Not To Impress

Rosyidha Baiduri




Kalau ada yang bertanya, apakah aku suka menulis atau tidak, maka aku belum bisa menemukan jawaban tepat. Karena yang aku tahu aku sempat memulai menulis, berhenti, dan terulang lagi. Meski dulu aku hanya menulis di buku tulis dan berisi curhatan patah hati. Baru belakangan ini saja aku mulai menulis lagi dan mengikuti event atau pun kelas menulis. Lewat menulis, aku punya wadah baru dan semangat lagi. Menulis seperti ini saja sudah bikin lega, loh. Melalui tulisan, aku jadi bisa menyampaikan hal menyenangkan yang terlalu singkat jika dikatakan dan akan menguap begitu saja. Beda jika ditulis.

Lewat menulis, aku menemukan wadah untuk berekspresi. Menuangkan apa pun yang aku rasa perlu aku tuliskan dan aku bagi. Sekali aku mencoba, saat itu pula ingin terus menuangkan apa saja yang pantas untuk ditulis. Just to express, not to impress. Karena lewat tulisan, seakan memberi gambaran apa yang terpikirkan. Ah, sebahagia itu lah menuliskan kisah sedih, gembira, atau pun imaji. Sebisa mungkin ditulis dengan diksi yang apik dan rapi dan bisa menyampaikan sebuah pesan.

Sebuah studi di Auckland menemukan bahwa latihan menulis memiliki banyak manfaat, salah satunya adalah menyembuhkan luka batin usai trauma (kompasiana). Apa yang tidak bisa diungkapkan oleh mulut, bisa dibabat habis lewat tulisan dan itu sangat membantu untuk melepaskan sesuatu yang mengganjal. Ketika merasa marah atau kecewa, lebih baik dituliskan di platform yang lebih pribadi. Semisal catatan di ponsel atau buku. Karena menurutku hal itu akan lebih menenangkan dan melegakan.

"Ilmu itu bagaikan hasil buruan di dalam karung, menulis adalah ikatannya." (Imam Syafi'i) 
Sebagian khalayak pasti pernah mendengar atau membaca petuah tersebut. Betul ya pastinya. Ketika belajar suatu hal, misalkan saja kuliah online atau mendengar kajian, bisa ditulis ulang atau di resume. Buat apa? Buat yang pelupa (seperti aku), hal tersebut sangat bermanfaat. Bisa dibuka dan dibaca ulang. Kalau dirasa layak, ya dibagikan ke media sosial. Biar bisa bermanfaat untuk orang lain juga.

Secara tidak langsung sadar atau tidak, ketika mengikuti kelas atau sebuah proyek menulis, aku dipaksa mengingat kembali pelajaran Bahasa Indonesia. Menilik PUEBI, membaca (lagi dan lagi) untuk memperbanyak diksi. Ketika untuk pertama kali mengikuti kelas menulis fiksi, rasanya seperti ditarik kembali ketika SMP. Mempelajari penokohan, alur, mengembangkan ide, dan sebagainya. Tapi itu semua membuat semakin semangat dan ingin mempelajari lagi. 

"Tulisan itu rekam jejak. Sekali dipublikasikan, tak akan bisa kau tarik. Tulislah hal-hal berarti yang tak akan pernah kau sesali." (Helvy Tiana Rosa)  
Nah, pernah dengar ada yang bilang rekam digital itu tidak akan hilang. Orang akan mengingat nama kita dan bisa jadi juga dengan tulisan kita. Apa yang akan kita katakan dan tuliskan, akan dihisab kelak. Jadi apa masih mau mengunggah tulisan dengan kalimat yang kurang pantas? 

Dengan mengikuti satu proyek menulis, aku mendapatkan teman-teman baru. Yang kemudian juga menjadi pintu untuk berani mencoba menulis dari satu proyek ke proyek lain. Teman sefrekuensi itu bisa memberikan pengaruh dan semangat. Selain itu bisa saling berbagi informasi dan mengobrol hal yang sama-sama disukai.Pengetahuan yang aku dapatkan juga bertambah. Entah itu untuk teori, kelas menulis maupun proyek menulis. 
Buatku, dengan menulis, membagikannya, serta  mengikuti kegiatan tentang tulis menulis bisa membuatku keluar dari zona nyaman. Awal menulis (di blog), tak pernah sedikit pun mau membagikan ke ruang publik. Minder. Banyak pertanyaan yang muncul. Nanti kalau ada yang baca gimana? Aku kan malu. Nanti kalau gak ada yang baca gimana? Serta nanti nanti yang lain. Hingga pada akhirnya aku berani untuk memulai membagikan tulisanku.

Ketika berhasil membuat sebuah cerita, rasanya seperti bisa memecahkan soal Matematika. Bahagia! Sebenarnya, kebanyakan yang aku tuliskan di blog atau pun feed instagram itu hal-hal yang aku alami. Daily activities. Atau hanya sekedar membicarakan sebuah buku, maupun memberikan caption pada sebuah foto. Baru akhir-akhir ini saja aku mencoba menulis fiksi. Dulu, waktu SMP atau SMA aku pernah menulis sebuah cerita di buku tulis. Tapi ujung-ujungnya aku sobek. Kalau sekarang sudah terfasilitasi semua dan semoga bisa lebih semangat.

Jadi, kenapa aku menulis? 
Ya, karena aku memang ingin menulis. Karena aku ingin tulisanku dibaca. 
Karena aku ingin feedback dari teman-teman, yang membuatku bersemangat. 
Karena aku ingin mempunyai hal yang bermanfaat.
Karena aku ingin berbagi dengan teman-temanku.
Karena aku ingin mengumpulkan pundi-pundi pahala lewat tulisan yang bermanfaat. 
Karena aku ingin, beliau yang sudah memberiku dorongan untuk menulis bisa melihat hasilnya. 
Karena aku ingin mereka yang percaya aku bisa menulis, bisa membaca tulisanku.


Jember, 8 Agustus 2020




Tentang penulis,
Rosyidha Baiduri, yang sering dipanggil Rosy adalah seorang full time mom. Menemani keluarga sembari belajar menulis untuk berekspresi. Berkeinginan suatu hari nanti tulisannya bisa memberikan manfaat dan menghibur. Penulis bisa dikunjungi lewat instagram @rosynee_ dan sebuah blog nararosy.wordpress.com .
Share:

2 comments :

Design Prokreatif | Instagram Ruang_Nulis