Mengapa Harus Menulis?
Oleh: Alya Tsurayya Mumtaz
Di antara miliaran pekerjaan, kesibukan, aktivitas, kegiatan, hobi, mengapa pilihannya harus jatuh pada menulis? Apa yang membuat menulis menjadi begitu spesial? Mengapa menulis menjadi sesuatu yang istimewa? Jika kalian butuh alasan, penjelasan, tentang mengapa harus menulis, mungkin sepuluh alasan ini akan bermanfaat.
Mengapa harus menulis? Pertama, karena menulis membantu untuk menumpahkan perasaan. Saat itu, saya ingat betul. Ketika saya benar-benar di ujung kekuatan yang tersisa. Menahan sesak, sedih, dan luka di dalam hati. Ketika tidak ada yang peduli. Ketika semua orang tidak ada yang tertarik mendengarkan. Dia muncul seolah benda ajaib, benda magis.
Tangan ini membukanya, mengguratkan seluruh rasa di sana. Dan dia tidak mengeluh, protes, atau pergi. Dia justru takzim menyimak tiap hurufnya. Dia tidak berkomentar, hanya diam dan selalu hadir. Tapi anehnya, dia bisa membuat hati saya lebih lega.
Kedua, menambah banyak teman. Percaya atau tidak, menulis selalu mendatangkan banyak teman. Dari mana? Sederhana. Lihatlah, dengan mengikuti sebuah event menulis misalnya. Berapa banyak orang yang juga mengikuti event yang sama? Berapa total jumlah pesertanya? Apakah puluhan, atau jangan-jangan ratusan jumlahnya? Maka, merekalah teman-teman kita.
Kita memiliki banyak kesamaan, sama-sama suka menulis. Atau bahkan punya alasan yang sama tentang kenapa menulis. Maka, secara tidak langsung, menulis membuat kita bertemu dengan teman-teman hebat. Teman-teman mengaggumkan yang juga suka menulis. Jika hari ini kita sudah punya ratusan teman menulis, mungkin besok lusa kita akan punya jutaan teman hebat yang suka menulis.
Selain memiliki banyak teman, menulis juga dapat menjadi hobi yang bermakna. Dulu, saat senang-senangnya membuka sosial media, saya pernah terpikirkan hal ini: Berapa jam sehari kita berhadapan dengan sosial media? Entah untuk mengirim pesan, mengupdate status, atau hanya berkomentar di postingan seseorang.
Perhatikan, berapa banyak kata yang pernah saya tulis setiap harinya dan sudah berapa lama saya memiliki akun tersebut? Bagaimana jika seluruh tulisan, seluruh caption, update status, dan komentar tersebut dikumpulkan. Mungkin itu akan menjadi sebuah buku yang menarik. Saya tertegun. Bukankah saya bisa mengubah hobi itu menjadi sesuatu yang bermakna? Sejak saat itu hobi saya bukan lagi membuka sosmed, melainkan menulis.
Setelah menulis menjadi hobi, secara tidak langsung kita akan mendapatkan dampak positif. Salah satunya adalah menambah wawasan. Lagi-lagi, ada banyak manfaat yang bisa kita dapatkan dari menulis. Dengan menulis sesuatu biasanya kita membutuhkan informasi. Meski hanya sepotong, hanya satu-dua kalimat, atau bahkan sebuah kata, bagi penulis sebuah informasi itu selalu penting. Maka secara tidak langsung, sejatinya kita juga sedang menambah wawasan di dalam kepala.
Inilah salah satu alasan mengapa saya menulis. Karena dengan menulis akan banyak pengetahuan, informasi, dan wawasan yang didapatkan dengan cara-cara yang unik sekaligus menyenangkan. Menulis tidak ada ruginya, bukan?
Lantas berikutnya. Salah satu alasan mengapa saya menulis adalah agar dapat membanggakan orangtua. Di dunia ini, siapa yang tidak ingin membanggakan orangtua? Bahkan mungkin, seorang anak kecil kadang ingin membuat orangtuanya bangga. Melakukan hal-hal hebat yang tidak pernah diduga orang tuanya. Kenapa saya menulis? Mungkin alasannya akan sama dengan anak kecil ini, saya hanya ingin membanggakan orang tua. Bukan untuk membuktikan apapun. Namun, jika ditanya apakah saya sudah membanggakan orangtua dengan menulis, saya tidak tahu jawabannya. Tetapi tidak mengapa, saya akan tetap dan terus menulis karena ada banyak sekali sesuatu yang saya dapatkan dari menulis.
Alasan menulis selanjutnya yang tidak kalah mengaggumkan adalah melatih komitmen kita. Menulis adalah salah satu cara terbaik melatih komitmen. Saya ingat, seseorang pernah berkata, "semua orang selalu bisa memutuskan untuk menjadi pemain. Tapi hanya orang-orang yang konsisten dalam komitmennya yang akan menjadi orang pertama di garis finish."
