Tanpa Judul

Oleh : Ssailha Qohwa

Aku bukan orang yang bisa mengolah kata dalam tulisan dengan leluasa, apalagi sampai menarik seseorang untuk membaca, seorang aku hanya berperan sebagai penulis ketika menemukan sesuatu yang menarik dimana logika ku berkata "tuliskan apa yang kamu pikirkan!" Tak peduli akan ada pembaca atau tidak. 

Hari kemarin yang tertanam dalam pikiranku tentang 100 kata maksimal membuat harus memutar otak dan mengerahkan energi, apa yang harus dikatakan? Apa yang harus ditulis? Apa yang harus disampaikan? Lalu alasan yang paling menarik untuk menulis itu apa?

Aku bukan orang yang peduli tentang "apakah tulisanku ada yang membaca atau tidak?", bagiku menulis hanya tentang rasa, bagaimana mengungkapkan gagasan, dan tidak lebih dari peningkatan kreatifitas pemikiran dalam melahirkan kumpulan kata-kata yang mengandung makna. 
100 kata itu nggak banyak, tapi point nya adalah bagaimana dalam nominal itu bisa membekaskan rasa? Disini lah aku mulai peduli tentang arti "pembaca".

Jika ditanya masalah "alasan kamu menulis apa?" Aku prediksikan jawaban kebanyakan orang adalah "suka", entah dengan ekspresi seperti apapun apalagi dia seorang penulis, logikanya orang melakukan sesuatu jika bukan karena suka pasti karena terpaksa, "emang ada orang nulis terpaksa?" Banyak!

Banyak kok orang yang menulis bukan karena kemauannya sendiri, terpaksa, bahkan terkadang hanya untuk mengejar konten atau meramaikan harga jual. Meskipun begitu, semua orang punya alasan kuat kenapa harus nulis? Pernah suatu ketika logikaku yang bicara "kayaknya nulis lebih enak jadi kawan bahkan lewan tanpa kita menyakiti diri kita sendiri", karena dalam hal ini tidak semua orang bisa ngomong apa yang mereka rasain, nggak semua orang bisa jujur ketika mulut nya mulai bicara, di akui atau tidak dalam setiap ucapan akan selalu ada yang disembunyikan. Disinilah kadang menulis menjadi alasan untuk melegakan rasa yang hampir tidak bisa diungkapkan dengan tutur kata.

Ya... pasti ada alasan juga "aku nulis ini karena terpaksa, nggak ada yang mau dengerin aku, mereka sibuk dengan dunia mereka sendiri", kadang kita menyalahkan lingkungan yang nggak mendukung kita, padahal tak jarang juga kita sadar disitu kita yang keliru, manusiawi sih kalau kita semua nggak mau disalahkan, intinya semua orang cuma ingin diperhatika,  ini opini ku ya... kalau nggak tepat ya di koreksi aja... 😊

Karena banyaknya orang yang sulit untuk mengungkapkan secara langsung lah salah satu alasan kuat kenapa menulis sangat mewakilkan perasaan, sekalipun memang tidak semua tulisan hanya membahas tentang perasaan, terkadang kita harus menulis tentang edukasi, tugas, bahkan laporan keuangan dalam administrasi yang super njlimet. Ya sekarang gini aja, kalau laporan pengeluaran anggaran itu tanpa hitam diatas putih, sudah bisa dipastikan ada hitungan akurasi yang nggak tepat.

Masih berputar di opini tentang sebuah alasan menulis, seseorang bahkan sesuatu bisa menjadi objek pokok dalam mengutarakan kata dalam bentuk frasa. Seperti cinta yang hanya bisa dirasakan dalam keheningan tanpa mampu mengungkapkan, hanya bisa memandang "dia" yang jauh disana tanpa bisa bilang "aku sayang kamu", katanya sih "itu yang namanya sakit nggak berdarah", disinilah menulis menjadi alasan menebar rindu tanpa harus bilang "aku kangen kamu".

Sudah setengah perjalanan dan setiap langkah selalu punya alasan. Misalnya di langkah yang pertama ada niat untuk begini, langkah berikutnya ada keinginan begitu, orang nggak akan pernah tau kan apa yang ada di pikiran kita? Itulah kenapa "prinsip" juga jadi alasan seseorang menulis. Tekad yang bercokol dalam perasaan juga akan menguatkan sosok pena yang membaur dalam rasa lalu tertuang lewat kata. 

