Mengabadikan Rasa melalui Aksara


Oleh : Cica Wiswanti

Menulis adalah salah satu wasiat para ulama. Menulis menjadi sebuah cara untuk mengelanakan pemikiran. Kita memiliki gagasan yang boleh jadi mempengaruhi dunia apabila ide yang ada di alam pikiran kita tuangkan. Banyak wadah yang dapat menampungnya, namun yang erat kaitannya dengan pembangunan dan pengabadian diri adalah melalui tulisan. Telah terbukti para pendahulu yang terkenang ilmunya hingga kini karena diikat ilmu tersebut dengan tulisan. 
Salah satu wasiat dari Imam Ghazali, "Jika Kau Bukan Anak Raja, Juga Bukan Anak Ulama Besar, maka Menulislah". Peradaban besar dibangun atas budaya literasi. Yaitu dengan membaca sejarah, sebagai pedoman di masa depan untuk menuliskan kisah.
Menulis juga merupakan bentuk manivestasi olah otak dan hati. Tanda kita masih manusia 
normal dan produktif adalah ketika otak dan hati masih bisa di olah. Coba kita renungi, mustahil melakukan produktivitas tanpa andil otak dan hati. Keduanya tercipta untuk ikut serta menemani langkah kita sebagai manusia. 
Menulis adalah salah satu jalan yang bisa kita pilih untuk mewujudkan logika dan rasa. Soal 
bagaimana jenis, bahasa, dan bentuk tulisannya, tergantung pada kebutuhan. Soal hasilnya, tergantung seberapa sering kita latihan. Tidak ada pembicaraan soal bakat di sini. Karena yang mahal itu ide, dan menulis itu hanyalah skill, yang akan terus bertambah bila terus diasah. 
Menulis ibarat sebuah pipa penyalur emosi. Menulis menjadi penyalur emosi layaknya sebuah pipa, dan muaranya ialah karya. Dengan menulis, ada ekspresi yang terluap, emosi yang tersalurkan, dan rasa yang diabadikan. Cara ini mungkin bisa dibilang „bijak‟. Bagaimana bisa? Misal ada suatu hal yang membuat marah, dari pada kita mencela atau memecah kaca, maka ketika kita memilih menulis, kedua hal itu hanya terangkum dalam kata-kata dan tidak menimbulkan luka pada sesama. 
Saat kita menulis, pena membebaskan kita untuk bersuara dan kertas tidak pernah menuntut kita menjadi siapa-siapa. Dengan arif selalu menerima penulisnya dengan lapang dada dan apa adanya. 
Kewajiban Penuntut Ilmu salah satunya adalah menulis. Aneh saja rasanya bila seseorang yang menuntut ilmu, namun tidak membaca dan menulis. Sehingga, tidak ada salahnya bila kegiatan literasi menjadi kewajiban para akademisi. Demikian pula kata Imam Syafii, bahwa ilmu ibarat hewan buruan yang perlu diikat dengan tulisan.
Tulisan dan karya merupakan prasasti nyata dari sebuah proses berfikir. Para penuntut ilmu seolah wajib menciptakan proses berfikir yang demikian sebagai bentuk penjagaan atas ilmu yang telah di dapat. 
Ilmu datang dari berbagai arah dan berbagai bentuk. Namun tulisan, datang dari kemalasan yang berhasil disingkirkan. Dan membaca, membaca belum tentu menulis, namun bagi para penulis, apapun jenis tulisannya, membaca adalah sebuah keharusan. 
Seringkali kita dihadapkan dengan persyaratan maupun tugas ketika sekolah dulu maupun 
tugas kampus berupa kegiatan tulis menulis. Di antaranya, tugas mengarang, esai pendaftaran beasiswa, tugas kampus yang setiap matkul pasti ada tugas membuat paper, dll. Semakin hari kita tidak bisa menghindari realita bahwa kegiatan literasi itu membayangi kehidupan. Mau tidak mau, kita harus melaluinya.
Saat di mana kita tidak bisa menghindar lagi dari sesuatu, maka cara terbaik menghadapinya ialah mendalami dan mempelajari serta dengan bijak kita terjun di dalamnya. Begitupun kegiatan menulis ini.
Satu lagi yang terpenting, salah satu alasan aku (mau) menulis adalah karena tidak lagi aku menganggap menulis itu suatu beban.
Fasilitas yang Tuhan berikan kepada manusia, yang paling bergengsi dan menjadi pembeda 
diantara para mahluk, adalah akal. Sampai kalian membaca tulisan ini, pekerjaan akal masih mendominasi. Bukan hendak mendewakan akal, justru sebaliknya, betapa hebatnya Pencipta akal ini dan beruntungnya mahluk yang ia beri.
Katanya, kita wajib mensyukuri takdir apapun yang Tuhan beri. Dari nikmat hidayah sampai 
musibah, bersyukur adalah sikap yang harus selalu kita ambil. Karena ada konsep lain dibalik segala takdir yakni hikmah. 
Atas kepemilikan akal yang Tuhan beri, maka sepantasnya kita bersyukur, dengan hati, lathi, 
dan aksi. Banyak bentuk rasa syukur. Menulis adalah salah satu aktualisasi rasa syukur kepada Tuhan yang bisa kita lakukan. 
Lagi-lagi menulis itu sederhana, tidak butuh banyak persyaratan dan cuan. Buat menghasilkan sebuah tulisan, kita hanya membutuhkan kesadaran, kemauan dan bila perlu "sedikit paksaan‟. 
Sederhana sepertinya. Bahkan lebih sederhana dari cinta Eyang Sapardi.
Menulis bukan hal berat bila kita segera mengayunkan pena. Berat itu hanya dipikiran, namun akan ringan bila dilakukan. Bila sudah terasa sulit, coba dialog dengan diri, benar sesulit itukah buat "mau‟ menulis? atau aturan diri sendiri yang mempersulit?
Ketika kemalasan berusaha menguasai, coba nasihati diri sendiri, "Kasihanilah idemu yang 
terungkung di sudut tempurung. Biarkan ia menjadi karya. Tidak ada alasan lagi buat kita tidak menulis. Selama kegiatan menulis masih gratis, yuk nulis!"
Memang tidaklah mudah melakukan suatu hal yang belum terbiasa dilakukan. Terkadang kita terpaksa melakukan suatu hal demi menghindari suatu hal lainnya. Pembentukan kebiasaan baik, seringnya memang butuh paksaaan. Ku kira kita semua sepakat kalau menulis akan melatih kita berkebiasaan baik dan positif. Menulis menghambat kita untuk berlama rebahan, selancar di media sosial, dan aktifitas non-produktif yang lain. Paksaan terkadang membuat kita membangun realita baru. 
Menumbuhkan tindakan dan mental yang baru, serta mengubur dalam-dalam jiwa lama yang "biasa- biasa saja‟. 
Dalam hidup ini, kita memiliki waktu yang sama dalam sehari dan bebas digunakan untuk aktifitas apapun. Baik maupun buruk, tidak akan mengurangi jatah waktu 24 jam yang kita miliki. 
Namun untuk durasi waktu yang sama, sesuatu yang dihasilkan boleh jadi sangat berbeda; berlawanan. 
Atas dasar kesadaran itu, kita harus mencoba memperbaiki pengolahan waktu agar menghasilkan sesuatu yang bernilai. Apalagi situasi kondisi saat ini yang berpeluang lebih tinggi untuk duduk di depan laptop atau buku dan pena, lalu menyusun aksara demi aksara di dalamnya. 
Perlu kita ingat, bahwa waktu tak akan kembali untuk sekedar memberi kesempatan kita menulis. Ia terus berjalan, tidak peduli akan produkifitas yang kita lakukan. 
Menulis tidak hanya mencatat kata demi kata, namun juga proses mengukirkan sebuah rasa. 
Barangkali ada hal penting dan hikmah dari suatu peristiwa yang akan mampu kita ingat dan kita petik bila mana ia tertulis. Untuk itu, menulis mengajarkan kita untuk tidak buru-buru melupakan.
Mengabadikan rasa melalui aksara adalah alasan kesekian mengapa aku menulis. Karena bagi ku menulis tidak hanya melibatkan jemari saja, lebih dari itu, ada peran akal dan juga hati . 
Kita fana, tulisan juga fana, namun setidaknya dengan menulis, hasil pemikiran kita tidak ikut 
mati bersama raga, ia akan hidup sedikit lebih lama. Boleh jadi melebihi usia kita. Kendati nantinya ia akan musnah jua.


