Be Original

Oleh: Annisa Sucita F

Menuliskan 10 alasan, cukup mudah bagi sebagian orang, dan cenderung sulit bagi sebagian lainnya. Aku sendiri termasuk golongan yang kedua. Seluruh alasan-alasanku berakhir dengan tanda tanya. Bukannya penuh dengan keragu-raguan, aku  hanya ingin tampil beda.

 



1. Tetap Menulis atau Mulai Menulis?

Kurang tepat rasanya jika aku menceritakan alasan mengapa 'tetap' menulis. Aku anak baru. Baru saja belajar merangkai kata-kata yang tak seberapa. Menulis bagiku sangat menakutkan. Sangat menakutkan hingga aku tidak pernah memulainya. Lalu, ini apa namanya, kalau bukan tulisan? Jawabnya sederhana. Bukankah rasa takut ada untuk dilawan? Meskipun begitu, tetap mustahil rasanya aku dapat memberikan 10 alasan mengapa 'tetap' menulis. Hanya akan ada 9 alasan pada akhirnya. Karena satu diantaranya adalah aku yang "mulai" untuk menulis.


2. Suara atau Goresan Tinta?

"Ketika suara-suara mengisi gendang telinga, dan kata-kata berputar di kepala, pertanyaannya: berapa lama semua bisa tersimpan dalam memorimu?  Nyatanya kesibukan membuat kau mudah lupa. Tulislah, lalu kau akan punya backup files-nya." Kira-kira begitu, satu diantara alasan mengapa aku menulis.


3. Baca Dulu atau Nulis Dulu?

Membaca. Supaya tulisan ada bahannya. Menulis. Karena yang mau dibaca namanya tulisan. Begitulah friksi yang ada dalam diriku selama ini. Sibuk memikirkan mana yang lebih dahulu. Akhirnya, satupun tidak terlaksana. Tidak baca apa-apa, tidak nulis apa-apa. Hampa.When hidayah hits me (hehe), aku mencoba jalan yang bersisian. Dengan modal sedikit bacaan, aku mencoba untuk mengarang sebuah tulisan.Terus menulis, terus membaca. Semakin banyak baca semakin banyak tulisan. From a trickle to a roar. Sebuah kalimat indah yang kudengar dari serial Tinker Bell.


4. Bercerita Tanpa Suara?

Suatu hari, seseorang menulis "introvert never talk, they write." Di hari  selanjutnya, aku temukan lebih banyak tulisan yang seiras. Pertanyaan di kepalaku: "Bagaimana dengan extrovert? Apa mereka tidak pernah menulis?" Aku yang bertanya, aku yang menjawab. 50:50 for me. Menjadi seorang extrovert (setidaknya sejauh yang aku yakini), bicara banyak memang biasa. Aku suka bercerita, apa saja. Misalnya,  perasaan pertama kali melihat gedung tinggi, dengan langit kota yang agak kelabu, meski matahari terik siang itu. Lalu, bersambung…

Sebanyak-banyaknya extrovert bicara, nanti haus juga. Mereka berhenti sebentar dari bersuara. Mengambil pena, menggoreskan tinta. Meneruskan sisa cerita tadi dengan tanpa suara: menulis.


5. Blocks to Build a Tower?

Kalau jiwa minder melanda, kata-kata Ibu selalu berhasil membuatku tenang, "Pintarmu gak dibawa dari perut Ibu. Coba dulu." Ini wejangan baru, karena dulu aku benar-benar seorang pemimpi. Punya semangat berapi-api. Sekarang, realita membuatku banyak pilih-pilih. Akhirnya, apa yang sudah dimulai sejak kecil tidak dituntaskan ketika dewasa. Lihat orang lain, baru menyesal. Kenapa tidak berusaha jaga komitmen? Baguslah, kalau sudah sadar. Waktunya ambil langkah konkret. 'Sadar' itu baru di dalam kepala, belum ada wujudnya. Walaupun tulisanku masih selevel anak kelas 4 SD, biarlah. Kalau hari ini aku menulis 10 kalimat dengan 30 variasi kata, mungkin akhir tahun nanti bisa selesai satu bab buku?


6. Ascending the Imagination?

"Banyak orang yang membuatmu kecewa, dan lebih banyak lagi orang yang takut kau kecewakan". Ada hari dimana aku memilih hidup dengan suara-suara yang hanya mampu didengar olehku. Dengan gambar-gambar yang hanya terlihat olehku. Semuanya memang semu. Tapi kebahagiaan yang sebentar itu agaknya bisa bertahan lebih lama di secarik kertas yang tergores tinta.


