10 Alasan Mengapa Saya Menulis



Oleh: Vera Priati Amalia

 

Mengapa saya menulis? Saat saya berusia 11 tahun, orang tua saya bercerai lalu saya tinggal bersama kakek dan nenek. Nenek saya tidak pernah mengizinkan saya ke luar rumah kecuali ke sekolah, mengaji dan les. Oleh karena itu, saya tidak memiliki banyak teman juga tak punya banyak kegiatan selain belajar.

Saya hanya sendirian di rumah, tidak punya kegiatan sepulang sekolah, dengan berbagai pikiran dan perasaan yang saya rasakan, tidak memiliki siapa-siapa untuk bercerita. Sejak saat itulah, kebiasaan saya untuk menulis buku harian muncul. Dan itulah alasan pertama saya tetap menulis hingga hari ini: menulis adalah cara saya meringankan beban dan meredakan keresahan.

Selain untuk meringankan beban, alasan saya tetap menulis adalah karena menulis merupakan salah satu cara saya lebih mengenal diri saya. Salah satu kegiatan menulis yang saya lakukan adalah setiap hari saya menuliskan apa yang saya pikirkan, rasakan serta lakukan. Saya menuliskan apa yang saya alami dan bagaimana saya mengatasinya. Hal itu memudahkan saya untuk melihat bagaimana diri saya bersikap, terutama saat menghadapi masalah. Saya jadi lebih memahami karakter saya.

Saya bisa menemukan kebaikan serta keburukan yang ada diri saya. Dengan begitu setidaknya saya bisa memahami pada bagian mana saja pada diri saya yang harus saya perbaiki. Langkah pertama dalam menyelesaikan masalah adalah menemukan masalahnya, bukan?

Tapi jangan harap masalah datang silih berganti. Nyatanya, mereka datang BARENGAN! Terkadang dalam satu waktu kita menghadapi berbagai masalah dengan kadar kerumitan yang beragam.

Pernahkah kalian merasa bahwa masalah yang kalian hadapi terasa sangat berat dan pelik? Atau pernahkah kalian bahkan tidak paham sebenarnya apa yang salah? Saya pernah, bahkan sering. Apa yang saya lakukan? Menulis.

Saya menuliskan hal-hal yang saya identifikasi sebagai masalah. Meniliknya lebih jauh, apa memang ini masalah? Memilih mana yang harus lebih dulu diselesaikan. Menuliskan alternatif solusi bagi setiap masalah. Dengan begitu, masalah-masalah yang bergulung seperti benang kusut di kepala itu terurai perlahan-lahan.

Writing really fits me, because I'm an introvert. Karakter introvert saya ditambah kebiasaan saya dari kecil tidak banyak berinteraksi dengan orang, membuat saya tidak terlalu cakap berbicara secara lisan.

Saya lebih bisa dan nyaman untuk berkomunikasi lewat tulisan. Saya orang yang cukup berhati-hati dalam berkomunikasi. Sebisa mungkin saya tidak ingin membuat orang lain tersakiti dengan kata-kata saya. Sehingga, perlu waktu untuk menata kalimat demi kalimat agar gagasan tetap tersampaikan, tapi juga sebisa mungkin dapat diterima dengan baik. Meski juga tidak selalu berhasil, kadang tanpa saya duga tetap saja ada yang tersinggung. Tapi setidaknya tidak banyak.

Menulis memberi saya kesempatan lebih banyak untuk membangun gagasan yang lebih matang dan tidak asal bicara.

Dari beberapa alasan sebelumnya bisa terlihat bahwa awalnya saya menulis hanya untuk diri saya sendiri. Tapi, suatu hari, saat saya sedang terpuruk dan merasa sendiri, saya membaca sebuah buku. Dan buku itulah yang menemani saya.

Saya baca kata demi katanya, kalimat demi kalimatnya. Dan saya tak lagi merasa sendiri. Saya merasa ada seseorang yang memahami saya. Dan membantu saya untuk bangkit perlahan-lahan.

Saya juga ingin ke level itu suatu saat. Level di mana tulisan saya juga menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Yang menjadi teman bagi orang yang membutuhkannya.

