Menulis Dari Diri Untuk Hati


Oleh : Reina

 

"If you want to be a writer, you must do two things above all others: read a lot and write a lot."

- Stephen King

Baiklah. Meski awalnya tidak serta merta menyengajakan diri menjadi penulis. Keinginan untuk menulis muncul begitu saja. Berangkat dari kegemaran membaca, memang.

Indah sekali bisa bercerita melalui tulisan. Mengungkap pikir dan rasa tanpa harus bicara. Meskipun tidak semua harus diungkapkan juga.

Maka ketika menulis, bagi saya ada dua hal; apakah menulis untuk diri sendiri atau untuk dibagikan. Pada akhirnya, tulisan yang dibagikan itu pun sesungguhnya adalah untuk diri sendiri juga.  

Saya menulis, awalnya adalah untuk diri sendiri.

 

 

Pelampiasan pikiran dan perasaan yang tidak terkatakan.

Dari sisi psikologis, menulis diyakini sebagai terapi yang bisa membantu melampiaskan emosi secara tepat. Dengan menulis, bisa mengungkapkan rasa marah, kecewa, patah hati, kesedihan, kegembiraan, tanpa perlu takut dinilai atau diejek. Mengungkapkan masalah melalui tulisan adalah salah satu langkah self-healing.

Melepas kepenatan

Kadang jika merasa jenuh dengan rutinitas, saya "melarikan diri" ke dunia imajinasi rekaan, melalui tulisan. Saya bebas memilih tokoh dan peran, menentukan jalan cerita dan akhir cerita. Di dunia imajinasi ini, saya memiliki kuasa atas tombol-tombol maju, mundur, bahkan hapus.

Menyenangkan. πŸ€—

Menulis untuk menyimpan kenangan

Selain foto, tulisan juga membantu menyimpan kenangan. Sejak SD hingga kuliah saya menyimpan diary. Isinya beragam; mulai dari perasaan tidak keruan saat bertemu orang yang diam-diam disukai di sekolah, hari pertama kuliah, hari pertama kerja, hingga hal remeh temeh seperti menikmati roti bakar gaul tengah malam.

Saat SMA, saya dan pacar waktu itu memiliki buku diary yang sama persis, masing-masing menyimpan satu. Ketika bertemu, kami saling bertukar diary. Isinya? Lirik lagu, puisi, surat cinta, sampai klarifikasi dan permintaan maaf saat bertengkar. Setelah putus, tentu diary saya berakhir di tempat sampah. Entah bagaimana nasib diary miliknya.

Menulis untuk tetap belajar

Dalam proses menulis, saya belajar banyak. Menulis seringkali butuh referensi. Bagi saya ini seru. Misalnya ketika sedang ingin menulis cerita detektif, melalui riset pustaka saya menemukan hal-hal menarik tentang psikologi kriminal. Sungguh, menulis  seringkali menyingkap cakrawala baru.

Untuk menunjang tulisan baik fiksi maupun non fiksi, membaca adalah alat bantu utamanya. Saya sendiri lebih merasa sebagai pengarang daripada penulis, karena lebih suka berkutat di fiksi. Tetap saja meskipun boleh mengarang bebas, ada pakem yang harus diikuti; ketika mendeskripsikan profesi tertentu, misalnya. Tentu butuh data. Buat saya, proses riset dalam menulis ataupun mengarang ini sangat bisa dinikmati.

Menulis untuk menghibur

Menulis tidak hanya untuk menghibur diri, tapi bisa juga menghibur orang lain. Saya sendiri senang jika ada yang merasa terhibur dengan tulisan saya. Entah karena selipan humornya, atau karena temanya. Atau karena menertawakan ketidakjelasan tulisan saya. He..bercanda.

Menulis untuk menginspirasi

Sebetulnya ini tidak disengaja. Salah satu contohnya, ternyata setelah saya menulis di media sosial, beberapa teman bilang mereka jadi ingin menulis juga. Biasanya mereka ini memang suka menulis, tapi sudah lama ditinggalkan karena kesibukan dan lain hal. Setelah melihat juga bahwa akhirnya saya berhasil menerbitkan beberapa buku antologi, mereka jadi bersemangat lagi untuk mewujudkan impian lama menerbitkan karya.

Menulis untuk harapan

Tidak ada salahnya jika kita coba berhenti sejenak dari keseharian, lalu menuliskan baris demi baris harapan. Bahkan hingga lembar demi lembar. Keluarkan, tuliskan. Lalu doakan. Kita tidak tahu harapan mana yang akan mendapatkan jalan menjadi kenyataan. Tetap tuliskan dan doakan saja semua harapan.

