangat apa adanya: tanpa memperhatikan kaidah kepenulisan. Saya menulis karena terpacu agar cerita yang saya buat bisa dibaca orang lain, seperti para penulis di aplikasi tersebut. Pengalaman baru ini membuat saya semangat menulis kala itu.

Setelah mengenal aplikasi baca-tulis, saya jadi lebih sering menulis di sana. Menulis cerita fiksi kebanyakannya. Seiring berjalan waktu, menulis tidak hanya karena ikut-ikutan seperti pada awalnya. Pada tahun 2016 ada event lomba membuat cerita, saya terpacu untuk ikut. Hingga tahun-tahun berikutnya, saya cukup sering mengikuti lomba yang diadakan di aplikasi tersebut. Bahkan, hingga kini, setelah saya mengenal dunia tulis-menulis selain di aplikasi tersebut, saya suka ikut lomba atau challenge menulis. Misalnya saja challenge #10hariruang nulis ini. Saya menulis karena tertantang, meskipun sering tidak menang. Yang terpenting, saya puas karena bisa mengikutinya dan menyelesaikannya.

Semakin dewasa, meskipun saya rasa saya menjalani hidup yang datar-datar saja, tetap saja ada tekanan yang menghimpit hingga membuat saya merasa sesak terjepit. Tentang A, tentang B, dan lain-lainnya. Saat berada di tekanan itulah saya akan mencurahkan isi hati dan pikiran dengan menulis. Saat sedih, marah, sakit, kecewa, lelah, dan apa pun itu yang mengusik, yang tidak dapat saya ungkapkan secara langsung pada orang lain. Dengan menuliskannya, itu sedikit membuat saya lega. Menulis menjadi katarsis dan terapi bagi otak, hati, jiwa, dan pikiran.

Kemudian ada satu tekanan dalam kehidupan yang masih memerangkap saya hingga saat ini. Kebelummampuan saya untuk menghilangkan tekanan itu membuat saya ingin menulis, terlebih sampai mendapatkan pencapaian, juara misalnya. Karena sesuatu yang mengusik pikiran itu berupa "tulisan", jadi saya merasa jika saya belum bisa untuk menyelesaikan hal itu, maka dengan menulis yang lain adalah jalan lain hingga suatu saat saya mampu menuntaskan tekanan tersebut. Katakanlah, menulis sebagai pelarian. Lari dari kenyataan yang seharusnya saya hadapi. Namun saya belum mampu.

Saat menulis di aplikasi baca-tulis, sering kali saya berangan-angan akan ada pembaca yang kemudian menjadi teman. Dengan membaca tulisan orang lain, saya akan tahu bagaimana orang itu. Dan dengan menulis, saya berharap akan ada yang memahami saya atau sekadar bertukar pikiran.

Dengan menulis, saya bisa berbagi pengalaman dan memetik pengalaman dari orang yang membaca cerita saya, misalnya dengan komentar, kritik dan saran dari mereka. Jadi, selain untuk mendapatkan teman, menulis pun bisa menambah pengetahuan.

Dari sekian alasan menulis, kemauan adalah alasan yang paling utama. Saya menulis karena saya mau. Meskipun sudah dejak SD saya suka menulis, tetapi tidak pernah sekali pun terpikir ingin menjadi penulis. Yang saya tahu, saya menikmatinya. Menikmati ketika bisa mengungkapkan pikiran dan perasaan, menaklukkan tantangan, mendapatkan pengalaman, pengetahuan, teman, dan lain-lainnya dalam dunia kepenulisan. Entah sampai kapan jari-jari ini akan menari. Selama saya mau dan menikmatinya, saya akan terus menulis.



Tangerang Selatan, 10 Agustus 2020



Tentang Penulis:
Halo. Salam literasi. Saya Arazu-san, bukan orang Jepang, melainkan orang Tangerang Selatan yang lahir pada 24 Februari. Seorang Piscean yang kebetulan juga suka menulis. Alasan menulis telah saya paparkan di atas. Semoga dapat menghibur dan memberikan hal positif. Terima kasih!
Share:

8 comments :

Design Prokreatif | Instagram Ruang_Nulis