Alasan Butiran Pasir Menulis



Oleh : Chintia Nur Khasanah


Assalamu'alaikum. Ohayou gozaimasu (ucapan selamat pagi dalam bahasa Jepang). Izinkan saya selaku butiran pasir membagikan alasan saya untuk tetap menulis. Semoga kalian berkenan untuk membacanya dengan harap kalian dapat terinspirasi dari cerita saya ini, hehe. Ah iya, sebelumnya saya ingin memberi tahu mengapa judul setiap alasan yang saya buat mengapa mengggunakan Bahasa Jepang? Kenapa bukan Bahasa Indonesia, atau Bahasa Inggris saja? Sebenarnya tidak ada alasan spesifik, saya hanya ingin terlihat berbeda (duh, narsis banget. Plak!). Oke, silakan disimak~


Alasan menulis saya yang pertama berjudul 

Tanoshikoto (Hal yang menyenangkan). 


Yah, melakukan hal yang tidak disukai, akan menjadi keterpaksaan. Jadi untuk apa menulis jika itu terpaksa? Selama ini, hanya itu yang saya yakini. Lakukan hal yang sangat kau sukai, membuatmu nyaman, kemudian menjadi kebiasaan, setelah itu menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Saya menulis hanya karena alasan sederhana ini, yaitu menyenangkan. Hati dan pikiran menyatu, saya bisa fokus ke dalamnya, menuangkan semua yang saya pikirkan ke dalam tulisan saya.  Selanjutnya, saya berharap dapat mengubah dunia dengan tulisan saya.


Chikai (Dekat). 


Alasan kedua saya merasa menulis membuat saya merasa dekat. Dekat dengan apa? Menulis membuat saya membuka mata, menatap sekitar, merenungi, kemudian pencurahan. Saya menjadi lebih memahami diri saya sendiri. Mungkin ini sedikit aneh, tetapi, yah seperti inilah yang saya rasakan, merasa dekat dengan dunia, dekat dengan keingintahuan, dekat dengan analisis, dekat dengan penghayatan, dan pemahaman. Semakin saya dekat, semakin saya sulit terlepas. Seakan, saya  dihisap ke dalam gravitasi dunia kepenulisan. Bagaikan besi dan magnet yang berbeda kutub, saling menarik satu sama lain untuk selalu berdekatan.


Pittosupotto (Tempat Mengadu)


Menulis menjadi tempat pengaduan yang terbaik kedua setelah mengadu kepada Allah dan orang tua. Saya bukanlah tipe pemendam, tetapi terkadang ada suatu hal yang tidak bisa saya adukan kepada orang tua saya, yang kemudian saya tuangkan ke dalam tulisan, bisa dibilang diari. Mengadu seluruh kekusutan yang ada di pikiran, itu bagaikan mengangkat sembilu  yang selama ini tertumpuk di dasar hati dan pikiran. Seperti menangis sejadi-jadinya. Saya tidak ingin orang tua saya merasa sedih terhadap saya. Tetapi tentu saja, jika saya tidak lagi bisa menampung semuanya sendirian, barulah saya menangis dipelukan orang yang saya sayangi.


(Omoide O Kyapucha) Mengabadikan Kenangan. 


Ingatan di otak terkadang akan mudah dilupakan, sama halnya seperti mimpi. Tetapi tidak secepat atau serumit mimpi. Oleh karena itu, saya ingin mengabadikan ingatan saya, sama halnya dengan mengambil foto untuk dijadikan kenang-kenangan. Saya ingin mengingat kejadian, tempat, teman, atau perasaan yang sedang saya rasakan, hari ini. Agar suatu hari, perasaan itu, ingatan itu, kenangan itu, akan terus ada. Sampai kapan pun, di mana pun saya ingin mengingatnya, saya bisa membacanya lagi, lagi, dan lagi. Saya juga, tentu ingin meninggalkan kenangan, atau ingatan tentang saya pada dunia ini. (Well, entah kenapa terdengar seperti wasiat yah?)


No O Togu (Mengasah Otak) 


Bukan hal yang aneh lagi, jika orang cenderung lebih mengingat sesuatu ketika hal tersebut ditulis atau dicatat. Otak secara tidak sadar, akan mengingat apa yang ditulis, dari pada yang didengar, sehingga menulis dapat menjauhkan kita dari proses alami yang dialami oleh tubuh, yaitu lupa. Selain itu, menulis membuat kita lebih terbiasa untuk berpikir logis dan sistematis. Mungkin karena saya adalah pencinta cerita misteri, membuat saya lebih suka berpikir logis daripada irasional. Kemudian dapat mengembangkan kosa kata, ini sangat membantu dalam kehidupan sosial, maupun dalam lingkungan intelek (biar enggak malu-maluin).


