Oleh: Afika Khairunnisa
Berikut langkah-langkah perjuangan menapaki jalan setapak yang curam, bahkan mengarungi laut lepas hingga dipertemukan dengan ketetapan hati yang membuatku mantap untuk menulis rasa merajut mimpi.
Langkah Pertama,
seketika berbunyi gemerincing bel membuyarkan lamunanku, ternyata seseorang memencet tanda merah perjalanan, "Mengapa kamu harus menulis?" Seolah-olah bel itu terus menerus mempertanyakan tanpa lelah didepan telingaku. Ah, mungkin inilah saatnya aku harus membongkar itu semua. Maka dengan lantang dan tegas kukatakan "karena ini komitmenku". Tetiba semua hening, namun masih tampak mata-mata misterius yang menanti kelanjutan.
Langkah Kedua,
bel peringatan kembali menggema ba'da pergantian langkah dan hari. "Selanjutnya alasan apa lagi sampai beneran ngebet banget buat nulis?" Kali ini aku mulai tenang, dengan mantap kukatakan "karena ini demi cinta". Tulisan-tulisan yang kubuat selalu kutitipkan secerceh harapan untuk ummah. seperti aku yang mulai tersadarkan lewat tulisan seseorang yang bahkan tak kukenal rupanya. Aku yakin itu pasti tulisannya dari cinta. Hehe.. karena jika dari cinta akan terasa cintanya. maka beranjak dari itu aku yakin sekali bahwa satu peluru hanya mampu menembus satu kepala, namun satu tulisan nyatanya mampu menembus banyak kepala. Maka menulislah demi cinta untuk mengajak pada kebaikan.
Langkah Ketiga,
Derap kakiku terhenti sejenak. Alasan selanjutnya mengapa kumenulis: hmm... itu karena aku bukan anak Seorang Raja ataupun Bangsawan. Sebab yang kutahu jika anak raja, anak bangsawan, pastilah sudah banyak sumbangsihnya untuk orang banyak dengan kedermawanan tentunya bukan? Maka aku yang bukan anak raja dan bukan anak bangsawan juga ingin bersumbangsih besar kepada ummat. Salah satu qoute Rene Descartes 'Co gito ergo sum' yakni: "aku berpikir maka aku ada" maka artinya adalah bagaimana seseorang akan dianggap ada jika mereka berpikir. Lantas tidak sampai di situ saja, hasil pemikiran itupun harus diikat dengan tulisan. Hal ini bisa dikategorikan sebagai sumbangsih sesuatu yang bermanfaat terhadap banyak orang. Seorang ulama besar Imam Al- Ghazali juga mengatakan "Kalau kau bukan anak raja, dan kau bukan anak seorang ulama besar, maka jadilah penulis". Ya, aku ingin menjadi penulis yang mampu mengikat hati pembacanya tanpa melihat title bahwa aku bukan anak Seorang Raja ataupun Bangsawan"
Langkah Keempat,
Masih sinyalir yang sama, yaitu terkait alasan kumenulis. Kali ini aku akan jawab sembari istirahat sebentar dikegelapan malam. Humm...aku menulis karena panggilan hidup. Hehe, sungguh ini mempunyai makna yang sangat tinggi, karena tujuan menulis bukan mencari ketenaran, mencari uang atau urusan duniawi semata, melainkan lebih mengarah ke alam spiritual, yaitu menulis demi berjuang untuk kebaikan umat manusia. Beginilah panggilan hidup itu. Jika sudah sampai pada level ini, maka menulis menjadi pekerjaan yang menyenangkan karena dilakukan dengan hati yang ikhlas dan penuh cinta kata orang-orang. Ya! Tulisan yang dipersembahkan untuk banyak orang. Aku mau seperti itu dan mencapai level itu. Dan sebagaimana hadits berikut ini yang menjadi peganganku "Sebaik-baik manusia di antara kamu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain." (HR. Bukhari)
Langkah Kelima,
Diseparoh langkah perjuangan ditengah gema takbir pengorbanan penuh berkah akan aku lnjutkan perjuangan ini. Alasan selanjutnya mengapa aku menulis, yaitu agar aku mampu meningkatkan cara berfikir yang kritis dan logis. Sebab aku tau aku adalah manusia simple yang tak mau dibebankan dengan pemikiran-pemikiran apapun yang menyusahkan aku. Toh aku maunya itu hidup tenang, jadi manusia santuy alias malas berfikir. Hingga pada akhirnya aku sadar, untuk apa aku diciptakan jadi manusia jika tak mau berfikir, maunya santai kayak di pantai bahkan tak mampu berfikir kritis dan logis? humm... menyedihkan bukan? Apa bedanya dengan hewan yang dibantai itu jika begitu? Huu miris. Untuk itu aku banting setir sehingga menjadi penyebab diriku harus menulis. Menulis untuk bisa berfikir kritis, begitulah kira-kira.
