Tak Sekadar Aksara Pengungkap Rasa

  

Oleh: Wafa' Az-Zahro


             Jujur, awalnya aku tak berambisi untuk menjadi penulis. Jangankan menjadi penulis, membaca buku pun bukan menjadi rutinitas harianku. Kepercayaan diri yang dangkal menutup mata ini untuk berkarya. Walau sebenarnya di bangku sekolah dasar banyak waktu yang kusisihkan untuk membaca.  Kumpulan cerpen dalam buku paket bahasa Indonesia, ataupun novel anak mampu membiusku ke dalam ruang imajinasi. Namun sayangnya, kebiasaan itu perlahan memudar. Tak sekuat dulu lagi.

    Setelah melewati beberapa fase waktu, aku perlahan tersadar bahwa menulis itu bukan hanya sekadar keinginan, tapi juga sebuah kewajiban. 

    Banyak alasan yang kini membuatku tergerak untuk mulai menuangakan tulisan di atas kertas walau baru menginjak tanah permulaan.

             Pertama, Rasulullah bersabda dalam untaian hadisnya, "Ikatlah ilmu dengan tulisan." (Silsilah Ash-Shahihah no.2026)

                Imam Syafi'i rahimahullah juga pernah mengatakan, "Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya. Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat. Termasuk kebodohan jika engkau memburu kijang, lalu engkau tinggalkan terlepas begitu saja."

            Cukuplah sabda Rasul dan perkataan seorang ulama besar Islam menjadi alasan pertamaku untuk menulis. Ya, untuk mengikat Ilmu. Selain untuk mengokohkan ingatan dan menjaga ilmu agar tidak hilang, menulis adalah bukti bahwa ilmu diambil dengan keseriusan dan kesungguhan.

    Imam Asy-Sya'bi rahimahullah berkata, "Apabila engkau mendengar sesuatu, maka tulislah sekalipun di tembok."


          Kedua, menulis adalah sarana dakwah. Karena dakwah tidak selalu menuntut ceramah ataupun retorika yang indah.

    Betapa sedikit hari ini orang-orang yang mau mengambil bagian dari pos perjuangan dakwah melalui tulisan. Terlebih betapa banyak tulisan di berbagai media yang menjadikan umat berada pada titik kebobrokan.

  Mayoritas kita bungkam terhadap kemaksiatan dan pembodohan. Jika memang kita tak mampu tuk langsung menyampaikan, maka cobalah melalui tulisan bertabur hikmah dan kelembutan. InsyaAllah ada yang mendengarkan.

    Rasulullah bersabda, "Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangan. Jika tak mampu, maka dengan lisan. Jika tak mampu, maka dengan hati. Itulah selemah-lemahnya iman" (HR. Muslim)


Ketiga, orang yang menulis dapat menjadi orang yang paling bahagia. 

Kapan? Ketika ia mampu berbagi dan memberi manfaat kepada orang lain melalui tulisannya. Dengan tulisannya, ia mampu membuat orang yang sedih menjadi tersenyum, orang yang jatuh menjadi bangkit, miskin menjadi kaya, ataupun orang yang lalai menjadi sadar. Tulisan adalah sarana yang paling efektif untuk berbagi dan membahagiakan orang lain tanpa batas.

Disebutkan dalam suatu ungkapan arab, "Manusia yang paling bahagia adalah yang membuat manusia lainnya bahagia."

            Ditambah lagi, Rasulullah bersabda, "Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling memberi manfaat bagi lainnya." (HR. Thabrani)

Jadi, siapa yang tidak mau?  

           

             Keempat, menulis adalah investasi abadi.

            Hari ini, orang-orang banyak menginvestasikan hartanya guna meraih keuntungan di kemudian hari, tentunya sifatnya duniawi dan tak abadi. Namun, tak sedikit pula yang mau berinvestasi ukhrawi dan abadi. Dengan apa? Dengan amal jariah, amal yang terus menerus mengalir ganjarannya walau napas terhenti. 

Rasulullah mengabarkan tentang amalan-amalan itu, salah satunya adalah mengajarkan ilmu yang bermanfaat. Sekecil apa pun ilmu itu. Rasulullah juga bersabda, "Barangsiapa yang menunjuki pada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengerjakannya." (HR. Muslim)

Lantas, bukankah menulis lebih dari itu?

Ketika kita menulis sebuah ilmu bernilai kebaikan, lalu dibaca orang lain terus menerus. Apalagi jika kebaikan itu diamalkan dan diajarkan kembali. Semakin banyak manfaat yang diperoleh orang lain, semakin banyak pahala yang diperoleh. Maka ketahuilah, kita telah berinvestasi dengan sebaik-baik investasi.

Kelima, menulis  mampu menolak kesombongan.

        Sebelum menulis, membaca tentunya adalah hal yang wajib. Nah, semakin banyak membaca, sesorang akan semakin menyadari betapa luasnya ilmu pengetahuan yang meliputi alam semesta ini,betapa hina kedudukannya sebagai makhluk, dan betapa sedikitnya ilmu yang dimiliki.

        Imam Syafi'i mengatakan, "Ilmu memiliki tiga tingkatan. Siapa yang memasuki tingkatan pertama, ia merasa sombong, siapa yang memasuki tingkatan kedua, ia menjadi rendah hati, dan siapa yang memasuki tingkatan ketiga, ia menyadari bahwa dirinya seperti tidak mengetahui apa-apa."

            Maka, hendaknya setiap diri berintropeksi. Bila tak mampu berada di tingkat tertinggi, maka jangan sampai berada di tingkat paling keji.


