Oleh: Septiani Puspita
- Menulis adalah Kewajiban
Alasan pertama aku menulis adalah aku sadar bahwa menulis merupakan suatu kewajiban. Bagaimana tidak? Setelah turun ayat Allah yang memerintahkan manusia untuk membaca, kita juga mesti tahu, kita perlu tulisan untuk dibaca. Maka dari itu, ada perpaduan kewajiban yang tidak bisa dipisahkan: antara menulis dan membaca.
Menilik diri kita pribadi yang mana sejak kecil sudah diajarkan menulis. Sebelum masuk sekolah, kita menulis. Ketika di sekolah, kita menulis. Setelah keluar sekolah pun kita tetap menulis. Menulis bahkan sudah menjadi kebutuhan sehari-hari. Apalagi di masa pandemi. Chat sana sini, menulis caption di berbagai media sosial maupun media pribadi. Ya, kita butuh menulis untuk kebutuhan berkomunikasi!
- Menuangkan Ide dan Emosi
Tidak ada manusia yang tidak pernah berpikir.
Tidak ada manusia yang tidak perasa.
Jujur, aku adalah seseorang yang terkadang pusing dengan berbagai macam pikiran yang berseliweran. Juga merasa tak karuan dengan emosi yang terpendam. Kepalaku mungkin bisa pecah jika tidak menuangkan/mengekspresikan pikiran dan perasaan.
Banyak cara untuk bisa menuangkan ide dan emosi. Salah satunya adalah dengan menulis. Aku lebih bebas menuangkan pikiran dan perasaan tanpa perlu memikirkan orang lain terganggu atau sakit hati. Sesederhana membuat coretan di kertas, cukup membuat diriku lega. Malah, aku sering menemukan ide tak terduga ketika menuangkan pikiran ke dalam tulisan, dibanding dengan mengutarakannya secara lisan..
- Melatih kemahiran berbahasa.
Menulis adalah salah satu bentuk kemahiran dalam berbahasa. Bahasa sangat penting digunakan untuk berkomunikasi. Ada bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa tulis ini melibatkan aspek membaca dan menulis. Sedangkan bahasa lisan melibatkan aspek berbicara dan mendengar.
Aku sering mendengar paradigma banyak orang bahwa 'Anak bahasa pasti mahir membaca, pasti mahir menulis, pasti mahir mendengar , dan pasti mahir berbicara.' Sebenarnya, semua itu adalah soft skill yang harus manusia asah. Terutama bagi manusia yang memiliki kesempurnaan indra.
Dengan menulis, kita akan lebih mengingat pembendaharaan kata.
Dengan menulis, kita belajar untuk berkomunikasi secara terstruktur.
Maka sangat penting bagi kita untuk melatih kemahiran berbahasa.
- Menanam Kenangan
Kita tahu bahwa, Raga akan mati, ingatan akan lupa. Namun tulisanlah yang akan mengingatkan kita. Sebagai manusia yang dianugerahi sebuah organ lunak yang menjadi pusat saraf-saraf (disebut otak) kita mempunyai kemampuan untuk menyimpan berbagai informasi.
Namun, banyak manusia yang tak bisa mengingat semua informasi yang pernah ia tangkap. Terkadang, hanya ingatan yang lebih berkesan saja yang diingat. Maka, perlu adanya petunjuk untuk memancing ingatan yang gagal dipanggil.
Ya, caranya melalui tulisan!
Aku menulis untuk pengingat diri. Aku menulis untuk menanam kenangan. Menulis juga bisa sebagai investasi jangka panjang. Agar kelak ketika kita sudah tiada, keturunan kita akan lebih mengenal dan mengenang kita.
"Menulislah, maka kau akan abadi"
- Ingin Didengar
Terkadang, mungkin sering kali, aku lebih banyak diam daripada berbicara. Aku lebih banyak mendengarkan daripada didengarkan. Aku lebih banyak membisu daripada membeo.
Maka, saat argumen tak tersampaikan atau malah ucapanku tak diterima karena aku tak bisa membahasakannya dengan baik. Aku mengumpulkan niat sekuat baja untuk berteriak lewat tulisan.
Pernah gak sih begitu?
Aku sering membuat SW/SG/langsung berdiskusi dengan orang-orang, terkait hal tertunda yang aku ingin sampaikan. Terkadang terkesan gaje, terkadang terkesan sepele, dan terkadang jika ada orang yang paham, ia akan berkomentar. Ya, aku hanya ingin didengar meski lewat mata yang beralih fungsi menjadi telinga.
Maka dari itu, aku menulis.
- Termotivasi penulis
Penah kagum pada penulis?
Seberapa kagumkah kamu?
