Oleh: Habibah Auni
Kenapa Menulis Membuatku Bahagia?
Entah mengapa, menulis selalu membuat diriku bahagia. Ajaib sekali. Tidak pernah sekalipun aku dikecewakannya.
Aku jadi teringat saat di titik terendah, orang-orang mendongak ke arahku, sambil memandang sinis kepadaku. Dan berkata, "Hei lihat. Betapa payah dirinya!"
Nafasku sesak. Degup jantungku rasanya mau berhenti.
Aku frustrasi. Kecewa.
Kemudian mengutuk diriku.
Berharap saja segera menghilang dari dunia.
Kemudian tibalah momen hadirnya dunia tulis-menulis dalam hidupku,
Mewarnai dunia yang dulunya kelabu.
Seolah dia membisikkan telingaku seperti ini. "Tidak apa-apa, aku di sini menemanimu"
"Tumpahkanlah segala perasaanmu"
"Lebih-kurangnya kamu, aku tetap setia untukmu"
Dan sekarang, kanvasku dipenuh pelangi aksara kebahagiaan. Terima kasih.
Menulis itu Menabuh Rasa
Bagi mereka yang sulit mengungkapkan rasa atau menyampaikan cinta melalui tutur kata.
Menulis adalah jalan terbaik dalam melarikan kata agar
pesan terlabuhkan, rasa ternabuhkan.
Kepadamu. Siapapun itu yang bertanya dimana suaraku sekarang.
Ya, alasannya sederhana itu. Bagi kami, yang hobi diam seribu bahasa dan ditemani rasa takut akan penolakan.
Menulis itu Menyembuhkan Luka
Ketika luka membekas di hati, seolah-olah yang terkenang hanya rasa sakit.
Basah, bernanah. Dihilangkan. Muncul lagi. Dihilangkan lagi. Muncul lagi. Terus, berulang. Tiada henti. Sepertinya luka ini tidak akan pernah hilang.
Begitu pikirku. Sampai kutemukan obat perkasa itu. Menulis namanya.
Bukan, bukan obat yang dianjurkan tabib, psikiater, atau dokter kepadaku. Aku percaya mereka belum tentu menganjurkan itu.
Melainkan jiwa yang mengantarkanku kepada kegiatan menulis.
Ada rasa yang berbeda ketika menulis. Keindahan. Kesejukan. Kepuasan dalam merajut kata. Membentuk untaian kalimat yang artistik. Suatu seni.
Segala perasaanku, seketika tumpah ruah. Iya, menulis berhasil menghilangkan. Yang pasti, mampu menyembuhkan luka. Aku mengamininya.
Menulis adalah Lentera Kehidupan
Menulis adalah lentera kehidupan. Ya, bagi mereka yang mencintai dunia merajut kata sepenuh hati.
Sebab, tutur mereka, menulis berhasil membuat kaki melangkah maju. Bukan, bukan melangkah dalam artian harfiah.
Melainkan ini; goresan kata antar kata, yang teruntai menjadi kalimat, lantas membentuk paragraf, akan menciptakan sebuah tulisan. Yang unik tentunya, karena dipahat oleh manusia yang lekat akan keunikan.
Entah tulisan unik itu dipublikasikan di media atau dibukukan, suatu saat ia akan menjadi karya besar. Gagasan yang pastinya akan menjadi lentera kehidupan bagi banyak orang. Mungkin membawa perubahan untuk dirinya sendiri, orang terdekatnya, negeri ini, atau bahkan dunia.
Menulis Membiasakanku dengan Kegagalan
Ada yang bilang menulis itu mudah. Saya pun termasuk yang mempercayainya. Tapi entah mengapa realita berkata yang sebaliknya.
Sebut saja contohnya - - dimana jumlah tulisan saya yang diterbitkan di media hanya setengah dari yang dibuat. Misal sudah hampir setahun saya buat 200an tulisan, yang diterbitkan hanya setengahnya.
Banyaknya jumlah ini kerap menghantui saya. Sering merasa gagal. Sampai mikir "apa saya tidak berbakat ya?"
Padahal jujur, riset tentang topiknya butuh waktu lama. Belum lagi bikin tulisannya juga lama. Terus editingnya juga.