7. Put Yourself in My Shoes! Atau Putting Myself in Your Shoes?

"Aku berharap agar  tulisanku tidak melulu jadi konsumsi pribadi." Realitanya, belum ada modal prestasi buat diceritakan. Belum cukup mengabdi untuk dapat memberi inspirasi. Aku percaya diri, kata-kataku tidak cukup manis untuk mengarang kalimat motivasi. Tapi, mungkin aku bisa berbagi kisah, sehingga seseorang ingat, bukan hanya dia yang susah. Bukan hanya dia yang sedang diuji. Dengan begitu, kalaupun aku tidak memberi solusi, mungkin aku bisa jadi teman agar dia tidak merasa sendiri.


8. Menjaga Gengsi?

"Kepada kelopak bunga yang berguguran

Tak Seorang pun yang meraih tangannya

Dengan senyum dingin

Bercampur dengan sedikit kesedihan."

Agak geli rasanya kalau bersedih-sedih dengan lugas. Gengsi jadi turun. Lewat tulisan, yang sedih-sedih mungkin bisa tersampaikan dengan lebih berkelas.


9. Craving, Carving, Engraved! Maksudnya?

Hidup pasti bukan hanya tentang diri sendiri, kan? Sedikit banyaknya ada keinginan di dalam hati untuk menjadi 'sesuatu' bagi orang lain. Menjadi motivator? Role model? Atau influencer? Selalu ada idealisme yang ingin dibagikan,  minimal diakui. Puncaknya, ya... supaya orang ikut gaya kita, ikut cara kita. Dalam proses mencapainya, 'nama' selalu punya peran yang besar. Semakin luas 'nama' kita dikenal, makin luas pula pola pikir kita dikenal, hingga diterima. Puncaknya, ya... orang-orang tadi punya cara pikir yang sama dengan kita. Tau caranya? Satu diantara banyak cara adalah menulis.


10. Be Original?

Setelah memutuskan untuk mulai menulis, lalu apa? Menuntaskan ternyata jauh lebih sulit dari sekedar antusias. 10 Hari berhasil membuatku berpikir dengan terpaksa, menggali ide, dan merangkai kata. 10 hari kutemukan teman-teman yang bersemangat dan tidak lupa menularkan energi positifnya. 10 hari ku pikir akan berakhir begitu saja, tapi ternyata ini hanya pemicunya. Jarang sekali aku bisa diliputi ide-ide di masa-masa termalas.10 hari sudah membuatku 70% terbiasa untuk menuliskan pop-up di kepala. Semuanya genuine, original, pure kepunyaanku. Kalau hal ini terus ku jaga, mungkin suatu hari sebuah buku mau menorehkan namaku di sampulnya.

Apakah alasan-alasan di atas membuatku tidak yakin, karena banyaknya tanda tanya? Yah, semua bergantung sudut pandangnya. Di saat orang lain menerjemahkan 'tanda tanya' sebagai ketidakpastian, aku mengartikannya sebagai kebebasan. Sebuah kebebasan untuk mengeksplorasi jawaban. Tidak mematung pada satu ketetapan saja. Alasan tidak hanya akan berkutat dengan 10 hal tadi, atau 10 hal yang kalian tuliskan hari ini. Alasan menulis hari ini akan berbeda dengan esok dan lusa. Lalu, apakah kita baru akan menulis ketika alasan-alasan tadi telah terukir di atas batu?


Paninjauan, 7 Agustus 2020


 Tentang Penulis:

Seorang mahasiswi biasa yang hampir tidak pernah menuliskan nama belakangnya. Di umur yang hampir kepala dua, aku terbilang sangat terlambat berkecimpung di dunia "tulis-menulis" ini. Saat ini tidak melakukan hal yang spesifik di samping berkuliah. Hanya sedang mempersiapkan fisik dan mental agar berani membentuk personal branding. Find me on instagram: @ciiitaaa_

 

Share:

3 comments :

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Waw, agaknya tulisan orisinil penulis ini benar-benar ditulis dari hati. Saya sebagai pembaca merasakan makna yang dalam pada tulisan ini dan termotivasi untuk menulis. Thanks and keep going on!

    ReplyDelete
  3. Hai, kak! Semoga kita selalu semangat untuk terus menulis dan berkarya💪🔥
    Jangan lupa mampir ke tulisanku yaa😍

    ReplyDelete

Design Prokreatif | Instagram Ruang_Nulis