Lihatlah, sudah berapa lama kita menulis selama ini. Tulisan yang baik, bagus, bermakna, itu memang penting. Tapi sejatinya, yang terpenting adalah konsistensi kita dalam menuliskannya. Dan hobi menulis memaksa kita untuk mewujudkan hal itu. Pikirkanlah, jika penulis-penulis senior yang buku-bukunya selalu kita lihat di toko buku itu tidak melatih komitmennya. Apakah kita bisa melihat buku-buku mereka hari ini, atau lima hingga sepuluh tahun ke depan?
Lantas saya menyadari bahwa bagian terpenting dari hobi ini adalah komitmennya. Janji untuk terus menulis hingga kapanpun. Karena menulis juga butuh konsistensi, komitmen yang kuat. Maka, semoga kita selalu konsisten, memegang komitmen menulis hingga berpuluh-puluh tahun ke depan.
Alasan berikutnya adalah untuk menghibur orang lain. Baiklah, mari kita bermain teka-teki: Sebuah bus membawa 20 penumpang di halte pertama. Di halte kedua naik 5 dan turun 3 penumpang. Di halte berikutnya, naik 2 dan turun 7 penumpang. Lantas di halte terakhir turun 10 dan naik 9 penumpang. Maka pertanyaannya: siapa nama sopir bus tersebut?
Bagaimana? Lelucon ini klasik sekali, bukan? Entah siapa yang membuatnya pertama kali, tetapi yang jelas, dengan terus disampaikan, dituliskan, maka lelucon ini akan terus menghibur generasi selanjutnya. Sederhana sekali kelihatannya, tapi tetap bisa menghibur. Bukankah menyenangkan rasanya ketika seseorang tertawa karena gurauan dalam cerita kita?
Selain menghibur, tulisan kita juga dapat menciptakan sesuatu yang mengaggumkan. Apa itu? Keabadian. Sebagian besar dari kita pasti mengenal Pramoedya Ananta Toer, Buya Hamka, atau Chairil Anwar. Padahal apakah kita tinggal bersama mereka? Apakah kita pernah berpapasan, bertemu, atau bercakap-cakap dengan mereka? Tidak. Lantas bagaimana mungkin kita bisa seolah-olah amat mengenal mereka?
Jawabannya hanya satu: Karena mereka menulis. Mereka meninggalkan karya indah yang dibaca banyak orang, satu-duanya bahkan difilmkan. Mereka abadi bersama dengan tulisannya. Abadi dalam definisi yang berbeda. Maka inilah salah satu alasan saya menulis. Ingin meninggalkan sebuah karya indah yang mengukir keabadian. Menulislah, maka kau akan abadi.
Tulisan kita juga dapat menginspirasi. Ada banyak sekali hal-hal kecil yang dapat memberikan kita inspirasi. Salah satunya melalu tulisan. Karena meskipun hanya berupa kata-kata yang diuntai sedemikian rupa, tapi tanpa kita sadari mungkin tulisan kita menginspirasi orang lain. Ada banyak penulis-penulis luar biasa yang menginspirasi banyak orang melalui tulisannya yang sederhana.
Tidak terbayangkan bagaimana rangkaian kata dapat membuat perubahan yang positif pada banyak orang. Tidak terbayangkan jika tulisan kita bisa membuat seseorang berhenti berbuat jahat, berhenti merusak. Atau tulisan kita juga dapat menggerakkan seseorang untuk berbuat kebaikan. Maka meninspirasi juga menjadi salah satu alasan saya menulis. Semoga kita selalu dapat menginspirasi banyak orang melalui tulisan-tulisan kita.
Terakhir, sebagai penutup, lagi-lagi pertanyaannya masih sama. Mengapa harus menulis? Maka alasan utamanya adalah agar bermanfaat. Alasan yang paling melekat di dalam hati adalah bermanfaat. Bermanfaat itu merangkum seluruh alasan-alasan sebelumnya. Sungguh, menulis itu bermanfaat, menjadi inspirasi orang lain, mengguratkan keabadian, menghibur banyak orang.
Percayalah, menulis itu amat bermanfaat, melatih komitmen kita, membanggakan orangtua kita, menambah wawasan, pengetahuan dalam kepala. Lagi-lagi, menulis itu bermanfaat, menjadi hobi yang bermakna, mendatangkan banyak teman keren, dan wadah untuk menumpahkan perasaan. Menulis, tulisan, dan penulis yang bermanfaat, itulah sejatinya hakikat dari seluruh perjalanan ini. Kebermanfaatan, menebar benih-benih kebaikan.
Dulu, Nabi Muhammad Saw pernah berkata: "sebaik-baik manusia ialah yang bermanfaat bagi manusia lainnya."
Baiklah, selamat menulis.
Tentang Penulis:
Alya Tsurayya Mumtaz, lahir di Jakarta. Hobi menulisnya sudah tumbuh sejak lama. Meski hingga kini orangtuanya tidak mendukung, tidak mengapa, ia akan tetap suka menulis. Semoga besok lusa ia bisa menjadi penulis yang bermanfaat.
Post a Comment