Menulis Untuk Mewariskan Karya

     Jadi kenapa aku menulis?Kenapa? Baiklah, kenapa ya? Selama ini menulis hanya menjadi ungkapan perasaanku, entah sedih, marah, jengkel, atau bahkan senang, terharu dan kagum. Menulis menjadi sarana pelampiasan untuk kata-kata yang tidak mampu aku ucapkan. Menulis menjadi teman curhat terbaik karena ia tidak akan berkhianat, aku hanya perlu menyimpannya rapat di suatu tempat atau mengemasnya dalam bentuk puisi atau cerpen. Pemakaian diksi akan sangat membantu dalam merahasiakan kegelisahan yang sedang kurasakan. Menulis bahkan menjadi teman ghibah yang sangat menyenangkan, ia membiarkanku menciptakan kemungkinan-kemungkinan yang berkeliaran di otakku. Jadi, menulis adalah caraku mengungkapkan perasaan.
     Selain mengungkapkan perasaan, menulis menjadi sarana self healing dari luka batin. Saat terluka, bercerita meminta pendapat pada kerabat dekat tidak selalu membantu. Seringnya, malah semakin parah ketika esok harinya yang kita harapkan menjadi rahasia mendadak menjadi topik pembahasan tetangga. Kegelisahan yang kutulis, ku akhiri dengan pesan positif yang mampu menghibur diri. Misal, sore tadi orang yang sangat dekat bersikap tidak peduli padahal kita sedang dalam keadaan tidak baik. Lalu aku akan menuliskan kegelisahan ku dengan di akhiri pesan untuk diriku sendiri. Bahwa setiap yang datang dan terjadi di hidup kita adalah rencana Tuhan, so take it easy.
     Lantas apakah aku sebijak itu berbagi pesan-pesan baik di akhir paragraf tulisan ku? Haha. Point ke 3 adalah berbagi ide pemikiran/pendapat. Terkadang terkesan sedikit naif tapi menyampaikan pendapat positif perlu dilakukan untuk memprovokasi diri melakukan hal yang positif juga. Seperti apa? Ambil contoh yang kemarin saat diacuhkan. Self healing nya adalah semua sudah direncakan jadi jangan ambil pusing. Nah penyampaian pendapatnya adalah its okay to not be okay, dalam satu waktu kita perlu ditegur entah dari yang dialami sendiri atau hanya dari cerita orang lain. Apa yang salah dengan menjadi terpuruk? Sedih? Dicampakkan? 
     Tidak ada yang salah dengan merasa terpuruk, satu waktu kita perlu merasakannya untuk keseimbangan jiwa. Dan aku akan menuliskannya untuk dapat dikenang di masa yang akan datang. Meninggalkan jejak di masa yang lalu adalah cara yang cukup menarik untuk menilai apakah diri ini sudah cukup lebih baik hari ini. Sama halnya seperti saat aku menuliskan betapa cintanya aku kepada mamakku. Setiap momen yang kulalui terasa sangat berharga. Kini saat beliau telah kembali pada-Nya, kenangan nya abadi dalam tulisanku. Untungnya aku masih punya Bunda yang kasih sayangnya seluas samudra setinggi langit di angkasa. Kini, beliau yang menjadi topik utama tulisanku.
     Lalu aku mulai berani memberi drama di tulisanku. Menyisipkan konflik dengan beberapa kalimat langsung, hingga aku menyelesaikannya dan menjadikannya sebuah karya. Mengejutkan, aku bisa membuat cerpen. Aku mulai ketagihan, ah tapi apa. Suatu hari aku melihat tetanggaku tengah membicarakan ku, luar biasa sekali. Tanganku gatal dibuatnya, buru-buru ku percepat langkah ke rumah. Ku ambil senjata, diam sejenak, tik tik tik dan jadilah puisi di note ponselku. Tapi marahku masih belum hilang, lalu aku membuat versi cerpen. Tik tik tik, jadi cerpen! Bagus, aku suka menulis. Semua yang terjadi dapat terekam di sini, kelas menulis, aku harus ikut kelas menulis!
