Setumpuk Alasan Untuk Menulis

Oleh: Siti Aisyah Sukardi


            

            Aku menulis, karena ia salah satu pelipur lara bagi hati yang sedang dilanda gundah. Jika suara tak mampu lagi bergetar, maka menulis adalah cara agar getaran itu bisa tersalurkan. Kesedihan seketika mencair, amarah seketika meredam, dan debaran seketika menghilang, seiring bait-bait kata itu mengalir melalui pena. Jika lara tak lagi terdengar, maka biarkan tulisan yang berbisik ke dalam sanubari. Baca ia berulang kali, "Tak mengapa, tak mengapa." Maka segalanya jadi tidak apa-apa. Karena saat menulis, kau menjadi satu-satunya pendengar bagi duka di hatimu sendiri.

            Aku menulis, karena tulisan akan membuat seseorang abadi. Karena aku hanyalah manusia biasa, dengan cita-cita sesederhana "bisa mewariskan sesuatu saat aku pergi meninggalkan dunia." Aku mengagumi seorang Tarigan yang tulisannya akan selalu terselip di setiap deretan kalimat dalam skripsi mahasiswa. Aku mencemburui Imam Bukhari dan Muslim yang namanya tak henti disebut-sebut oleh para kiyai yang mengajari santrinya di madrasah. Mereka telah lama tiada, namun mereka tak pernah mati. Ilmu yang mereka tinggalkan akan selalu menyertai segala lini kehidupan. Semua itu bisa terjadi, karena mereka menulis. Mereka abadi dalam sejarah, namanya takkan lenyap ditelan zaman. Mereka adalah jutawan sejati, karena warisannya tak senilai dengan harta duniawi.

            "Ilmu adalah buruan, dan tulisan adalah ikatannya. Termasuk kebodohan kalau kau memburu kijang, setelah itu kau tinggalkan terlepas begitu saja." Seperti itulah nasihat dari seorang ulama besar bernama Imam Syafi'i. Nasihatnya mengingatkanku, tentang ilmu yang sangat mudah lenyap jika ia tidak diabadikan melalui tulisan. Betapa ilmu tidak ada bedanya seperti binatang buruan, yang apabila tidak diikat maka ia akan kabur entah kemana. Jangan biarkan ilmu yang telah susah payah dicari menghilang sedikit demi sedikit dari ingatan. Ikatlah ia ke dalam tulisan. Tuangkanlah ilmu ke dalam tulisan, maka ilmu itu akan berguna bagi siapapun yang membacanya. Tuangkanlah ilmu ke dalam tulisan, maka ia akan jadi pengingat di kala lupa. Tuangkanlah ilmu ke dalam tulisan, maka tulisan itu akan jadi bukti jihadmu di jalan Allah.

            Aku menulis, karena melalui tulisan aku mampu membahasakan rasa yang tak mampu kuungkapkan. Dengan menulis, aku mampu meluapkan rasa bergejolak yang tersembunyi di dalam dada. Rasa sedih yang tak terbendung, rasa senang yang membuncah, dan rasa bersalah yang menyiksa, segalanya terasa ringan setelah aku menumpahkannya ke dalam tulisan. Menulis laksana penawar bagi rasa sakit di hati. Menulis bagaikan penyembuh bagi tekanan yang memberatkan pikiran. Dengan tulisan, rasa bahagia, kesal, sendu, dan rindu dapat terbahasakan dengan baik. Karenanya jika hariku terasa berat, akan kuutarakan ia ke dalam tulisan. Masalah mungkin tak menghilang, tapi niscaya hati akan merasa lebih tenang.

            Apalah daya, jika diri ini terlahir sebagai pribadi yang irit berkata-kata. Maksud hati ingin menyampaikan inspirasi, tapi terkadang ia justru salah dipahami. Karena lidah terlanjur kaku, dan tubuh terlanjur keringat dingin apabila dihujam tatapan orang lain. Keterbatasan inilah, yang menjadikanku bertekad untuk terus menulis. Dengan menulis, aku ingin menebarkan inspirasi seperti halnya orang yang pandai beretorika. Hanya saja aku menggunakan pena dan kata, bukan dengan mulut yang terkadang salah kata. Dengan menulis, aku leluasa memilih diksi dalam aspirasi, hingga aku mampu menyentuh hati orang lain lebih dalam lagi. Menulis adalah sebuah keajaiban. Sebab ia mampu membawa perubahan kepada satu-dua orang, tanpa kita harus bersuara dengan lantang. Dengan menulis, inspirasi yang tadinya hanya milik pribadi, bisa kita bagi kepada jutaan manusia yang ada di belahan bumi. Karena itulah aku menulis. Aku ingin turut mengambil peran, meski hanya lewat tulisan.

