Banyak alasan mengapa seseorang menulis. Pun juga aku, inilah alasanku mengapa aku terus menulis dan mencintai dunia kepenulisan
1. Menuang gagasan
Suatu ketika dalam sebuah rapat, aku merasa ruang bicaraku begitu terbatas. Banyak gagasan berlompatan dalam otak, berjejalan ingin keluar tapi tak mendapat kesempatan. Gelisah, resah kubawa ke rumah membuat mataku susah terpejam. Kutuang secangkir kopi pahit lalu duduk didepan komputer usang disudut ruangan. Jariku mulai menyentuh tuts keyboard merangkai kata menuangkan isi pikiran. Ajaib, aku merasa begitu lega setelahnya. Maka bagiku, menulis adalah menuangkan gagasan. Meringankan kerja otakku dan membuatku bisa lelap dengan bahagia
2. Tuntutan profesi
Aku adalah seorang Guru, bagiku mengajar itu seni. Seni berbicara dan menulis. Apalagi dimusim pembelajaran daring seperti sekarang. Guru diminta untuk tak banyak bicara tapi lebih banyak menulis. Tidak semua sekolah siap dengan sarana dan prasarana canggih dalam pembelajaran online. Dimana guru dan murid bisa bertatap muka melalui aplikasi video call yang memerlukan banyak kuota internet. Bagi sekolah pinggiran tak mudah melakukan itu, yang penting materi pelajaran tersampaikan kepada siswa melalui komunikasi tekstual yang tak menyedot banyak kuota. Sebagai guru disekolah pinggiran, bagiku menulis adalah seni menyampaikan materi kepada siswa terutama dalam pembelajaran online saat musim pandemi ini. Sebuah tuntutan profesi yang aku cintai.
3. Mematri kenangan
Suatu sore yang ceria kulihat anak-anakku sedang tertawa-tawa didepan laptop ayahnya. Aku penasaran, saat kudekati ternyata kakak beradik itu sedang membaca kumpulan tulisan di blog gratisan milikku. Tulisan receh emaknya tentang kelucuan mereka saat masih balita, perjalanan liburan keluarga, menang lomba atau momen istimewa lain saat anak-anak masih kecil. Kenangan indah tak terlupakan, kata si sulung. Hari itu aku sadar, bahwa menulis adalah mematri kenangan. Itulah alasanku terus menulis hingga hari ini.
4. Sarana dakwah dan pengingat diri saat futur melanda
Ayahku, seorang muballigh. Beliau rajin sekali menulis materi khutbahnya di sebuah buku. Saat kami memiliki seperangkat komputer beliau sering memintaku untuk mengetik. Aku senang, sebab saat dapat giliran kultum aku nggak bingung lagi, pakai materi Ayahku. Hehe. Berawal dari menjadi juru tulis Ayah itulah, aku menjadi rajin merangkum materi-materi kajian yang kuikuti. Jadi sekarang kalau kultum atau menulis buletin dakwah sudah punya banyak materi. Saat iman menurun atau semangat ibadah melemah tulisan-tulisan itu menjadi salah satu pembangkitnya. Semacam suntikan dana ditanggal tua, haha. Maka alasanku terus menulis hingga hari ini adalah sebagai sarana dakwah dan pengingat diri saat futur melanda
5. Menambah Relasi
Jaman aku remaja, disebuah majalah ada rubrik asik bagi peminat korespondensi, namanya sahabat pena. Berkenalan dengan sahabat pena, menceritakan kegiatan sehari hari atau hobi. Pulang sekolah mampir kantor pos untuk membeli perangko dan mengirim surat. Menunggu balasan surat dari sahabat pena itu rasanya deg deg an kayak mau dilamar, haha. Asik dan seru
Sampai sekarang, aku masih merasakan betapa minatku dalam dunia tulis menulis memperluas lingkaran pertemananku. Dari relasi itu aku banyak belajar dan mendewasakan proses berpikir. Maka dari itu, insya allah aku akan terus menulis.
6. Mengikat ilmu
Qodarullah, selain dianugerahi banyak kelebihan manusia juga memiliki banyak kekurangan. Salah satunya adalah daya ingat yang lemah dan terbatas.
Manusia adalah makhluk pembelajar, sepanjang hayatnya tak boleh berhenti belajar. Dalam mempelajari ilmu manusia dianjurkan untuk mencatat agar tak mudah lupa. Sebagaimana dikatakan Imam Syafii, ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat. Termasuk kebodohan jika engkau memburu kijang lalu kau biarkan terlepas begitu saja. Maka alasanku terus menulis adalah agar ilmu yang kudapat dibidang apapun tidak menguap begitu saja. Sebab dengan menulis akan mudah bagiku mempelajarinya kembali.
