Ayo, Menulislah Bersamaku!




Oleh: Yuan Astika Millafanti

 

Kamu suka menulis? Saya juga suka. Ada banyak alasan yang membuat seseorang suka menulis, termasuk saya. Hm, sebetulnya sih saya sudah menulis sejak kecil. Namun dulu, menulis bukan suatu hal yang rutin dilakukan atau disukai.

Bagi seorang Yuan cilik, menulis adalah salah satu media untuk menyampaikan pesan rindu yang tak tersampaikan. Masih ingat betul saya tentang surat pertama yang saya tulis, yang tentunya tidak pernah dikirimkan. Surat pertama saya tulis untuk ibu ketika saya belum genap berusia lima tahun. Kala itu saya, yang sedang ikut eyang menginap satu malam di rumah kerabat kami, kepalang rindu pada ibu tapi gengsi untuk meminta menyambungkan telepon ke rumah. Ah, ternyata saya memang sudah gengsian sejak kecil, hahaha….

Bagi beberapa orang, menulis adalah salah satunya, atau bahkan satu-satunya cara untuk 'berbicara'. Sebagian dari mereka mungkin merasa tidak menemukan sepasang telinga yang mampu mendengarkan hingga akhir cerita. Mungkin di antara mereka merasa tidak pandai menyuarakan isi hati kepada seseorang.

Bagi saya, menulis tidak melulu dikarenakan alpanya sepasang telinga yang bersedia mendengarkan ocehan mulut ini. Terkadang saya hanya butuh diri ini sebagai pendengar atas segala resah. Sering kali menulis justru satu-satunya media bagi saya untuk menyimpan rahasia. Buku atau gawai tidak mungkin berkhianat pada saya bukan? Ya, terkecuali jika ada seseorang yang berhasil 'membobol' tempat rahasia saya.

Layaknya anak berseragam putih-merah umumnya, saya senang menulis buku harian. Awalnya tentu saja lantaran desain sampul dan lembaran buku warna-warni memikat hati. Tambahan aksen gembok dan kunci memberi kesan 'RAHASIA' makin kental.

Saya menuliskan segala hal yang ingin disembunyikan dari orang lain. Entah itu rasa takut kala mimpi buruk, malu akan kebodohan diri, atau bahkan galaunya hati karena si dia.

Seiring waktu, saya mulai sadar bahwa menyimpan rahasia di buku harian tidak lagi efektif. Bukan karena tidak percaya si buku akan membocorkan rahasia. Hanya saja saya sangsi tidak ada satu orang pun yang (sengaja atau tidak) berhasil membaca isinya.

Menuliskan rahasia di buku harian perlahan mulai saya tinggalkan. Saya menyadari tidak ada pendengar dan penyimpan rahasia terbaik selain Sang Pencipta.

At the end, there's something must been kept for yourself. Rahasia akan tetap menjadi rahasia selama tidak ada orang lain yang mengetahuinya.

Seiring waktu, zaman juga makin berkembang. Tibalah saatnya bermunculan aneka media sosial yang digandrungi keeksistensiannya di segala usia. Media sosial kini menjadi salah satu tempat menulis bagi para penggunanya, termasuk saya. Berbeda dengan buku harian sebagai tempat menyimpan rahasia, pada media sosial justru saya menuliskan sesuatu yang ingin saya bagikan dan ceritakan ke khalayak ramai.⁣⁣⁣⁣

Semenjak saya mengenal media sosial, saya kembali menemukan tempat lain untuk menuliskan isi hati atau keseharian saya. Saya berusaha mengabadikan momen dengan menulis di media sosial. Berharap kisahnya tidak akan lekang termakan usia.

Berbagai momen saya tuliskan, seperti bagaimana rasanya senang kala berkumpul bersama teman, terharu kala mendengar detak jantung si buah hati untuk pertama kalinya, bahagia saat melihat sosok mungil yang lahir dari rahim ini, suapan pertama si anak bayi, gemas kala mendengar celotehan si kecil, dan berragam momen menyentuh lainnya. Dengan menuliskan cerita bahagia saya, saya berharap siapa pun yang membacanya juga bisa merasakan kebahagiannya.

Menuliskan momen penting di media sosial juga sebagai salah satu warisan bagi anak cucu. Saya berharap apa yang sudah saya tulis bisa memberi gambaran bagaimana saya menikmati hidup, mempelajari segala kesalahan saya agar tidak terjebak akan perangkap yang sama, meniru hal positif di diri saya, serta mensyukuri segala anugerah-termasuk karena bisa memilikinya.

