Di Balik Kataku



Oleh: Siti Aminah




Siapa saja yang menulis tentu punya keinginan untuk menyampaikan pesan lewat tulisannya. Di setiap kata yang ia tuliskan tentu ada alasan-alasan yang mendorongnya untuk menulis. Begitu juga dengan diriku yang memutuskan untuk mengikuti tantangan menulis 10 hari dari Ruang Nulis di tahun 2020 ini. Ada berbagai alasan yang menjadi motivasiku untuk menulis.


Dalam bidang kepenulisan, aku termasuk 'pendatang baru' yang mencoba menyeriusi skill menulis. Jika Pramoedya Ananta Toer mengatakan, 'Menulis adalah bekerja untuk keabadian', bagiku menulis adalah cara mengungkapkan dan mengabadikan apa yang ada di benak.


Aku menulis karena kupikir menulis adalah cara terbaik bagiku untuk mengungkapkan segala hal yang terlintas dalam benakku. Seringkali ide, pertanyaan, bahkan pikiran-pikiran yang menyertai perasaan muncul tiba-tiba dalam benakku. Sayang sekali kan kalau yang muncul itu bagus, baik, tapi tidak teraktuskan karena muncul sepintas saja lalu lupa. Sayang juga kalau pertanyaan muncul tanpa ada jawaban. Padahal, kesuksesan dan ilmu pengetahuan itu berawal dari rasa ingin tahu, bukan?


Aku menulis karena aku bukan tipe orang yang suka bercerita secara lisan tanpa ditanya. Ya, sesungguhnya aku orang yang pasif dalam hal komunikasi. Tidak jarang orang menilaiku sebagai pendengar yang baik, meskipun ya ndak juga sebenarnya hehe. Aku tipe orang pengamat dan pemikir. Cenderung merenungi apa yang aku dan orang lain alami karena ternyata refleksku adalah ingin belajar dan menambah pengetahuan. Bagiku pengalaman memberikan pengetahuan untuk pembelajaran ke depan. Aku menulis untuk mengabadikan pengetahuan yang aku dapatkan dari pengalaman hidupku dan orang lain agar berguna sebagai pembelajaran kelak di masa yang akan datang.


Aku menulis juga karena kebiasaan. Aku punya kebiasaan yang terus aku lakukan sampai sekarang. Aku terbiasa mencorat-coret buku tulis, diary, binder, atau notes dengan tulisan apapun yang ingin aku tulis saat itu. Entah kapan kebiasaan ini bermula, dari SD mungkin. Baru-baru ini aja aku sadari ternyata sudah banyak sekali buku tulis dan kawan-kawannya yang telah kupakai menulis, meskipun hari ini zamannya sudah serba digital. Lebih suka aja gitu corat-coret di kertas. Setiap mau keluar rumah (tapi bukan keluar ke pasar atau njajan yang hanya butuh waktu menitan lho, ya), bolpoin dan buku tulis atau minimal bolpoin dan notes selalu ada di tasku.

Apa yang kutulis biasanya? Banyak. Yang paling sering aku tulis, sih, agenda. Hampir setiap hari kubuka buku agendaku yang di situ juga banyak jenis tulisan lainnya. Aku tulis apa aja yang mau aku lakukan di setiap tanggal yang tertera di buku. Kemudian, aku centang, deh, kalau sudah terealisasi. Jika ada yang terlewat belum terealisasi, aku beri tanda tebal supaya aku ngeh kalau ada agenda yang masih harus dikerjakan dan menargetnya untuk kulakukan di hari lain. Puas gitu kalau melihat tulisan planku penuh dengan tanda centang. Begitulah kebiasaan menulisku yang bermanfaat untuk diri sendiri agar merasa puas, bersyukur, dan bisa evaluatif juga.


Jika kuingat-ingat, dari remaja hingga sekarang, tulisan yang banyak dalam catatan harianku itu berupa mimpi-mimpi, evaluasi diri, dan motivasi. Saat kuliah, aku suka menulis hal-hal berkesan yang terjadi pada diriku di diary digitalku, laptop hehe. Hanya saja tulisanku saat itu mengalir saja, tak kupikir sistematikanya, menarik atau tidaknya karena aku hanya ingin meluapkan apa yang ada di pikiran dan perasaanku.


Selain kebiasaan, aku menulis memang untuk mengingat dan tulisanku bisa jadi pengingat. Menulis itu proses memvisualisasikan konsep yang masih di pikiran. Dengan menulis, apa yang ada di pikiran bisa lebih terjelaskan dan tersimpan berupa tulisan. Tulisan bisa jadi pengingat di kala aku lupa. Jika kebenaran dan kebaikan yang aku tulis, maka ia akan terus mengingatkan aku untuk konsisten dengan apa yang pernah kutuliskan. Yang itu berarti aku pun konsisten dengan kebenaran dan kebaikan yang pernah ada di pikiranku.


