Oleh: Anjar Novi
Menulis, salah satu bagian dari dunia literasi yang kini sedang membuatku tertarik. Alasan yang membuat jari-jemariku menari cantik di atas keyboard laptop demi merangkai kata-kata manis. Menyambung kalimat-kalimat retoris menjadi suguhan yang nikmat dan dinamis. Ah, aku memang mulai menyukainya. Dunia yang dapat kuciptakan dengan tawa atau terkadang dengan kecewa. Rasa yang tak dapat kuungkapkan lewat suara terekam indah lewat balutan kata.
Aku mulai menyukainya. Media penghibur yang menjaga kewarasanku saat terjaga. Memupuk semangatku yang seringkali goyah karena bosan yang melanda. Alasan sederhana yang kemudian mengantarkanku menemukan alasan-alasan lainnya. Kini aku memiliki alasan yang patut untuk kuperjuangkan dalam setiap doa.
Mengapa aku menulis? Apa alasan yang mendasarinya?
Alasanku menulis sejujurnya sederhana. Aku awalnya hanya mencoba mencari kegiatan baru di sela-sela waktu yang terlampau luang. Aku tak memiliki pekerjaan setelah memutuskan untuk berumahtangga. Perubahan kondisi drastis yang kualami membuat diri ini seakan jatuh ke dalam kubangan derita. Derita yang tercipta karena hadirnya pikiran-pikiran berisik yang memenuhi kepala. Overthinking mengerogoti kewarasanku tiap detiknya. Membuatku sering hilang kendali karena sampah-sampah emosi yang sebelumnya terpendam mencuat ke permukaan.
Mbak Nurindah menyelamatkanku lewat tulisannya. Beliau memberikan kesempatan kepadaku untuk menyelesaikan keresahan diri lewat kata-kata. Membimbing serta mewadahi kami untuk menumpahkan semua yang mengganjal lewat bait-bait rasa.
Pengalaman pertamaku menulis meninggalkan kesan yang luar biasa. Aku menemukan kesenangan baru, sebuah kegiatan yang membawaku pada perasaan nyaman. Iya, rasa nyaman ini menjadi alasan pertama mengapa aku mulai menulis. Aku menemukan dunia luas di balik imajinasi yang sedang berputar-putar dalam kepala. Sungguh menyenangkan dapat menciptakan dunia sesuai keinginan kita. Bagiku, menulis menjadi media yang tepat untuk mengeluarkan pikiran-pikiran buruk tentang kehidupan.
Menulis membawaku pada ketenangan yang aku dambakan. Pikiran-pikiran negatif itu mulai jarang datang, sebab otakku menjadi lebih sibuk mencari inspirasi untuk rangkaian kata yang akan aku tuliskan.
Semangatku seringkali tiba-tiba membara kala rangkaian kata yang kuciptakan dibaca oleh orang lain. Aku menjadi sangat bahagia ketika naskahku mendapatkan feedback dari editor kala mengikuti sebuah proyek antologi. Meski terkadang harus merevisi apa yang kutulis, aku senang. Ternyata ada orang yang mau membaca tulisanku. Membuat kepercayaan diriku yang rendah mulai merangkak naik dengan mudahnya.
Mendapatkan apresiasi menjadi kesenangan yang tak terduga. Membayangkan tulisanku dibaca oleh mereka-mereka di luar sana membuatku terpacu untuk terus berbenah. Aku tak ingin menyuguhkan tulisan dengan kualitas yang asal-asalan. Hal ini mendorongku untuk menambah pengetahuan yang sebelumnya tak pernah kuperhatikan. Menuntutku untuk terus belajar dan memperbaiki kesalahan.
Iya, alasan kedua yang kutemukan lewat menulis. Aku harus banyak belajar. Menulis bukan hal sembarangan, butuh ilmu serta pengetahuan yang memadai agar maksud tulisan sampai kepada para penikmat aksara. Lewat menulis, aku mulai terpacu untuk banyak membaca dan bertanya. Meskipun segala hal tentang kepenulisan semuanya kudapatkan tanpa bertatap muka.
Menulis membuatku terus mencari dan mengupgrade diri. Mengikuti kelas-kelas kepenulisan serta event menulis membuatku sadar bahwa wawasanku tak seberapa. Hal ini semakin membuatku bersemangat untuk menggali potensi diri yang sampai detik ini tak kuketahui. Sungguh, aku tak tahu akan sampai sejauh ini. Lewat kata, aku menemukan pengalaman berharga.
