Menulis dan Aku

Oleh: Santi Konanjaya

 

 

Ruang terang selalu menyisakan sisi gelap, karena cahaya yang terhalang, atau bayangmu yang ada di dalam.

Begitupun hidup, selalu menyisakan cerita yang tak terungkap, Tanya yang tak terjawab, peristiwa yang berlalu karena dianggap biasa.

Itu yang memanggilku menulis.

Coretan puisi saat di bangku sekolah adalah babak awal cintaku pada guratan pena.

Menyadari bahwa tak semua cerita dapat kusingkap dengan kata, tak semua rasa hati dapat kuungkap dengan bahasa.

Tulisan menjadi satu mediaku berbicara, tulisan menjadi wadahku berteriak, melepas jiwa liar yang rindu letupan dan luapan.

"Writing is healing".

Menulis adalah terapi, imajinasi dan oksigen untuk jiwaku.

Bagaimana denganmu?


Lalu, apa lagi alasan aku menulis?

 

  

  

Bagiku, menulis adalah berbagi.

Ketika tangan tak cukup panjang untuk meraih, ketika keterbatasan menjadi kendala untuk memberi, ketika rindu tak mampu terobati, menulis menjadi satu cara untuk berbagi.

Dari tulisan, kau bisa memberi. Entah itu ilmu, pengalaman, inspirasi, kekuatan, atau bahkan bagaimana bertahan dalam kesesakan.

Lewat tulisan, kau bisa menjadi terang yang menyinari lubuk hati yang kelam.

Lewat tulisan, kau bisa menjadi air yang menyejukkan jiwa yang dahaga akan kedamaian, dari tulisan juga kau bisa menjadi embun yang mendinginkan pagi.

Menulis adalah pelukan untukmu yang disana.

 

Menulis adalah juga membaca.

Seseorang pernah berkata, "membaca akan membawamu berkelana saat dirimu terdiam di tempat".

Membaca memperkaya kata, melahirkan ungkapan, juga pengetahuan.

Membaca menyuguhkan ide, imajinasi dan gambaran akan sebuah kejadian.

Membaca adalah belajar untuk menulis.

Aku selalu haus akan membaca, buku menjadi teman disetiap perjalananku, berbekal secarik kertas dan pena, kuikuti jejak langkah sang penulis, karya yang menggugah jiwa petualangku.

Membaca menjadi guru untukku, membuka mata hatiku akan arti sebuah tulisan.

Kau mampu menulis karena kau membaca, kau sanggup mengangkat sebuah topik karena kau membaca.

Kau mampu berbicara lewat guratan pena karena kau membaca.

Membaca akan memandu arah tulisanmu.

 

 

Menulis adalah menterjemah gambar dalam kata.

Pernahkah kau menatap hamparan yang terlalu indah untuk diabaikan, bahkan hanya dengan sebuah kamera?

Dia seolah ingin berbicara tentang dunianya.

Aku sering merasakannya, dia bercerita dalam banyak kata dan bahasa.

Menulis bagiku adalah mengubah gambar menjadi sebuah cuplikan.

Gambar diatas contohnya,

Daun berguguran pertanda musim berganti,

Matahari masih setia menemani, meski dingin tak juga pergi,

Hijau rumput masih hadir, pertanda bumi memelihara diri,

Menelusuri jalan yang membawa kesejukan hati,

Gedung-gedung tinggi menjadi latar sebuah kota yang tak pernah mati.

Rindu yang kutinggalkan disini, rindu juga yang akan membawaku kembali, suatu hari nanti.

 

Masih adakah alasan aku menulis?

 

Menulis adalah refleksi diri.

Memutar ulang perjalanan hidup yang telah dilewati, melihat kembali setiap adegan yang pernah terjadi. Betul, tak selalu hadir tawa, seringkali sarat luka dan airmata. Namun karena itu, saat ini aku masih berdiri.

Menulis adalah refleksi diri, mengapa?

Karena ketika kau membaca sebuah buku, kau seolah mengenal si pencipta buku, kau memateraikan karakter sang penulis lewat untaian kata-katanya, kau juga menyibak hidup penulis lewat bahasanya. Kau seakan masuk dalam hidup sang penulis.

Itu sebabnya menulis adalah refleksi diri.

Belajar dari hidup yang dilalui, memaknai sebuah perjalanan manusia menemukan jati diri.

Menulis adalah cermin dibalik kata, serupa meski tak selalu sama.

 

Lalu, apalagi alasanku menulis?

 

Menulis adalah komitmen.

Melakukan satu hal secara intens dan konsisten.

Komitmen hanya dapat terbangun oleh diri sendiri, tak ada yang dapat menggoyahkan sebuah tekad.

Menulis bagiku adalah sebuah keputusan.

Keputusan untuk mengenalkan diri pada sebuah komitmen.

Komitmen memang tak selalu menghadirkan rasa nyaman, seringkali terbentur dan terbentur lagi, tapi itu yang membuatku terbentuk.

Karena pada hakekatnya, sangat mudah diri kita masuk dalam sebuah kenyamanan, tapi betapa sulitnya mengeluarkan kenyamanan dari dalam diri kita.

Satu buku aku rampungkan beberapa tahun yang lalu.

Jika saja saat itu aku tak berjuang mempertahankan sebuah komitmen, buku itu tak akan pernah ada.

 


Untukku, menulis juga adalah sebentuk doa.