Di lain waktu, menulis mengubah saya menjadi Nobita yang sedang meminjam alat canggih milik Doraemon. Menulis memberi kesempatan saya menjelajahi tempat mana pun semudah menggunakan 'pintu ke mana saja'. Entah ke tempat di mana pertama kali kita bertemu atau bahkan ke tempat yang belum pernah didatangi sekali pun.

Di lain hari, menulis memberikan keuntungan bagi saya untuk terbang ke masa kapan pun secepat menggunakan 'lorong waktu'. Saya bisa kembali ke masa lalu di mana saya menikmati waktu kecil saya, atau bahkan kembali ke zaman saat kehidupan baru terbentuk.

Di lain kesempatan, saya menuliskan hasil penjelajahan saya akan masa depan. Entah dunia di mana manusia 'seutuhnya' menikah dengan manusia besi, manusia berselimutkan baju besi saling menodongkan senjata ke sesamanya, ataukah dunia di mana manusia asyik berwisata ke luar angkasa mengunjungi planet-planet bernama asing.

Ya, menulis sanggup membantu saya menciptakan dunia baru yang tidak pernah terpikirkan oleh saya sebelumnya.

Suatu ketika di awal tahun, saya menemukan bahwa salah seorang sepupu membagikan informasi mengenai ajang menulis bersama pada akun media sosialnya. Mulanya saya hanya berminat untuk sekadar menikmati tulisan para peserta. Namun di tengah periode, saya justru mencemplungkan diri dan berkomitmen menyelesaikannya hingga akhir.

Bagi saya, mengikuti satu ajang menulis ke ajang lainnya adalah salah satu upaya saya untuk menyembuhkan diri ini yang sudah mulai digrogoti beberapa penyakit hati lantaran terlalu lama berada di tengah lingkungan dan hubungan yang kurang sehat. Menulis membuka ruangan baru yang menawarkan udara yang lebih segar, cahaya yang lebih hangat, serta air yang mampu memuaskan rasa dahaga.

Mengikuti ajang menulis bersama memberikan banyak hal yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Seakan saya membuka beberapa pintu baru yang sebelumnya tidak pernah saya ketahui keberadaannya.

Menulis membuka kesempatan saya berkenalan, atau bahkan menjalin persahabatan, dengan orang-orang baru di belahan bumi manapun. Menulis bersama menyadarkan saya bahwa ada seseorang di sana yang mengapresiasi diri ini tanpa mengenal saya secara personal. Entah apresiasi dari sesama peserta ajang menulis atau apresiasi dari para penyelenggara ajang. Menulis membuat saya dan teman-teman-yang hanya bertemu dalam tulisan-saling memberi semangat untuk terus menulis, sekaligus menjaga agar bara semangatnya tidak pernah padam seiring dengan berjalannya waktu. ⁣⁣⁣⁣

Tentu masih banyak alasan mengapa saya masih tetap menulis hingga saat ini. Salah satu alasan yang tidak kalah pentingnya adalah dengan menulis saya berhasil mengalihkan perhatian dari peran seorang guru pengganti. Tentunya tidak mudah bagi saya yang tiba-tiba terpaksa menjadi guru pengganti tanpa latar belakang pendidikan formal sebagai pendidik.

PJJ membuat suasana rumah menjadi panas dan mengancam keharmonisan hubungan ibu-anak karena saya kerap kali mengaum kala menjelaskan materi. Namun menulis mampu membuat saya mengunci mulut sementara. Ya, menulis bisa meredam emosi yang bergejolak belakangan ini.

Jadi, sudahkah Kamu temukan tempat terbaik untuk menyalurkan atau meredam emosimu? Ayo, menulislah bersamaku!

 

Jakarta, 7 Agustus 2020

⁣⁣⁣

Tentang Penulis:

Yuan Astika Millafanti lahir di Jakarta pada tahun 1980-an. Yuan cilik gemar membaca buku cerita dan juga majalah anak-anak, seperti halnya anak-anak generasi 80-an lainnya. Setelah memutuskan untuk melepaskan perannya sebagai seorang karyawan, Yuan menemukan bahwa dia kembali jatuh cinta dengan kegiatan menulis yang sempat dilupakannya.


Share:

8 comments :

Design Prokreatif | Instagram Ruang_Nulis