Langkah Keenam,
adalah alasan keenam yang harus aku utarakan mengapa aku menulis, dan alasan keenam itu adalah pengharapanku untuk bisa menumpuk amal jariah dari kegiatan menulis. Amal jariah berarti perbuatan baik yang mendatangkan pahala bagi yang melakukannya, meskipun ia telah berada di alam akhirat. Pahala dari amal perbuatan tersebut terus mengalir kepadanya selama orang yang hidup mengikuti atau memanfaatkan hasil amal perbuatannya ketika di dunia. Luar biasa bukan? Semoga aku bisa menghasilkan tulisan yang membawaku pada kebahagiaan di akhirat kelak
Langkah ketujuh,
Tanpa basa-basi lagi akan kutunjukan bahwa alasan aku menulis adalah untuk Peradaban Emas Islam. Peradaban Emas Islam sejatinya tidak terlepas dari budaya ilmiah "membaca, meneliti, menulis dan berdiskusi''. Jika budaya itu hilang, pantaslah umat Islam menjadi Terbelakang begitulah kata Ade Suyitno dalam bukunya.
Langkah Kedelapan,
Itu berarti alasan ke-8 mengapa aku harus menulis. Jawabannya untuk mempermudah ku mengungkapkan rasa. Rasa memang tak pernah bohong, hihi. Untuk itu dengan menulislah aku bisa tumpahkan semua rasa itu tanpa disekat-sekat ruang dan waktu.
Langkah Kesembilan,
Mengapa aku harus menulis? karena aku akan "mati". Mati dalam artian meninggalkan dunia untuk selama-lamanya tanpa bisa kembali lagi. Sudahlah hadir didunia ini tanpa membawa apa-apa, lantas bagaimana mungkin tak meninggalkan apa-apa untuk kenangan di dunia? sesuatu yang baik tentunya yang harus ditinggalkan. Menulis misalnya. Dengan menulis insyaAllah sipenulis akan tetap hidup meski jasad sudah tak lagi dikandung badan. Selama tulisan yang dibuat berisi kebaikan dan mampu membangunkan siapa saja, maka ia akan menjadi amal kebaikan yang akan mampu menjadi teman abadi di dunia sana. Sebab di akhirat sana kita bakalan tak punya siapa-siapa lagi. Maka "Tulislah sesuatu yang mampu membahagiakanmu di akhirat kelak" [Ali Bin Abi Thalib]
Langkah Kesepuluh,
Saatnya mengubah dunia dengan menulis!. Ya, inilah puncak alasan dari segala alasan yang aku utarakan selama 10 hari berturut-turut. Dengan menulis, kita dapat merubah dunia. Benarkah demikian? mari kubocorkan sedikit, berikut segelintir penulis dan tulisan yang nyatanya benar-benar mampu mengubah wajah dunia. Voltaire dan Thomas Paine: Mengkritisi kemapanan status quo. 'Pena lebih tajam daripada pedang', Demikian kata Voltaire. Sang pujangga besar Perancis itu melontarkan quotasi tersebut, ketika Perancis masih berada dibawah cengkaraman ancienne regime atau masih dibawah sistim Kerajaan yang dikuasai oleh Dinasti Bourbon. Voltaire menulis, supaya idealismenya mengenai demokrasi dapat terealisir. Tulisan-tulisan Voltaire, seperti 'ingenue, zadig, dan Lettres philosophiques sur les Anglais telah berhasil menginspirasi generasi-generasi yang datang setelah dia. Tokoh-tokoh yang terinspirasi tulisan Voltaire tersebut, yaitu D'Anton, Marat, dan Robespierre, akhirnya menjadi tokoh sentral yang berperan dalam Revolusi Perancis pada 14 Juli 1789, yang berhasil menumbangkan Dinasti Bourbon. Akhirnya, Perancis menjadi republik.
Nah, bukan berarti aku mengidolakan mereka. Namun ada 1 point yang aku tangkap, bahwa menulis mampu merubah dunia dan menggerakan banyak massa.
Ayo tunggu apa lagi? Mereka sudah buktikan. Saatnya merubah dunia dengan menulis! Sebab dunia saat ini sedang tidak baik-baik saja.
Tingkatkan lagi semangat dan kretivitas menulis
ReplyDeleteMasyaAllah...siap. terimaksih mba' 😊
DeleteMasha Allah.. semangat dan terus berkarya dalam menulis
ReplyDeleteBismillah... siaap 😊 terimakasih 🙏
DeleteSemangat ya untuk terus berkarya
ReplyDeleteBismillah...siap. terimaksih mba' 😇
Delete