Dengan menuliskannya, kita akan membacanya kembali, berulang-ulang. Semakin lama kita akan semakin diyakinkan, bahwa harapan akan jadi kenyataan. Ingat "the law of attraction"?. Dengan keyakinan, kita mungkin bisa menarik hal yang kita inginkan dan harapkan benar terjadi kepada kita. Tentunya dengan usaha dan doa. Karena jika menginginkan sesuatu tanpa adanya usaha, itu namanya bermimpi.

Menulis untuk melatih otak

Alasan lain untuk menulis adalah karena menulis dapat melatih otak dan meningkatkan memori. Kebiasaan menulis jurnal bisa membantu dalam mengingat, menempatkan prioritas, mencatat dan menyelesaikan tugas-tugas penting.

Menulis dapat melatih otak karena dengan menulis maka akan terlatih untuk berpikir. Tentu sebelum dan selama menulis ada proses berpikir; misal dalam memilih topik dan menggali pemahaman akan topik yang ditulis, serta bagaimana menyelesaikan tulisan.

Dengan otak yang selalu terlatih dapat mempertahankan bahkan meningkatkan daya ingat. Juga melatih untuk berpikir secara sistematis.

Menulis untuk merayakan

Saya juga menulis untuk merayakan, baik sukacita maupun dukacita. Demi rasa syukur. Bahagia atas sukacita yang disyukuri bisa jadi akan bertambah melimpah. Menuliskan rasa duka tidak lain adalah agar mampu memahami hikmah.

Pernahkah begitu bahagianya sehingga tidak mampu berkata-kata? Maka, tuliskanlah. Adakah pernah hati begitu gundah oleh duka hingga lidah sungguh kelu? Maka, tuliskanlah.

Lalu, kita bisa membaca dan merayakannya bersama-sama, bukan?

Lebih lagi, jika kita menulis karena cinta, berbahagialah, karena akan terasa mudah. Bukankah jika kita mencintai sesuatu, kesulitan pun dapat berubah menjadi kemudahan?

Mengutip kata-kata bijak Jalaluddin Rumi; "Karena cinta pahit berubah menjadi manis, karena cinta tembaga berubah menjadi emas."

Menulis setiap waktu, atas dasar cinta, tidak akan terasa berat. Meski seringkali tetap dipengaruhi suasana hati dan juga hal-hal di luar diri, yakinlah bisa sampai pada bait selesai.

Pada akhirnya, bagi saya menulis adalah pernyataan diri tentang kejujuran. Ketika tulisan dibagikan, kita adalah cerminan dari apa yang kita ceritakan. Laku dan lakon mungkin rekaan, yang nyata adalah pesan.

Karenanya, dengan menulis menurut cara saya sendiri, saya ingin meninggalkan "legacy". Berupa barisan karya yang diharap layak menyentuh hati siapa saja yang pernah membacanya, sekarang dan nanti.

"No legacy is so rich than honesty" - Shakespeare.

Bandung, 7 Agustus 2020.

***

Tentang Penulis :

Menetap di Bandung, aktif sebagai pengajar kursus Bahasa Inggris. Alumni Fikom Unpad Bandung jurusan Ilmu Humas, memiliki hobi menulis sejak kecil, telah menerbitkan tiga buku antologi cerpen berjudul Al-Kisah, Dunia Peralihan, dan Sekantong Keajaiban. Kita ketemu yuk di akun Wattpad @Reikleinemeid dan IG @rei_kleinemeid. 

Share:

11 comments :

  1. MasyaAllahh kerenn bangett kak 😍

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah..makasii. tulisan kakak juga keren.semangat terusss

      Delete
  2. Love your writing miss...! 😍😍

    ReplyDelete
  3. Tetap semangat yah jsngsn lupa kunjungi punya ku yah
    Take a look at this : http://artikel.ruangnulis.net/2020/08/alasan-mengapa-menulis.html From Artikel Ruang Nulis

    Tolong juga kunjungi dan komen

    ReplyDelete
  4. Tinggalin jejak dengan komenmu yukk πŸ€—

    ReplyDelete
  5. Smangaaat neeey.. kereeen.. congrats n sukses ya ... mau blajaarr aaah banyak yg mo dicritain tp bingung gmn, nulis apa, mulai drmn, dll,dll hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wahahaha maaap baru baca ini. Thanks banget ya Sel supportnya. Nanti ada event menulis lagi gue ajakin yaa.

      Delete

Design Prokreatif | Instagram Ruang_Nulis