Eh saat dikirim ke media ternyata tulisannya ditolak.
Tapi coba percaya sama hukum malcolm galdwell "untuk menjadi ahli di satu bidang, perlu belajar selama 10.000 jam"
Langsung buat target berapa tahun lagi udah harus jago nulis. Terus buat rumusan, "berarti kira-kira perlu nulis x jam/hari".
Yaudah gaskan eksekusi rencananya.
Dan ternyata masih sering gagal. Kalau gagal coba revisi, ganti judul, terus kirim ke tempat lain.
Alhamdulillah berhasil tapi ada yang gagal (bahkan pernah ada 1 tulisan ditolak 10 kali). Polanya terus seperti itu hingga saya terbiasa dengan kegagalan.
Berkat menulis di media massa, saya belajar banyak hal. Terima kasih banyak.
Menulis itu Candu
Menulis itu sudah Candu bagi saya. Kalau ditanya suruh milih cowok atau menulis, ya saya milih nulis.
Kayak ketergantungan gitu. Kalau sehari gak nulis gak tenang. Cemas. Khawatir (bahkan melebihi rasaku pada doi).
Kayak merasa bersalah dan berdosa sama laptop kalau sehari gak dipake buat menulis.
Gak tau apa yang membuat saya kecanduan. Padahal gak minum obat sampai overdosis.
Apa karena udah separuh dari jiwa?
Menulis adalah Sumber Inspirasi
Pernahkah terinspirasi oleh tulisan orang lain?
Dan terbesit di pikiran, "tulisannya berat, tapi kok enak dibaca ya?"
Saya sendiri pun merasa demikian. Setiap membaca kompas, opini Trias Kuncahyono yang selalu saya buru. Lantaran tulisan berbobotnya yang mampu menyihir pembacanya.
Pada akhirnya, bukankah kita akan lebih semangat menulis, ketika ada sosok yang sangat inspiratif?
Jadi mulailah menulis. Apapun itu. Entah Konten ringan, opini, cerpen, puisi, dan karya tulis lainnya. Jangan ragu. Gaskan.
Karena siapa tahu kitalah yang akan menjadi sosok inspiratif itu. Bisa saja satu tulisan kita bakal melahirkan banyak penulis. Yang dari karya penulis itu akan melahirkan penulis baru lainnya.
Menulis adalah Jalan Ninjaku
Kalau di naruto, jalan ninja itu motto hidup yang dipunya masing-masing ninja.
Terinspirasi dari naruto uzumaki, saya menyatakan kalau menulis adalah jalan ninjaku!
Sebab menulis membuat saya memiliki banyak motivasi hidup.
Sebab dengan menulis saya menyadari apa passion saya.
Sebab dengan menulis saya menyadari bahwa tidak ada jalan pintas untuk bisa sukses. Sekian!
Penutup
Kulihat sebuah kanvas terpapar
Berisikan tulisan-tulisan dengan ragam warna kehidupan.
Sebut saja biru, sebagai simbol peralihan nestapa menuju titik baru.
Setelahnya ada merah, yang melambangkan perjuangan dalam menggoreskan jutaan tinta.
Terakhir kuning, yang merupakan buah manis dari jerih payah dua warna sebelumnya.
Ya, kudapati tiga warna ini sangat kentara membawaku #HinggaDetikIni.
Selanjutnya, warna-warna apa yang akan memenuhi ruang kehidupanku?
Dengan kanvas baru ini, aku berharap adanya menulis mampu mengisi lembaran baru yang masih hitam-putih ini.
Tentang Penulis:
Mahasiswa Teknik Fisika UGM yang mencintai dunia kepenulisan. Ratusan opininya sudah tersebar di berbagai media massa nasional dan lokal, seperti: Republika, Radar Bekasi, Radar Jogja, Radar Banjarmasin, Kalimantan Post, Jabar Ekspres, Harian Jogja, Banten Pos, Kabar Madura, Harian Sulteng Raya, Harian Momentum, Harian Tabengan, Majalah Banten Perspektif, dll.
Maa syaa Allah keren
ReplyDeleteKeren banget makna menulis buat bibah ini ;)
ReplyDelete