Oleh : Adji Soegiatno
Para tokoh mempunyai kebiasaan menulis. Mereka meninggalkan warisan berupa tulisan. Bung Karno mempunyai warisan, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Jas Merah dan ada beberapa lagi lainnya. Bung Hatta punya warisan buku antara lain, Demokrasi Kita. Kita dapat menemukan buku-buku peninggalan para tokoh.
Manusia mempunyai hasrat menyampaikan apa yang ada di dalam pikirannya salah satu diantaranya dengan cara menulis. Masing-masing mempunyai kedalaman berbeda-beda dalam menulis. Bukan hanya para tokoh yang mempunyai warisan tulisan. Para Ulama punya warisan tulisan, minimal punya tulisan yang digunakan untuk dirinya sendiri. Kadang orang awan menjadi tokoh karena tulisannya. Tulisan Para Tokoh, Para Ulama dan orang awam bisa dijadikan referensi bagaimana memandang suatu masalah pada saat ditulis.
Media social memberikan tempat kepada penggunanya untuk menuliskan sesuatu yang ada di dalam pikirannya. Facebook memberikan ruang kepada penggunanya untuk menyampaikan isi pikirannya, What's on your mind. Facebook jelas mengakomodir bahwa manusia mempunyai kebiasaan menyampaikan pikirannya melalui tulisan.
Menuangkan pikiran adalahi fitrah manusia. Ketika kita berdiskusi, ngobrol di gardu ronda, berdebat di tengah jalan bahkan bahkan memilih cat rumah adalah bentuk menuangkan pikian kita.
Fitrah menulis ini dapat dirasakan Ketika terjadi kekeringan di Etopia beritanya menyusup ke relung hati rakyat Indonesia. Perseteruan antara Leonid Bresnev dan Ronald Reagan meresahkan dunia tak terkecuali rakyat Indonesia. Perang Iran Irak, kekejaman Israel, dan krisis yang ada di dunia memanggil jiwa untuk berbicara.
Keresahan itu bisa dituangkan dalam bentuk lukisan, tembang, tatahan, tulisan bahkan hanya sekedar wajah murung di depan cermin. Curahan itu mempunyai jalannya masing-masing salah satunya dengan menulis.
Orang yang membaca ibarat membuka jendela dunia. Dia akan bertambah wawasannya. Pembaca sudah mempunyai bekal untuk menuliskan apa yang dia pahami tentang dunia. Kehidupan kecil membuat segelas jus, dari praktek hasil membaca bisa ditulis ulang dan akan menjadi bahan bacaan buat orang lain.
Membaca adalah menikmati hasil karya tulisan. Menulis berbekal banyak membaca. Antara menulis dan membaca atau antara membaca dan menulis akan menjadi satu keterikantan yang sangat mendalam. Saya tidak gemar membaca tetapi karena suka menulis mau tidak mau harus membaca.
Dunia selain dengan buku-bukunya juga menggelar berbagai macam tulisan. Kecoa yang digotong semut memanjat dinding adalah bacaan.
Selain manusia mampu membaca dunia manusia juga dihadapkan pada kenyataan suatu saat nanti akan tertimbun tanah. Ketika nyawa dikembalikan kedalam jasadnya dan hidup di dalam tanah sudah pasti sangat menyiksa. Yang tidak terkuburpun akan merasakan hal yang sama. Mau teriak, mau menagis, mau minta tolong kepada siapa?
Ketika nanti selama menunggu di alam kubur sampai kiamat berharap dilapangkan kuburnya, disejahterakan alam kuburnya, ditemani bacaan Al Quran dan walau sudah tidak bisa beramal lagi pahalanya masih terus mengalir.
Pahala yang masih mengalir ketika sudah meninggal dunia, Sodakoh Jariah, Do'a anak sholeh untuk orang tuanya dan Ilmu yang bermanfaat. Terkait tiga hal tersebut berharap tulisan bisa menjadi salah satu ilmu yang bermanfaat.
Menulis dengan berharap menjadi ilmu yang bermanfaat selalu mempertimbangkan bahwa ini akan menjadi salah satu harapan di kelak kemudian hari.
Bermotif ilmu yang bermanfaat, Ketika ide muncul dan bermanfaat segera ditulis, tak akan disia-siakan. Pergi selalu membawa buku kecil dan pena. minimal pena, ketika ada ide cari secarik kertas. Yang modern lagi pakai HP dengan aplikasi Memo. Ketika ada ide tulis di buku kecil, secarik kertas atau ke dalam memo.
Walau tak menemukan ide sering kali gairah untuk menulis tumbuh dengan sendirinya. Keinginan untuk menulis cukup besar, meletup-letup. Ambil ide yang ada di buku kecil, secarik kertas atau memeo yang ada di HP.
Akan semakin tergerak untuk menulis ketika sarananya ada di depan mata. Dududk, Sarana di on-kan , klak-klik jari menari-nari, Imajinasi menikmati dengan mengembangkan ide yang ada.
