Oleh:Pipit Sri Wahyuni
Ketika diri berazam melakukan sesuatu, maka satu alasan sudah cukup untuk merealisasikan. Namun, ketika hati bersanding dengan problematika suatu hal kadang seribu alasan tidak cukup untuk mengiyakan keinginan tersebut. Demikian juga dengan menulis, satu alasan cukup dapat membuat kita bertahan pada pilihan ini. Menulis, sebuah kegiatan bertumbuh dan berkembang hingga akhirnya berbuah. Pada prosesnya, siapa yang bertanggung jawab? Tentu kita, kitalah yang merawat agar tetap tumbuh subur dan menyejukkan.
Masih teringat jelas
sebuah notif dari aplikasi berwarna hijau masuk ke gawaiku. Gambar yang dikirim masih samar. Aku menikmati
berputarnya gambar yang baru saja kuunduh, sudah hampir terunduh, gagal lagi.
Kutekan sekali lagi seraya berjalan keluar rumah. Maklum, penghuni desa jadi
harus bisa mensiasati sinyal agar terus bersahabat. Akhirnya tersentuh gambar
yang baru saja kuunduh. Terpampang cover antologiku.
[Alhamdulillah..siap
kakak].
Balasku tak kalah
cepat. Untuk pertama kali,
bergabung dengan penulis ketce-ketce menorehkan pena dalam
bentuk tulisan. Beberapa waktu lalu ingin menulis. Ketika kuceritakan hal ini
kepada seorang teman, "Tulislah!" ujar temanku singkat. Sesaat
kemudian, "Iya, tulislah apa yang ingin kamu tuangkan, jangan kebanyakan
mikir," imbuhnya berusaha menyemangati ketika aku bercerita ingin menulis.
"Menulis? Apa yang mau ditulis?" tanyaku ragu. Sebenarnya aku ingin
berpartisipasi dalam dunia literasi. Namun, sayangnya dari sekian banyak buku
yang kusentuh, hanya sebatas penikmat untuk membaca saja. Tahapan literasi tak
sekadar membaca saja, menulis merupakan salah satu tahapan literasi yang
membutuhkan ketrampilan lebih jauh. Lebih dalam membaca, mengurai makna,
memanfaatkan dalam setiap proses agar dapat menemukan hal-hal kebaikan untuk
ditebarkan. Untuk dapat melalui tahapan ini, modal niat besar saja tidak cukup.
Diperlukan segenap semangat dan kemampuan agar dapat mencurahkan pengetahuan,
asa, motivasi, kisah, ide dan gagasan dalam bentuk tulisan. Bagaimana
dengan skill untuk pemula sepertiku? Jelas, masih belum cukup
pengalaman dan pemahaman tentang kepenulisan. Bagaimana bisa menuangkan idea
atau gagasan ke dalam sebuah tulisan? Bingung, tapi keinginan bisa menulis
lebih besar dari sebuah kebingungan dalam diri.
Akhirnya aku menulis.
Menulis apa? Entahlah, pikiran berencana menulis sebuah pengalaman. Tanganku
mulai menari-nari di tuts keyboard. Beberapa kata mulai tereja,
sedikit demi sedikit tersusun menjadi sebuah kalimat. Satu dua kalimat, membuat
senyam-senyum sendiri, membayangkan jalan cerita dari sebuah tulisan. Membaca
sekali lagi beberapa kalimat yang telah kutulis. Ahh, kok kaku ya? sejurus
kemudian, tombol backspace bekerja tanpa dikomando. Aku
merenung, lagi-lagi kata yang kurangkai sedemikian rupa berbeda dengan sebelumnya.
Tapi tunggu dulu, setelah beberapa saat, seperti ada kelegaan menyeruak saat
aksara demi aksara lincah meluncur begitu saja. Ya, menulis meluapkan apa yang
terpendam, menorehkan rangkaian kata untuk menepikan segala rasa. Inilah alasan
pertama kumenulis. Setiap ungkapan hati yang tertulis mewakili segenap rasa.
Tak semua orang mampu mengungkapkan setiap rasa, meluapkan ke setiap kepingan
emosi yang menggelora. Cukuplah kata mampu menyentuh setiap sendi-sendi emosi
kita. Saat diri ini tak mampu melepas beban yang ada maka solusinya adalah
menulis. Menulis akan menemani serta meredam setiap luapan emosi.
Menjadikan terapi diri untuk mengontrol emosi dan membuat hati kembali
berdamai.
"Menulis adalah
suatu cara untuk berbicara, suatu cara untuk berkata, suatu cara untuk menyapa,
suatu cara untuk menyentuh seseorang yang lain entah dimana. Cara itulah
yang bermacam-macam dan di sanalah harga kreativitas ditimbang-timbang"
(Seno Gumira Ajidarma).
Semakin hari, aku
semakin menyadari bahwa menulis itu candu, candu yang mendatangkan kebahagiaan.
Bagaimana semua beban terasa ringan bahkan terlepas saat terukir dalam untaian
aksara. Inilah yang disebut kepuasan batin dan aku begitu menikmatinya.