Dan saya semakin bersemangat untuk menulis saat membaca kutipan Pramoedya Ananta Toer, bahwa menulis adalah sarana untuk mengabadikan diri seseorang. Tentu bukan raga, sebab raga pasti fana.

Esensi diri seseorang bukanlah hanya sebatas pada alam fisik belaka. Kita pasti memiliki nilai-nilai yang diyakini benar dalam menjalani hidup. Pada titik tertentu, kita akan merasa bahwa nilai-nilai ini penting untuk dipahami oleh banyak orang. Jika tidak dituliskan, nilai-nilai itu akan ikut musnah seiring dengan hilangnya jasad kita dari muka bumi.

Saya pun begitu. Meski mungkin titik itu masih jauh bagi saya. Tapi karena saya ingin mencapainya suatu saat, saya terus belajar mengembangkan kemampuan saya hingga saat ini.

Hal menarik lainnya dari menulis adalah menulis itu tidak semudah menyusun kata demi kata menjadi paragraf dan wacana. Dalam sebuah tulisan tentu ada ide atau gagasan yang ingin disampaikan. Ide-ide tersebut terkadang bisa mengalir dengan mudah. Tapi ada kalanya, ide itu entah bersembunyi di mana.

Dengan membiasakan untuk menulis, otak dituntut untuk terus mencari ide. Caranya bisa dengan membaca, mengobservasi ataupun berdiskusi. Dengan cara-cara tersebut, banyak manfaat yang juga didapatkan selain ide itu sendiri. Misal dengan sering mengobservasi, kita menjadi lebih peka terhadap sesuatu. Banyak manfaat dari menulis yang saya dapatkan, karena itulah saya terus membiasakan untuk menulis hingga sekarang.

Alasan ke delapan ini agaknya alasan paling subjektif dan personal. Saya menulis karena itu salah satu hobi saya. Saya suka, saya menikmatinya. Ketika saya punya waktu luang, yang terpikirkan oleh saya adalah saya ingin menulis. Menulis apapun. Entah untuk diri sendiri ataupun sesekali saya membaginya di sosial media.

Hobi kadang tak butuh banyak penjelasan. Karena kepuasannya terletak di alam perasaan. Jika ingin tahu asiknya menulis, maka menulislah.

Kehidupan yang dinamis juga menjadi salah satu alasan mengapa saya menulis. Dalam hidup, suka dan duka datang silih berganti. Kita kadang berada di atas, kadang di bawah. Karenanya, kondisi psikologis kita tak selalu baik, bukan?

Tapi, saat sedang tak baik-baik saja, tentu kita tak boleh lama terlarut dalam kondisi itu. Kadang pikiran lebih sulit berpikir jernih saat dalam kondisi jiwa yang tak terlalu baik. Di saat itulah, saya membuka kembali catatan-catatan saya. Saya mengingat kembali apa yang saya katakan kepada diri saya. Kadang saya merasa tertampar oleh kata-kata saya sendiri. Salah satu makna menulis bagi saya adalah untuk mengingatkan dan menasihati diri saya sendiri, saat saya membutuhkannya.

Dan alasan terakhir yang membuat saya tetap menulis adalah karena saya ingin menjadi penulis. Pernah mendengar "Teori 10.000 Jam" yang dipopulerkan oleh Malcolm Gladwell? Teori tersebut menyebutkan bahwa setidaknya butuh 10.000 jam untuk menjadi ahli dalam suatu bidang.

Oleh karena itu, saya berusaha untuk terus menulis, hingga mencapai setidaknya selama 10.000 jam. Meski saya tak tahu, apa umur saya bisa mencapai itu atau tidak. Tapi saya tidak akan pernah tahu jika saya tidak mencoba. Jika pun tidak tercapai, saya percaya tidak ada yang sia-sia dari perjuangan meraih impian.

 

Bandung, 7 Agustus 2020.

 


Tentang Penulis:

Vera Priati Amalia, lahir di Bandung pada tanggal 23 Desember 1994. Seorang freelancer tutor bimbingan belajar privat. Manusia introvert yang tidak antisosial dan tetap peduli pada manusia lainnya. Suka curhat colongan di akun instagram @adnyanashankara. Meskipun pendek, sukanya main basket.

Share:

5 comments :

Design Prokreatif | Instagram Ruang_Nulis