Pernahkah kau merasa menutup mata dan melipat tangan belum cukup melepas sesak di dada?

Pernahkah kau merasa menundukkan kepala belum mampu mengurangi beban raga?

Ketika tak banyak telinga siap mendengar, riuh dunia tak dapat kau redakan, kala tak seorangpun mengingatmu, atau sekedar bertanya kabarmu, saat kau merasa terabaikan dan terlupakan, menulis menjadi doa dalam guratan pena.

Untuk semua yang tak tergapai, untuk asa yang semakin berlari dan tanya yang tak bertemu arti.

Menulis adalah ucapan terima kasih, untuk semua cinta yang Dia beri, untuk setiap tarikan nafas yang masih disini.

Menulis menjadi doa yang tertuang dalam kata.

 

Ada lagikah alasan aku menulis?

 

  

Menulis adalah mencintai ketidaksempurnaan.

Siapa bilang kepercayaandiri hanya milik para orang tua yang sarat asam garam kehidupan? Siapa bilang kesempurnaan adalah milik mereka yang sudah berpuluhtahun mengecap keseharian?

Ketidaksempurnaan adalah milik semua insan, ketidaksempurnaan adalah kodrat yang bernyawa, sekental darah dan kedagingan.

Menulis adalah menguak titik lemahku dalam menuang kata.

Aku terlahir dengan guratan yang jauh dari sempurna, menulis dalam sebuah buku menjadi sebuah siksaan, seolah aku tak pernah mengecap pelajaran menulis indah.

Namun, menulis mengajarkanku bagaimana mencintai ketidaksempurnaan, keberanian melakukan perubahan, kebulatan tekad untuk terus belajar.

Aku tak ingin menyerah pada "apa adanya", karena Tuhan tak menciptakanku ala kadarnya.

 

Kemudian,

sempat terlintaskah dalam pikiran, apa yang akan kau wariskan pada anak cucumu kelak?

Menulis adalah juga sebuah warisan.

Sekeping cinta untukmu saat aku tak lagi disini.

Hidup adalah hak hakiki Sang Kuasa.

Ketika raga menuju titik akhir, ketika mulut kehilangan fungsi, ketika waktu semakin sempit dan usia usai bergulir.

Mungkin tak banyak yang mengenangmu, perlahan waktu akan melupakanmu, bayang wajahmu semakin menjauh, semua tentangmu hanya akan menjadi sebuah ruang bisu.

Menulis adalah jejak abadi yang kau tinggalkan, menulis adalah memahat hidup pada dinding hati sang pembaca, menulis adalah tanda bahwa kau pernah hadir, pernah punya narasi, pernah berbagi dan memberi.

Menulis adalah warisan, melintasi batas dan masa, merangkum setiap mimpi dan asa.

 

Yang terakhir tapi tidak berakhir, mengapa aku menulis?

 

Menulis adalah membangun komunitas.

Sepuluh hari bersama Ruang Nulis, membedah "alasan aku menulis" adalah membentangkan jemari membuka komunikasi.

Ternyata, perkenalan tak harus berangkat dari jabat tangan, keakraban tak wajib hadir dari pertemuan, dan ternyata jalinan pertemanan tak selalu datang dari duduk bersama.

Menulis adalah menjalin komunitas, bercerita lewat tulisan, membangun kebersamaan, dan menjadikanmu teman, saudara, dan handai taulan.

Tulisan di hari kesepuluh ini kupersembahkan,

Untuk Ruang Nulis, terima kasih telah mewadahi kreatifitas dan tulisanku.

Untuk kalian para penulis hebat yang sudah bersamaku selama sepuluh hari, terima kasih.

Tetap teruslah berkarya, kita akan selalu bertemu dalam setiap guratan pena dan kata, kita akan selalu menyapa lewat tulisan.

 

 

 

Surabaya, 7 Agustus 2020

 

 

Tentang Penulis:

Aku mencintai seni dan apapun yang dilakukan secara manual.

Buatku, keindahan hasil karya tangan tak pernah bisa digantikan.

Aku menjahit, menyulam, mengerjakan beberapa kerajinan tangan.

Tapi cinta pertamaku adalah menulis.

Aku sudah merampungkan satu buku non-fiksi tentang sebuah perjuangan hidup seorang perempuan.

Semoga satu hari nanti aku dapat mebuat buku yang lain.

Share:

10 comments :

  1. Bagus Kak, terus semangat berkarya😊
    Mampir juga yu ke tulisan saya☺

    ReplyDelete
  2. Masya Allah karyanya bagus sekali kak.
    Jangan segan mampir ke karyaku juga ya kak.
    KUJEMPUT CINTA BERSAMA TULISAN oleh Rohimatul Karimah
    Salam literasi kak :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih Rima 😍 aku mampir ke ruang nulismu ya πŸ€—πŸ˜

      Delete
  3. Semoga terus semangat menulis kak Santi! So beautiful ❤️

    ReplyDelete
  4. Semangat kak
    Kunjungi juga ya kak Artikel Antara Aku,Kata, dan RasaπŸ€— Terima kasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih ya πŸ€— semangat terus berkarya. Pasti aku mampir & berkomentar ya 😍

      Delete
  5. 😭😭😭 setiap kata bagus sekali.. ada yang buat tersenyum ada yang buat air mata terkumpul diujung mata

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nat sayang ❤ Thank you for your beautiful thoughts ❤😍

      Delete

Design Prokreatif | Instagram Ruang_Nulis