Aku akan malu pada diriku sendiri jika perilaku tak sesuai dengan apa yang kutuliskan. Akan lebih malu lagi jika tetap tak sesuai padahal tulisan telah kuterbitkan dan dibaca banyak orang.


Aku adalah tipe orang yang suka sekali belajar, menambah pengetahuan dan ilmu baru. Namun, sayangnya aku bukan orang yang sedari awal memiliki hobi membaca buku. Padahal, buku lah jendela dunia yang memuat banyak ilmu dan wawasan seisi dunia. Buku lah referensi ilmu yang memberikan fakta kebenaran yang lebih teruji dibanding selainnya.


Sebagaimana yang pernah dikatakan Ali bin Abi Tholib, 'Ikatlah ilmu dengan menulis', jika aku menjadikan diriku sebagai penulis, aku akan mengharuskan diri untuk lebih sering membaca dan berpikir. Karena itulah aku memilih untuk banyak menulis terutama tulisan nonfiksi untuk buku atau artikel, tidak lain supaya aku juga terdorong untuk lebih banyak membaca buku :)


Aku menulis untuk jadi lebih maju, karena menulis merupakan bagian dari literasi. Berdasarkan penjelasan dari UNESCO, literasi adalah seperangkat keterampilan nyata -khususnya keterampilan kognitif membaca dan menulis- yang terlepas dari konteks di mana keterampilan itu diperoleh dan dari siapa memperolehnya. Kemampuan literasi dapat memberdayakan dan meningkatkan kualitas individu, keluarga, dan masyarakat. Hal ini karena literasi bersifat multiple effect atau dapat memberikan efek untuk ranah yang sangat luas. Kemampuan literasi mampu membantu memberantas kemiskinan, mengurangi kematian anak, menjamin pembangunan berkelanjutan, dan mewujudkan perdamaian. Buta huruf, bagaimanapun, adalah hambatan untuk kualitas hidup yang lebih baik.


Aku menulis sebagai bentuk kepedulian. Berdasarkan data dari Kemendikbud 2019, Indeks Aktivitas Literasi Membaca (Alibaca) di Indonesia masih tergolong rendah. Dinilai dari tingkat provinsi pun, belum ada provinsi yang memiliki Indeks Alibaca yang tinggi. Yang ada malah satu provinsi tergolong sangat rendah. Karena itulah aku menulis, selain bermanfaat untuk diri sendiri, aku juga bisa ikut menyuarakan semangat literasi untuk hidup Indonesia yang lebih baik. Aku berharap tulisanku bisa menjawab masalah dan menarik minat baca masyarakat Indonesia.


            Dalam agamaku juga diperintahkan untuk membaca dan menulis. Sebagaimana ayat di bawah ini:

 "Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,"

"Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam."

"Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya."

(QS. Al Alaq: 3-5)


Karena itu pula aku termotivasi untuk menulis. Selain membaca, Tuhan juga memerintahkan manusia untuk menulis. Tuhan sendiri yang menyatakan bahwa Ia mengajarkan manusia dengan perantaraan qalam. Qalam yang bermakna baca tulis dan berarti pena dalam bahasa Arab. Itu artinya pena adalah teknologi untuk mengabadikan apa yang telah dibaca agar pengetahuan yang didapat semakin kita ingat dan diwariskan ke generasi berikutnya agar tercipta peradaban yang lebih baik lagi.


Terakhir, bahasa dan analisis, dua kemampuan dasar yang aku miliki dan bisa aku upgrade untuk jadi skill optimal. Refleksku yang pemikir dan memperhatikan tata bahasa penulisan, pribadi yang bukan tipe active speaker dan lebih nyaman pasif jika tidak ada kebutuhan, mendorongku untuk menjadikan kegiatan menulis sebagai bidang yang harus aku tekuni.


Lewat bidang kepenulisan ini, aku pun punya impian. Impian yang pernah kutuliskan dalam rencana hidupku saat di bangku kuliah. Impian untuk menghasilkan karya tulis atau hasil penelitian yang aplikatif untuk memecahkan masalah sosial.


Terasa berat memang, tinggi sekali sepertinya, IYA. Tapi aku harus MENCOBA dan merasakan seberapa berat impian itu.


Share:

2 comments :

Design Prokreatif | Instagram Ruang_Nulis