Ii Tomodachi ga Iru (Punya Teman Baik) 


Awal saya menekuni dunia tulis yaitu pada  akhir Desember 2019. Kemudian saya diajak masuk ke dalam grup kepenulisan oleh seorang senior yang sudah sangat lama menggeluti dunia tulis. Berkat beliaulah, saya menjadi tertarik dengan dunia tulis, dan berkecimpung dalam dunia sastra. Kesan pertama ketika masuk grup kepenulisan adalah anggotanya ramah. Tidak ada perbedaan antara pemula dan senior. Meski saya baru menggeluti dunia tulis, mereka tidak akan merendahkan, maupun berusaha mengurui. Teman-teman penulis akan menerima keluhan, maupun masukan dengan senang hati. Saya merasa bersyukur karena dapat berteman dan belajar bersama mereka.


Sekai O Kaeru  (Mengubah Dunia). 


Hari ini medsos menjadi alat atau media propaganda yang paling ramai digunakan oleh seluruh kalangan masyarakat. HOAX bertebaran karena oknum yang tidak bertanggung jawab sangat gemar menebarkan bibit-bibit kebohongan dan berita palsu. Oleh karena itu, saya berharap dengan saya menekuni dunia tulis, saya bisa menyampaikan kebaikan dan kebenaran dari apa yang saya tulis, serta dapat saya buktikan kebenarannya. Mengapa mengubah dunia? Pertama menulis sesuai fakta. Tulisan itu kemudian dibaca oleh seseorang atau beberapa orang, selanjutnya mengubah pola pikir (berpengaruh).

Berpengaruh = Memberikan Perubahan.

Perubahan jutaan orang = mengubah peradaban (dunia).

Kenapa harus menulis? Karena sudah waktunya kita membuat perbaikan.

Sumber : tendimurti


Sagyo (Berkarya).


Sedari awal saya ingin menjadikan ini sebagai alasan pertama, tetapi saya urungkan karena berpikir untuk mengisahkannya secara perlahan. Saya berpikir untuk dapat menuliskan sebuah cerita yang di mana buku itu murni tulisan saya. Jauh dari layak atau tidaknya, tetapi saya berjanji akan menuangkan seluruh kemampuan saya padanya. Intinya saya memiliki buku sendiri! sebuah novel dengan nama saya tercetak rapi di depannya, dengan cerita yang membuat para pembaca menjadi tergila-gila dan membacanya pada one sitting. Oleh karena itu, saya harus lebih bersemangat lagi menulis, dan memerbanyak referensi membaca. Tidak ada alasan bagi saya untuk tidak mewujudkannya!


Nareru (Terbiasa).


Membiasakan diri. Saya pernah berpikir bahwa 175 kata adalah kalimat yang sangat banyak, untuk merangkai cerita kontemplasi. Membuat saya hampir menyerah, karena keterbatasan saya dalam merangkai kalimat. Saya sempat heran kepada seorang teman yang mampu mengerjakan 175 kata dalam waktu 30 menit, sementara saya, masih terpaku di depan layar yang terlihat putih dan polos. "Tulis aja, nanti kamu bakal terbiasa." Kalimat itu membuat saya tersadar. Benar, saya harus rajin menulis, agar saya terbiasa. Sehingga ratusan bahkan ribuan kata tidak lagi masuk dalam daftar keluhan hidup. Untuk itulah saya menjadikan kata 'terbiasa' sebagai alasan saya menulis.


Kotei-tekina Eikyo (Berdampak Positif).


Sebenarnya masih banyak alasan yang ingin saya tuliskan, tetapi saya akan merangkumnya, karena tidak mungkin menuliskannya satu persatu. Alasan utama saya menulis sebenarnya, karena saya mendapatkan banyak dukungan dan lingkungan yang baik. Mulai dari orang tua, teman, senior, dosen, dan masih banyak lagi.  Membuat saya berpikir, mengapa saya harus bermalas-malasan dan menjauhi dunia tulis?

Kemudian, menulis memberi dampak positif bagi saya, mulai dari rajin membaca (yah, meski hanya sebatas novel, hehe),  lumayan dapat mengatur waktu (masih dalam masa percobaan),  peduli (dalam artian, tidak seapatis dulu ketika diberikan tugas atau hal yang merepotkan lainnya), kemudian lebih menghargai pendapat orang lain.

Sekian dari saya, semoga bermanfaat, hehe. Sangat menginspirasi, bukan? Sayang kalian semua, dan take care semuanya.

 

Tentang penulis :

Chintia Nur Khasanah hanya sosok gadis biasa penyuka buku (novel doang sih, hehe). Penulis amatiran yang masih memerlukan bimbingan dari senior kepenulisan maupun dampingan hidup (ngenes amat).  Tidak sejomlo yang anda kira. Ingin lebih menyelami dunia kepenulisan, rajin menulis sampai nanti bisa berdampingan dengannya (apaan sih, Plak!). Ig : @cin_ukaea_

 

 

 

Share:

11 comments :

Design Prokreatif | Instagram Ruang_Nulis