            Sebagian orang berkata bahwa menulis adalah sebuah hobi. Sebagian orang menganggap bahwa menulis adalah suatu kebiasaan. Namun bagiku, menulis bukanlah hanya sekedar hobi atau kebiasaan. Menulis adalah sebuah kebutuhan, yang aku akan merasa kurang apabila tanpanya. Bagiku, menulis tak ada bedanya dengan sebuah rangkaian terapi. Terapi yang dilakukan oleh diri sendiri, untuk menyembuhkan diri sendiri. Mereka yang merasa kehilangan, akan menghabiskan waktu untuk mengenang orang yang dicintainya melalui tulisan. Mereka yang merasakan rindu tak bertepi, akan menciptakan bait-bait puisi sebagai ungkapan hati kepada yang dirindui. Mereka yang telah melakukan kesalahan, akan menulis sepatah kata permohonan maaf sebagai tanda penyesalan. Hingga akhirnya lewat tulisan, sebagian orang pun sedikit demi sedikit mulai berdamai dengan kenyataan. Menulis adalah kebutuhan, menulis adalah media penyembuhan. Karenanya, kita semua butuh untuk menulis.

            Aku menulis, karena aku mencintai estetika. Estetika tidak mutlak milik seorang seniman yang pandai menggores kuas di atas kanvas. Estetika tidak mutlak milik orang yang terampil mengukir semburat wajah di atas benda padat. Estetika juga milik seorang penulis, yang gemar menyiratkan makna dalam kalimat puitis. Sastrawan itu tidak ada bedanya dengan seniman. Karena sastrawan mampu menyampaikan rasa melalui kalimat yang tidak biasa. Bahkan dalam keadaan sedih pun, sastrawan mampu menciptakan rentetan kata yang terbilang sangat indah. Sastrawan juga banyak bereksperimen, ia akan menjadikan benda apapun yang ada di sekitarnya sebagai objek tulisan. Entah itu sekuntum bunga, secangkir kopi, suara hujan, atau daun yang berguguran. Segalanya bisa disulap menjadi bait-bait puitis yang menyiratkan sebuah makna yang mendalam. Karena itulah aku memilih untuk menulis. Aku ingin menjadi seorang sastrawan, yang setiap suka dukanya akan melahirkan karya yang beretika dan berestetika.

            Aku bukanlah siapa-siapa, hanya seorang fakir yang mulai merangkak perlahan-lahan untuk menemukan jati diri. Karena sadar bahwa diri ini bukan siapa-siapa, membuatku berusaha keras agar kemampuan menulisku kelak bisa mendapatkan pengakuan dari banyak orang. Aku selalu bermimpi bisa menggarap sebuah buku hasil karyaku sendiri. Aku selalu bermimpi bisa melihat buku yang kutulis terpajang di etalase 'Best Seller' di sebuah toko buku. Aku selalu bermimpi, karyaku banyak dikutip oleh kawula muda karena tulisanku bisa meninggalkan kesan mendalam di hati para pembacanya. Karena itulah aku ingin menulis. Aku ingin mewujudkan cita-cita besarku, menjadi seorang penulis yang diakui oleh banyak orang.

            Aku menulis untuk mengasah diri. Karena belajar dan mengasah diri akan berlangsung sepanjang usia. Tak peduli tua ataupun muda, kemampuan harus terus ditambah dan diasah. Karena waktu membuat segalanya berkembang, jangan sampai kita hanya berjalan di tempat. Menulis adalah salah satu metode mengasah diri yang paling kugemari. Aku tidak terlalu mahir bersosialisasi ataupun berkolaborasi. Karena itu dengan menulis, diam-diam aku mengasah dan mengembangkan diri. Karena menulis, aku jadi punya banyak waktu untuk sendiri, merenungi hal yang perlu dibenahi, memilah hal-hal penting dengan teliti, lalu menyusun rencana baru dengan lebih rapi.

            Kemudian yang terakhir, aku menulis untuk mengumpulkan bekal di akhirat. This is the most important point of writing. Coba bayangkan, jika kau menulis buku yang bermanfaat. Maka setiap manfaat yang dihasilkan oleh tulisanmu, pahalanya akan terus mengalir kepadamu tanpa syarat. Sebab pada hakikatnya yang menjadi amal jariyah adalah ilmu yang bermanfaat. Karenanya, akan kugunakan bakat yang Allah berikan untuk memudahkanku di akhirat. Akan kujadikan para pembacaku sebagai lahan memanen pahala setiap saat. Akan kusuarakan kebaikan meski hanya melalui sepenggal kalimat. Sebab hidup ini sangat singkat, maka kupastikan waktuku habis untuk mempersiapkan akhirat.


Makassar, 8 Agustus 2020

 

Tentang Penulis:

Siti Aisyah Sukardi, gadis berdarah Bugis kelahiran Agustus 1997. Merupakan seorang tenaga pendidik di bidang pembelajaran Bahasa Arab. Tidak punya gelar lain selain 'Hamba Allah'. Hobinya menulis dan menghayal. Cita-citanya sederhana, yaitu ingin bermanfaat bagi orang banyak.

Share:

Post a Comment

Design Prokreatif | Instagram Ruang_Nulis