7. Mengingatkan diri sendiri
Aku pernah mengikuti diklat jurnalistik untuk santri putri se indonesia. Salah seorang mentor mengatakan bahwa sebagai penulis pemula awalilah niat menulis untuk diri sendiri
Kata beliau, ketika seseorang menulis dari apa yang ia rasakan dan alami, sejatinya itu merupakan bagian dari upaya untuk mengingatkan diri sendiri. Itulah, salah satu alasan kenapa aku terus menulis.
8. Memupus rindu
Keluargaku unik. Kami yang hanya empat orang ini, berada di beberapa kota berbeda. Ayah anak-anak alias suamiku di kota A, si sulung di kota B dan sementara ini si bungsu masih bersamaku di kota C. Dua tahun lagi insya allah diapun akan sekolah dikota yang berbeda, sebut saja kota D. Kami biasa janjian bertemu di hotel X, berangkat dari kota masing-masing. Asik, seru dan kami B aja menjalaninya, meskipun sering tiba-tiba sangat rindu entah pada si Ayah atau kakak Fikri. Nah, pas baper melanda itu selain telponan aku sering menulis puisi dan cerita atau curahan hati di buku harianku. Siapa tahu suatu hari dibuatkan film sama indosiar, haha. Setelah kelar menulis, berkuranglah baperku. Maka dari itu alasanku menulis adalah untuk memupus rindu
9. Menjaga kewarasan
Semakin hari tuntutan pekerjaan semakin berat. Jam kerja juga semakin panjang. Sebagai manusia terikat tentu butuh saluran untuk menjaga kewarasan
Ke salon, shopping atau ngopi bareng teman mungkin menjadi solusi. Tapi semua itu butuh duit dan waktu khusus, ya kan. Lah kalau stress stressnya pas tanggal tua terus deadline laporan tak memungkinkan nyalon berjam jam atau ngopi santai gimana dong?. Biasanya kalau situasi tak memungkinkan seperti itu, aku menulis. Itu akan menjadi healing therapy dari tekanan yang melanda. Inilah salah satu alasan aku menulis, untuk menjaga kewarasanku
10. Menebar kebaikan
Seorang muslim diperintahkan untuk selalu berbuat baik. Kita tak pernah tahu, dari perbuatan baik mana (yang pernah kita lakukan) yang akan menuntun kita menuju surga
Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menebar kebaikan dimuka bumi, salah satunya adalah dengan menulis. Tulisan yang baik dan bermanfaat
Jika setiap anak dilahirkan beserta takdirnya, demikian pula sebuah karya. Maka insya allah akan kupinta takdir baik untuk setiap karya yang kuhasilkan dengan aku terus menulis, untuk menebar kebaikan.
BIOGRAFI : Novie Anggriani, seorang sarjana psikologi. Menjadi guru bukan cita-cita masa mudanya. Setelah menikah dan mengikuti dinas suami di daerah Tumpang Malang, mengajar anak-anak tetangga sekitar rumah. Awalnya hanya dua anak, kakak beradik, lama-lama menjadi sekitar duapuluh anak yang belajar bersamanya. Gratis tanpa dipungut bayaran. Disitulah ia menemukan sebuah passion mendidik. Maka ketika suami pindah tugas ke Kediri, ia memutuskan untuk mengabdikan diri sebagai guru hingga sekarang. Bagi Ibu dua anak ini, sekolah adalah tempat yang menyenangkan dan ladang pahala yang tak bertepi.
Alhamdulillah,,blog e ganti disni. Lanjut Ciint
ReplyDeleteHatur nuhun beb
DeleteBagus sekali, semangat bu Novie 🥰
ReplyDeleteTrins ya cantik
DeleteSo sweet ide tulisannya
ReplyDeleteTerima kasih yaa
DeleteAku taunya; future artine masa depan.. Lah kalau futur melanda, maksude apa yo...
ReplyDelete��
Hihi...
futur adalah rasa malas, menunda, lambat setelah bersemangat, tidak bergairah dalam kebaikan." (Al futur, maddzohir asbab ilaj, Hal. 22).
DeleteHehe... thanks krisnnya nanti diperbaiki. Noted
Tulisanmu selalu menginspirsi.... Semangat kk... ����
ReplyDeleteSyukron ukhtiii
Delete