    Menulis cukup menghibur kesepian ku, mampu mengisi kekosongan ku. Dan aku mulai gemar menulis di waktu luang ku, entah sepatah kata entah sehalaman kata. Entah di kertas entah di ponsel. Menulis mengalihkan kegiatan unfaedah ku, seperti berghibah atau berselancar stalking media sosial mantan. Waktu ku benar-benar bermanfaat dibuatnya, aku menjadi lebih bersemangat dari sebelum-sebelumnya. Seolah aku diijinkan mengintip dunia yang lain sesuai skenarioku sendiri, menulis di waktu luang memberikan energi tersendiri di setiap harinya. Tergantung dari tulisan yang buat, cerpen horor akan membuatku was-was seharian sedang puisi cinta akan membuatku merasa dicintai sepanjang hari. Luar biasa bukan ?
     Makin menarik makin ketagihan dan akhirnya menulis menjadi hobi baru dalam hidupku. Ia bak sarana perekam kejadian yang sangat baik, mampu menjabarkan perasaan tanpa membiarkan semua orang yang membaca paham begitu saja apa yang kutulis kan. Sehingga aku bebas mengeluh tanpa khawatir orang lain akan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi padaku. Karena memberi tahu semua bahwa kita sedang tidak baik-baik saja sudah cukup, detail hanya akan memperburuk keadaan. Alih-alih mendapat dukungan, bisa jadi semakin banyak informasi mereka dapat tentangmu semakin menyulitkan mu. Memiliki hobi menulis membuatku lebih berani bermimpi, lebih berani menjadi diri sendiri dan lebih berani jujur.
     Pada akhirnya, setelah 27 tahun hidup di dunia ini aku menemukan passionku. Sesuatu yang aku sukai, yang membuat ku bergairah, bersemangat, merasa hidup, merasa nyaman untuk melakukan nya. Untuk itulah aku tidak lagi mengisi waktu luang dengan menulis melainkan aku akan meluangkan waktu untuk menulis. Dengan banyaknya manfaat yang aku dapatkan dari menulis, memilih menulis sebagai passion adalah sebuah jalan baru untuk menemukan jati diri. Aku belum terlalu terlambat, bahkan mungkin sebenarnya tidak ada kata terlambat. Hanya saja waktu yang berlalu terlalu berharga jika dihabiskan sebagai orang lain. Do what you love and love what you do! 
     Passion yang kutemukan membimbingku untuk terus berlatih menulis agar mampu dan pantas nantinya mengisi kolom profesi di biodata diri sebagai PENULIS. Wow, sebuah impian sedang kurajut. Sudah kubilang, aku belum terlalu terlambat di dunia ini. Menjadi ibu rumah tangga dengan 2 anak kecil tidak membuatku lantas menutup diri dan berhenti. Aku tidak menyerah sampai di sini, di rumah saja bukan berarti duniaku sudah tidak layak untuk dinikmati. Apa enaknya jadi zombie? Hidup tidak mati pun tidak. Bekerja tidak berkarya pun tidak. Aku menulis karena aku ingin kan profesi sebagai penulis, bukankah itu hebat ? 
     Lalu impian dari segala impian adalah melahirkan sebuah karya di mana ia akan abadi meski raga telah pergi. Ia akan dicintai meski diri bukan orang suci, ia akan senantiasa membawa pesan dan membuat pembacanya menjadi bersemangat akan sebuah impian. Meninggal kan jejak untuk dikenang, memperkenalkan diri sebagai seniman. Mewariskan cerita pada anak cucu, menitipkan nama untuk tetap didoakan. Sebuah karya yang ⁷ mampu kuhadiahkan kepada sanak saudara, buku solo selalu menjadi tujuan besar dari alasanku menulis. Semoga suatu saat aku benar-benar mampu membuat orang-orang terkasih percaya, bahwa aku adalah seorang penulis.


Bantul Jogjakarta, 6 Agustus 2020


Penulis adalah pemula yang masih sangat butuh bimbingan dalam dunia menulis, ibu anak 2 dari kota Gudeg Jogja ini sangat mendambakan kelahiran buku solonya. Akan sangat merasa terhormat jika disapa lewat ig @fentipuspitasari___ mari berdiskusi tentang apa saja. Dunia menulis selalu punya hal menarik untuk dibahas, bukankah itu juga yang menjadi alasan kalian terjun di dunia menulis ini? 



Share:

Post a Comment

Design Prokreatif | Instagram Ruang_Nulis