        Keenam, menulis menuntut dan memotivasiku untuk lebih giat dalam belajar dan memperkaya ilmu, salah satunya dengan banyak membaca buku. Karena ilmu tak akan tertulis di atas kertas tatkala sang penulis tak berilmu, sebagaimana tulisan tak akan  tertuang di atas kertas tatkala pena tak bertinta.

            Al-Wazir Ibnu Hubairah rahimahullah pernah berkata, "Ilmu dapat diraih dengan tiga cara. Pertama, dengan mengamalkannya. Kedua, dengan mengajarkannya. Karena orang yang akan mengajarkan suatu ilmu kepada orang lain akan terdorong untuk mempelajarinya. Ketiga, dengan menulisnya. Karena itu akan mendorongnya untuk membaca. Seorang tidak akan dapat menulis jika ia tidak menguasai ilmu tentang tema yang ia tulis."


            Ketujuh, menulis membuat kita lebih produktif.

            Seorang muslim diperintahkan untuk bersikap produktif di hari-harinya dengan menanam bibit-bibit kebaikan dan dilarang menodai waktunya dengan perkara yang sia-sia, apalagi haram hukumnya. Karena semua perbuatan akan diminta pertanggung jawabannya di hari kemudian.

Menulis adalah satu usaha yang menjauhkan diri dari perbuatan yang  sia-sia. Selain berbuah manfaat bagi diri sendiri dan orang lain, ganjarannya pun terus mengalir.

Rasulullah bersabda, "Di antara tanda baiknya keislaman seseorang adalah jika ia meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat baginya." (HR. at-Tirmidzi)

          Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, "Jika dirimu tidak disibukkan dengan hal-hal yang baik, pasti akan disibukkan dengan perkara yang batil."

          Maka menulislah, karena itu membuat seseorang lebih mulia, jauh dari perkara sia-sia, dan merupakan pertanda baiknya keislamannya.


            Kedelapan, menulis merupakan jejak generasi terbaik,  generasi Nabi Muhammad dan para sahabatnya, dan generasi-generasi setelahnya.

            Sejarah telah mencatat bukti kemuliaan mereka. Mereka adalah para ulama terdahulu yang tak lepas dari menuntut ilmu, akrab dengan pena maupun buku, hingga lupa turuti hawa nafsu. Tentu tujuan mereka hanya mengharap ridha Ilahi nan satu.

          Prestasi mereka sangat memukau terutama dalam bidang kepenulisan. Disebutkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menulis 300 kitab dalam berbagai disiplin ilmu yang dimuat dalam 500 jilid. Selain itu, Imam Ibnul Jauzi rahimahullah telah menulis 2000 jilid kitab yang setiap jilidnya berisi 100 lembar. Selain keduanya sangatlah banyak.

Lantas, dimana posisi kita di antara mereka?


            Terakhir, ilmu adalah sebab diangkatnya derajat seorang hamba.

            Allah Ta'ala berfirman, "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat." (al-Mujadilah: 11)

        Ilmu akan mengangkat derajat seseorang tanpa memandang warna kulit, kekayaan, ataupun kekuasaannya. Bahkan para ulama terdahulu adalah orang-orang yang sangat miskin. Namun, derajat mereka jauh diangkat karena ilmu dan takwa.

Adapun menulis adalah usaha untuk menuangkan ilmu yang dipelajari, pengalaman yang diperoleh, dan pelajaran yang dipetik dalam kehidupan. Menulis sebenarnya mengajarkan kita seni menuntut ilmu yang terbaik, yaitu dengan mengikatnya lewat tulisan dan mengajarkan kembali kepada orang lain. Jadi, dengan menulis, seorang hamba juga dapat diangkat derajaratnya oleh Allah Ta'ala.

Semoga goresan pena ini mampu mengingatkan kita bahwa tulisan tak hanya sekadar aksara pengungkap rasa, tapi juga ladang penuai pahala.

 

Tentang Penulis :

Wafa' Az-Zahro, lahir di Bandung pada tanggal 22 Maret 2001. Berdomisili di Kota Kendari, dan sedang melajutkan pendidikan S1 jurusan Pendidikan Bahasa Arab di STAI as-Sunnah Medan, Sumut. Di kampus, ia tercatat  sebagai anggota tim editor Buletin Istiqamah. Jejaknya bisa ditemukan di akun Instagram @wafazahro dan @waaf.ez.

 

 

 

Share:

9 comments :

  1. Bagus Kak, terus semangat berkarya😊
    Mampir juga yu ke tulisan saya☺

    ReplyDelete
  2. Terus berkarya dan tuai kebaikan dan pahala.. Sukses sll

    ReplyDelete
  3. Semoga dengan alasan-alasan yang kau publikasikan ini menjadi awal keberhasilanmu untuk benar-benar menjadi seorang Penulis yang Handal sahabat🤗

    Semangat terus, benih-benih itu sudah mulai muncul dan terlihat❤❤❤

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin. Semoga semua doamu kembali kepadamu juga. Jazaakumullahukhairan 😊

      Delete
  4. Masyaa Allah dek...
    Semoga Tulisannya bisa bermanfaat bagi banyak orang dan menjadi menginspirasi banyak orang untuk ikut berkata..
    بارك الله فيك.. teruslah berkarya!!! #رائعة

    ReplyDelete
    Replies
    1. وفيك بارك الله
      جزاك الله خيرا :)

      Delete
  5. Semangat menebar kebermanfaatan melalui tulisan yaaa

    ReplyDelete

Design Prokreatif | Instagram Ruang_Nulis