Menulis perlu terus diasah, ketika mendapatkan ide bagaimana mau membuat alurnya, diksi mana yang mau dipilih, ada juga yang namanya majas, belum lagi kepatuhan terhadap PUEBI, kata baku dalam KBBI. Banyak yang harus terus diasah, di ke dari dan KTSP juga menarik.
Setelah jadi tulisan masih ada tahap-tahap lain yang harus dilakukan edit isi dan edit tata Bahasa. Ternyata semakin menarik ketika dilakukan. Ketertarikan dan keasikan ini rasanya indikator senang menulis. Kalau tidak senang berbagai macam hal yang harus diperhatikan menjadi beban.
Kebiasaan menulis membuat beroikir ketika bekerja di daerah Dadap. Berangkat naik kereta dari Depok sampai Juanda, pindah Trans Jakarta dari Juanda sampai Rawa Buaya, terus naik omprengan dari Rawa Buaya sampai Tegal Alur dari Tegal Alur naik Gojek. Sekita dua Jam sekali jalan. Pergi – Pulang menghabiskan waktu empat jama.
Empat Jam waktu yang cukup lama, perlu diisi dengan kegiatan yang bermanfaat. Bisa istirahat kalau dapat tempat duduk. Satu jam pertama dan keempat kemungkinan kecil bisa duduk, kalah dengan Ibu-Ibu. Mainan Medsos juga terlalu lama 4 jam. Ini adalah waktu idle yang harus diisi dengan menulis
Dukala idle bisa membuka media social. Tersedia berbagai macam jenis sesuai kebutuhannya. Bebagai macam informasi baik yang fakta maupun hoax bertebaran. Perlu ada konten-konten yang sedikit bergizi untuk meramaikan media social sukur-sukur bisa mengimbangi konten-konten yang kurang sejalan dengan pola pikir sebagian besar masyarakat Indonesia.
Kesukaan menulis dan gelora hati serta pikiran tersalurkan dengan adanya media social. Perbedaan pendapat, opini, kersahan dan keinginan bisa dilampiaskan melaui media social dengan cara-cara yang santun dan beradab.
Dengan berjalannya waktu berangkat pagi pulang petang tak terasa matahri sudah condong ke barat. Bahasa kerennya purna tugas sudah di depan mata. Pensiunan secara fisik sudah turun jauh dari titik kulminasi. Kalau mengacu kepada atlet yang yang benar-benar mengandalkan fisik ketika bekerja, mereka gantung sepatu, gantung raket pada usia 35 sampai 40 tahun. Titik kulminasi secara fisik di usia 35-40 tahun. Pensiun pada usia 55 tahun, artinya sudah meninggalkan titik kulminasi
Kalau memang harus dijalani, kerja yang mengandalkan fisik setelah pensiun InsyaAllah masih mampu. Sudah banyak contohnya setelah pensiun kerja lagi dengan model pekerjaan yang sama menggunakan fisik. Yang menulis menjadi harapan ketika pension.
Manusia berharap bisa hidup dengan merdeka. Merah Putih itu melambangkan kemerdekaan setelah sekian lama dijajah bangsa lain. Apakah penjajahan itu membuat kita tersiksa segala-galanya? Tidak. sebagian masyarakat masih bisa menikmati indahnya dunia, suburnya negeri ini, harta yang melimpah di bumi Nusantara.
Lalu siapa yang terjajah? Bangsa Indonesia karena tidak berdaulat. Tidak bisa menentukan keinginan diri sendiri, semua harus mengikuti kemauan Penjajah.
Lalu apakah saat ini kita masih belum berdaulat? Silakah jawab masing-masing. Apakah masih ada yang belum berdaulat karena takut dimutasi, dinon jobkan, tidak diberi proyek, tidak dapat rejeki? Merdeka dengan cara menulis.
Depok 8 Agustus 2020
Adji Soegiatno
Kelahiran 22 April 1968. Tinggal di Depok Lama. Bekerja di dunia konstruksi sejak 1994. Menulis adalah salah satu kegemarannya walau belum mempunyai buku solo dan tulisannya belum pernah dimuat di media apapun kecuali media sosial. FB, IG Adji Soegiatno. Obsesinya memberikan souvenir buku saat farewell pensiun nanti.
Terima kasih ruangnulis. Hari ini saya berlatih mengedit selama hampir 8jam. Memggabubgkan 10 tulisan menjadi satusupaya ceritanya memgalir sangat menantang. Belum lagi kendala gaptek aplikasi. Pokoknya sangat menantang.
ReplyDeleteSekali lagi terima kasih ruangnulis.
Mantabbb pakk tulisannya
ReplyDeleteKalau penulis gantung apa pak? Pena? Buku? Sampe tuwek ya...spt judulnya menjelang senja 😀😀😀
ReplyDeleteJuatru itu bisa jadi harapan sampai tua Bu Yuli
ReplyDeletemantab Din , mengaliiir ! Lanjutkan....
ReplyDelete