Alasan menulisku selanjutnya adalah keinginan diri agar bermanfaat bagi orang lain. Alasan ketiga ini didasari oleh manfaat yang kuperoleh dari membaca. Apa kalian ingat tentang alasan awal diriku menulis? Iya, aku terselamatkan dari tumpukan emosi negatif yang memenuhi dada sebab membaca tulisan seseorang. Kalimat demi kalimat yang aku baca seakan menamparku berkali-kali, membuatku tersadar akan realita yang harusnya kuhadapi bukan untuk kuratapi.
Kekuatan sebuah tulisan dapat merubah peradaban. Berlebihan? Kurasa tidak. Sebab hanya dari sebuah kalimat cara pandang seseorang bisa berubah untuk selamanya. Words have power. Aku ingin menggunakan kekuatan tulisan itu untuk menginspirasi. Menjadikannya jariyah sebagai penolong diri suatu saat nanti.
Kemudian, menulis menyadarkanku bahwa sebuah keahlian bisa didapatkan dari latihan yang konsisten. Aku sering menemui pernyataan saat mengikuti kelas kepenulisan bahwa menulis bukanlah bakat. Tulisan-tulisan hebat di luar sana lahir dari para penulis yang tidak berhenti untuk terus berlatih, berproses, serta mengedepankan praktek. Mereka menjadikan aktivitas menulis sebagai sebuah kebiasaan yang tak lepas dari keseharian.
Menciptakan kegiatan yang dapat melatih konsistensi diri menjadi alasan keempat yang mendasariku untuk terus menulis. Aku ingin merubah kebiasaan membuang-buang waktu agar menjadi kegiatan yang bermanfaat. Membuatku menyusun kembali target-target waktu sebagai bentuk pengendalian yang tepat. Bagiku, menulis menuntut diri untuk menjaga sikap konsisten yang masih sering kabur-kaburan.
Kebiasaan baru lain yang ingin aku ciptakan lewat kegiatan menulis adalah meningkatkan kepercayaan diri. Aku pernah menyebutkan bahwa lewat tulisan rasa percaya diriku naik secara perlahan. Sebab menulis menolongku untuk mengekspresikan diri. Marah, sedih, kecewa, senang, bahagia, sekarang semua itu dapat kuekspresikan lewat kata. Aku tak perlu lagi menghindari atau mengabaikannya.
Lewat rangkaian kata kutemukan diriku di dalamnya. Lewat rangkaian kata kuberanikan diri melangkah keluar dari tempurung tempatku berlindung sejak lama. Lewat rangkaian kata aku memupuk rasa percaya. Lewat rangkaian kata pula aku menemukan alasan-alasan lainnya.
Asal kalian tahu, aku memiliki kecenderungan kepribadian introver. Salah satu sebab yang menjadikanku sulit menyampaikan apa yang sedang kupikirkan atau apa yang sedang kurasakan. Overthinking yang pernah kusebutkan sebelumnya merupakan akibat yang muncul karena aku tak bisa mengekspresikan diri dengan baik. Aku menyukai kesendirian dan kesunyian. Namun, terkadang emosi yang tak dapat kuekspresikan menenggelamkan pikiranku dalam kehampaan.
Sejak dulu aku berusaha menjaga kewarasan lewat coretan warna-warni yang kusukai dan pastinya kusimpan untuk dinikmati sendiri. Lalu entah sejak kapan ribuan kata itu menyusup mengamankan tempat di hati. Memberiku kesempatan menyampaikan ekspresi dengan lebih detail tanpa melukai. Kurasa mengekspresikan diri menjadi alasan keenam mengapa aku terus menulis.
Alasan berikutnya, aku ingin kekal lewat untaian kata yang tercipta. Layaknya para penulis hebat yang karyanya masih dinikmati oleh orang-orang hingga saat ini. Tulisan yang menjadikan nama mereka tetap dikenal meski raga telah pergi. Jauh di lubuk hati terdalam, aku menemukan impian yang demikian.
Aku akan terus hidup lewat tulisan. Karya-karya itu akan terus dibaca meski raga telah bertemu dengan ketiadaan. Impian yang seakan mustahil, tapi aku meyakininya. Mengusahakan meski jalan yang kutempuh belum sampai separuhnya. Berharap karyaku nanti akan dicari, setidaknya oleh mereka yang mencintai.
"Bila kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah." (Imam al-Ghazali)
Bintaro, 05 Agustus 2020
Tentang Penulis
Anjar Novi biasa dipanggil dengan sapaan akrab Anjar. Lahir dan besar di sebuah desa kecil yang terletak di kabupaten Mojokerto. Penulis lahir pada tanggal 30 November. Hobinya membaca komik dan buku-buku motivasi serta memiliki impian besar menjadi seorang penulis profesional. Ia bisa dikunjungi di akun instagramnya @anjar.novi atau surel anjar.novitriani11@gmail.com
Semangat, lanjutkan :)
ReplyDelete