Ketika menulis adalah
sesederhana keinginan kita. Menuangkan ide sebagai salah satu media belajar,
belajar berbenah, mengupgrade ilmu serta evaluasi diri. Perbedaan
cara pandang dan berpikir yang berbeda membuat hasil menulis pun berbeda.
Bagiku menulis ada serangkaian kegiatan untuk mengoptimalkan diri. Menjemput
impian lewat tulisan. Menata kembali memori-memori yang berserak kemudian
menjadikannya sebuah karya. Tak mudah merekam segala sesuatu tentang informasi
atau pengetahuan. Seringkali kita lalai mengenangnya kembali. Apalagi jika
terlalu banyak informasi yang kita himpun. Saat seperti itu, tulisan akan
mewadahi setiap ruang informasi kita. Biarkan tulisan mengikat iformasi yang
kita dapatkan sehingga informasi tidak menguap begitu saja. Ada jejak yang
harus dilalui lagi, bukan hanya sekadar penanda saja. Dia adalah mengingat,
pemanggil memori yang telah jauh di lubuk ruang memori. Masih ingat sebuah
ungkapan motivasi yang familiar
"Satu peluru hanya bisa menembus satu
kepala, tapi satu tulisan dapat menembus ribuan bahkan jutaan kepala."
(Sayyid-Quthb)
Menulis itu mengikat
jejak pemahaman, jika ingin belajar maka ikatlah ilmu dengan menulis. Akal
sebagai karuniaNya begitu agung menampung sedemikian banyak data-data.
Menulislah dengan hati, begitulah yang sering terucap. Sesuatu yang dilakukan
dengan hati akan melahirkan karya paripurna. Jadi mengubah pola pikir adalah
sasaran utama mengubah dunia karena pikiran inilah yang akan mempengaruhi
setiap sendi kehidupan.
Menulis dengan
keyakinan bahwa apa yang kita tuliskan memberikan manfaat kepada yang lain
walaupun disadari keberadaan diri ini bagaikan butiran debu. Tak apalah menjadi
butiran debu, asalkan berharga. Bagaimana bisa begitu berharga? Ada kalanya dia
sangat berharga, ketika dibutuhkan untuk mengusap wajah dan tangan seseorang
yang tayamum. Debu yang memberikan kebermanfaatan dengan mensucikan seseorang.
Bukankan itu sebuat kebaikan tak terkira? Saat kita mengukir pena, tak sekadar
mengumpulkan aksara kemudian mengeja menjadi kata dan kalimat yang bernilai.
Namun, bagaimana tulisan itu dapat menebar manfaat serta kebaikan di
balik itu sehingga membuka ladang pahala buat kita. Menikmati setiap potret
kehidupan membuat kita terikat dalam beragam rasa. Setiap rasa memiliki porsi
masing-masing untuk tumbuh dan berkembang. Ada kalanya rasa itu mengaduk-aduk
hati, melaju bagai roller coaster setiap saat. Menulis
merupakan salah satu cara sederhana untuk mengungkapkan dan menjaga setiap rasa
agar tetap dalam koridor. Bagaimana kita mengelola diri agar tetap bahagia
dengan terapi menulis.
Saat belajar sains,
tentunya masih ingat peristiwa resonansi. Ya peristiwa ikut bergetarnya suatu
benda karena getaran benda lain jika berfrekuensi sama. Ya syarat utama
ternyata frekuensi sama. Bagaimana jika frekuensinya berbeda, tentu tak akan
terjadi resonansi. Ketika orang lain memberikan sinyal positif maka kita akan
menangkap sinyal positif itu asalkan sinyal dan frekuensi kita sama. Ketika
menulis akan bertemu dengan orang yang memiliki frekuensi sama. Beresonansi
menggetarkan ruang hati untuk berupaya menebar kebermanfaatan dan kebaikan.
Sesuangguhnya kebermanfaatan dan kebaikan itu auto kembali ke
kita. Mencoba menanamkan rasa percaya pada diri bahwa aku mampu, mampu dan
mampu maka Allah akan memampukan kita melewati fase ini.
Jombang, 9 Agustus 2020
Pipit Sri Wahyuni, seorang newbie yang mencoba mengembangkan diri dengan menulis. Bahagia dan bersyukur bisa menulis, berikutnya akan terus belajar konsisten dalam menulis. Salam literasi.
Bisa mampir ke instagram @pipit.sriwahyuni.1
semangat kak...
ReplyDeleteHebat, setengah kesibukan yg seaman gak Ada habisnya. Masih produktif. Semangat mbak piiit
ReplyDeletePencitraan🤭
DeleteHebat, setengah kesibukan yg seaman gak Ada habisnya. Masih produktif. Semangat mbak piiit
ReplyDeleteSemangat terus kak nulisnya
ReplyDeleteSiap
DeleteNtab kak... Bagus karyanya... Mangattss ya kak... Request judul boleh gak kak:v
ReplyDeleteSiap..boleh..
DeleteWaaahhhh, semangat mbak pit...kita sama sama newbie 🥰
ReplyDeleteSiap
DeleteBagus kak.
ReplyDeletehttp://artikel.ruangnulis.net/2020/08/menulis-sejarah-di-catatan-perjalananku.html
Siap
Delete