Ya... intinya kadang dalam menulis akan selalu ada alasan "harus" yang mengharuskan untuk menulis, banyak orang yang marah tapi nggak bisa ngomong langsung sama yang bikin marah, solusi yang dia ambil bermain dengan kata yang memungkinkan "sosok" itu harus berpikir tentang "nurani", biar bagaimanapun kita hidup di lingkungan yang melahirkan banyak karakter, bukankah menghargai "perbedaan" adalah pengamalan "sila ke 2 dan 5" yang kadang terlupakan?

Sekali lagi bicara tentang alasan, bagiku "konsisten" juga bagian dari alasan. Karena memulai itu gampang, tapi bertahan tetep dengan apa yang diniatkan di awal akan selalu menemukam banyak tantangan. 

Sekarang pun aku sedang berusaha konsisten, bersama @ruang_nulis disini, gimana ya? Aku bukan orang yang bisa menahan tulisan aku tetap dalam porsi sekian, meskipun aku bukan penulis yang baik, juga belum bisa merangkai kata dengan estetik, tapi jika itu tentang menulis, aku nggak pernah bisa menahan laju tanganku dengan batasan.

Ya... jujur aja sih, @ruang_nulis ngasih tantangan aku tentang "konsisten" dalam menulis 100 kata maksimal, itu bukan hal gampang bagiku. Kali ini jujur aja alasannya karena aku tertantang.
Orang nulis nggak butuh alasan spesifik, ya ngalir aja gitu... 

Kadang otak berpikir gini "kapan bisa nulis sesuai suasana hati", biar sesekali tuh kalau ada yang nanya alasan nulis "karena sakit hati", "karena emosi", "karena mencintai", atau apapun lah. 

Banyak orang nulis karena apa yang mereka rasakan, tapi sering yang terjadi pada seorang "Ssailha Qohwa" adalah menulis apa yang dilihat dan apa yang dipikirkan. Yang seperti ini sering membuat orang bosan, dan alasan orang menjauh selalu karena apa yang Ssailha pikirkan. 

"Apa yang salah dengan duniaku? Atau apa yang salah dengan pemikiranku? Dan apa yang harus kulakukan?"

Alasan seseorang untuk menulis itu banyak hal, mulai dari suka, cinta, terpaksa, mengejar, terluka, menginginkan, dan lain sebagainya yang mungkin nggak akan cukup ditulis dalam projek 100 kata. Seandainya itu 100 kalimat mungkin aku Akan berbicara dari sabang sampai merauke menjelaskan dari titik nol sampai sepersekian kata. 

Jika ada orang yang mengatakan "alasan aku menulis karena aku hidup" maka aku akan membuat standar kehidupan dengan mengucapkan "alasan aku hidup karena aku harus menulis", mungkin aku harus menegaskan pada diriku sendiri, menulis tidak selalu dengan tinta, bisa jadi logika yang bicara dan orang mau menerima, serti halnya membakar kenangan, ungkapan "selesai"!

Ketika lelah tapi nggak bisa tidur, pikiran melayang entah kemana, akhirnya nulis, banyak kan penulis yang mengeksperikan kegelisahannya dengan menulis seperti ini? 
Mungkin juga bagi sebagian orang menulis adalah cara mereka menemukan solusi dari masalah yang mereka hadapi, dan aku salah seorang diantara mereka. 

Intinya alasan orang nulis itu bisa dirangkum dalam penjelasan singkat, pertama karena dia suka, kedua keadaan, ketiga perasaan, empat diharuskan, lima melampiaskan imajinasi, enam dan seterusnya adalah alasan-alasan yang merupakan proses untuk menyelesaikan. Lebih tepatnya orang menulis punya tujuan, yaitu menyelesaikan, udah sesimpel itu. Karena orang menulis pasti ingin tulisannya selesai sesuai ekspektasi.
Sekian dan terimakasih.


Wonosobo, 08 Agustus 2020


Tentang penulis:
Ssailha Qohwa, orang yang hobi nulis, punya banyak harapan dari mengembangkan imajinasi, saat ini tinggal di tanah surga nya Jawa Tengah (kaki pegunungan Dieng - Wonosobo). Bukan tipe romantis yang bisa bikin hati miris tapi punya kebiasaan absurd kalau udah main untai kata. Yang mau aja sih, mampir ke akun ku gratis kok nggak mbayar, asli. IG: @ssailha.qohwa, FB: Ssailha Qohwa, Twitter??? Sory belom punya.




Share:

1 comment :

  1. Wah terimakasih...
    😁
    Anda membuat saya terbang dengan kata "saya suka bagian tentang penulis"...
    😁
    Saya merasa di akui sebagai penulis...
    Sekali lagi terimakasih...

    ReplyDelete

Design Prokreatif | Instagram Ruang_Nulis