Tentang Penulis :
Namaku Cica Wiswanti, lahir di Gunungkidul, 23 Mei 2000. Aku seorang mahasiswi Fakultas 
Pendidikan. Menggeluti kegiatan literasi sejak tergabung dalam komunitas sastra di sekolah menengah 
pertama dan sedikit-sedikit terus melanjutkan aktifitas menulis di tengah kesibukan non-kepenulisan. 
Bila hendak berkorespondensi lebih lanjut, alamat surel : wiswanticica@gmail.com IG 
@cicawiswanti_.
Share:

9 comments :

  1. Masya Allah selalu terinspirasi denganmu🤗 Terima kasih tulisannya sangat bermanfaat

    ReplyDelete
  2. Masya Allah selalu terinspirasi denganmu🤗 Terima kasih tulisannya sangat bermanfaat

    ReplyDelete
  3. Masya Allah selalu terinspirasi denganmu🤗 Terima kasih tulisannya sangat bermanfaat

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah terimakasih cicaa buat energi positifnyaa❤❤❤

    ReplyDelete
  5. Semangat cica lanjutkan nggeh semoga selalu di mudahkan langkah mu 😘

    ReplyDelete
  6. Tetap produktif dan semangat donk ✨

    ReplyDelete
  7. Menuntut ilmu aneh kalo ga baca n nulis. Bener itu.

    Setuju menulis itu ga perlu modal, knp ga mulai sj ya.... hayuklah.

    http://artikel.ruangnulis.net/2020/08/menulis-sejarah-di-catatan-perjalananku.html

    ReplyDelete
  8. Sukaa banget tulisannya, sangat menginspirasi. Kita ga bisa lepas dari membaca & menulis :)
    Semangat terus yaaa :)
    Boleh mampir ke tempatku kalau senggang :D
    Menulis Dan Aku (@cuplikan.cerita)
    Makasih

    ReplyDelete

Design Prokreatif | Instagram Ruang_Nulis