Jujur, banyak sekali penulis yang aku kagumi.Terutama penulis Sunda dan Indonesia. Tapi mungkin banyak menurutku di sini tak sebanyak menurutmu. Iya, aku sadar bacaanku masih sedikit seperti anak SD. Atau bahkan anak SD sekarang yg lebih banyak bacaannya. Sedikit menyesal karena terlambat menyukai buku hee.
Seringkali aku dibuat tertohok, terpental, terjatuh, bangkit, menggelepar lagi, bahkan melayang karena sebuah tulisan. Aku bertanya-tanya mengapa penulis bisa sehebat itu membuat tulisan yang begitu berpengaruh? Tak sedikit juga penulis hebat membuat aku tersadar saat khilaf bahkan menjadi sangat kagum pada Sang Pencipta.
MasyaAllah, maka karena itulah aku menulis.
- Sebagai Refleksi Diri.
Mencoba peka terhadap segala kejadian yang terjadi di hidup adalah sesuatu yang sulit juga mudah dilakukan. Pasalnya, sifat acuh tak acuh sering muncul dalam diri. Bukankah sekecil apapun perbuatan kita akan diminta pertanggungjawaban?
Setiap kejadian selalu menyimpan makna. Sifat peka diperlukan agar kita sadar perbuatan di masa lalu akankah berpengaruh untuk masa depan?
Aku mengamini manusia selalu ingin lebih baik dari sebelumnya. Refleksi diri untukku bukan untuk membandingkan A menjadi B. Tapi untuk aku mengerti 'alasan' dan 'tujuan' serta 'solusi' dari setiap kejadian. Aku sering merefleksikan diri dengan menulis diary; hanya sebagai arsip bahwa aku pernah mampu melalui hal-hal rumit.
- Menghibur
Menghibur menurut KBBI V, artinya adalah menyenangkan dan menyejukkan hati yang susah; melipur.
Kadangkala menulis bisa menjadi hiburan untukku. Meskipun ini menjadi alasan yang ke-sekian. Aku akui bahwa menulis tidak semudah mengedipkan mata, tapi juga tak sesulit memipihkan baja.
Intinya ya begitulah, menulis itu menghiburku. Pernah kok aku menulis tapi aku sendiri yang tertawa. Aku yang menulis tapi aku sendiri yang sedih. Aku yang menulis, aku sendiri yang hilang letih.
Bukankah tujuan dari sebuah tulisan itu adalah untuk menghibur pembaca? Iyaa banget, aku setuju. Mungkin tak sedikit penulis yang terhibur saat menulis. Tapi menurutku, sebelum menghibur, aku juga mesti terhibur.
- Menggali Potensi
Setiap manusia pasti memiliki potensi. Terlepas dari fisik yang membungkus setiap pribadi. Juga hati yang penuh intuisi. Potensi manusia berbeda-beda. Berbagai faktor pasti memengaruhi setiap perkembangannya. Namun, jika diri pribadi menyadari sebuah potensi, mengapa tidak dicoba untuk digali?
Aku menyadari, ketertarikanku pada menulis baru berbentuk biji yang mengelupas. Dari segenap ambisi dan dorongan berbagai pihak, aku ingin menggali potensiku. Potensi itu patut dikembangkan. Maka, seharusya aku tak perlu ragu untuk terus belajar.
Belajar menulis, "Menulis apa saja, yang penting teruslah menulis," kata seorang teman yang membangkitkanku drari ke-insecurean.
Karena itulah, aku menulis karena ingin menggali potensi.
10. Ingin Menjadi Penulis.
Awalnya merasa malu ketika akan mengumbar sebuah keinginan. Tapi, apa yang harus dipermalukan dari sebuah mimpi? Itu sih penyakit aku pribadi, `selalu ragu untuk mencoba` dan jujur, diri ini masih ingin validasi dari manusia. Hwaaa padahal, kita hidup bukan untuk dinilai manusia dalam semua aspek yang menyangkut kita. Penilaian dari manusia itu relatif, dan 'apa kata orang' tak melulu jadi ketentuan.
So yeah, teruslah semangat menulis! Keinginan menjadi penulis itu baik. Semoga apa yang kita tulis bisa bermanfaat. Meskipun tidak bagi orang lain, setidaknya bermanfaat untuk diri pribadi.
Bismillah, karena aku ingin mejadi penulis, maka dari itu aku menulis.
Bandung, 5 Agustus 2020
Tentang Penulis
Septiani Puspita adalah mahasiswi semester 5 di Universitas Pendidikan Indonesia. Ia lahir di Bandung, 25 September 1999. Wanita yang kerap dipanggil Vita ini memiliki hobi membaca dan menulis sejak awal masuk kuliah. Vita sekarang telah mempunyai buah karya buku antologi puisi yang berjudul "Rindu yang Menggantung" yang terbit tahun 2019.
Post a Comment