Racikan Piyol : Menyelami Aksara


Oleh : Anisha Violina

 

Apa alasanku menulis?

Kisahnya bermula enam tahun lalu, di bangku sekolah masa putih biru. Seperti anak remaja lainnya, aku tengah dilanda penyakit menggilai seseorang. Kala itu, dia menilai puisiku. Puisi sederhana yang kubuatkan untuk tugasnya. Dia bilang, puisiku bagus. Ada rasa senang yang menggelitik, terasa seperti ribuan kupu-kupu berterbangan memenuhi rongga perut. Jadi, karena dia aku menulis? Tentu saja, bukan. Tapi, karena rasa aneh ketika seseorang mengapresiasi tulisanmu. Aku ralat, bukan aneh tapi unik. Kamu tahu, rasanya seperti mencelupkan pizza pada kuah bakso. Pernah mencoba? Aku pernah. Seunik itu rasanya.

            Berawal dari sana, 'bagus' menjadi kata yang paling romantis yang pernah ada menurutku. Acap kali kata bagus terdengar, aku akan seperti seorang penonton komedi yang menahan tawa sampai wajahnya memerah seperti tomat. Ah, dasar aku di masa lalu. Setelah kurasakan sensasi luar biasa dari menulis, hingga aku dibuat kecanduan akan sensasinya, menulis menjadi rutinitas paling menyenangkan yang pernah kulakukan. Segala hal kujadikan tulisan. Dari yang tertangkap mata, atau yang meluap dari kolam imajinasi Spongebob, pun demikian yang dirasakan oleh hati. Aku seperti seorang maniak menulis. Kapan pun, di mana pun, ketika hasrat menulis ada, aku akan menulis.

            Tapi, hasrat menulisku pernah terkalahkan oleh rasa cinta yang membara. Jika cinta mampu mengubahmu menjadi seorang pujangga, berbeda denganku kala itu. Sebab, yang kupikirkan adalah dia bukan aksara. Yang ingin kulihat adalah wajahnya bukan pena dan kertas. Segala halnya hanya ingin dia bukan yang lain. Namanya juga kisah cinta manusia, tak akan selalu berakhir dengan cinta yang berbalas. Dia yang kukagumi jatuh cinta pada salah satu perempuan di sekolah. Dan dalam suasana patah hati, aku memilih kembali menulis. Tanpa kusadari, patah hatiku lambat laun menghilang. Terobati? Mungkin saja.

            Apa yang kamu pikirkan tentang Disney? Jujur saja, setelah mengalami patah hati, aku merasa iri dengan para tokoh Disney. Contohnya, Cinderella yang menikahi Pangeran tampan atau Snow White yang akhirnya terbangun karena dicium Pangeran. Disney adalah kumpulan kisah sedih yang akan selalu berakhir bahagia. Kamu setuju? Di kehidupan nyata, kisah romantis Disney memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk terjadi. Dari sana aku berpikir untuk membuat sebuah dunia di mana aku bisa mengendalikannya sesuai kehendakku. Aku ingin seperti siapa, aku ingin menjadi apa, aku bisa mengaturnya. Dan dunia itu adalah dunia aksara.

            Dunia aksara yang kubangun memanglah sangat sempurna. Aku bisa menjadi Cinderella dengan versi berbeda, aku bisa menjadi Snow White dengan versi yang kesekian. Tapi, dapat hidup di dunia aksara tak menjadikanku memiliki hidup yang sempurna di dunia nyata. Bisa dikatakan, hidupku terlalu biasa untuk ditengok sekali pun. Aku tak menyesalinya, ini ketetapan Tuhan, meski terkadang kejenuhan menghampiri. Aku ingin hidupku seperti ini, aku ingin hidupku seperti itu, aku ingin begini, aku ingin begitu. Yah, namanya juga manusia tidak akan pernah puas dengan segala sesuatu. Bila diberi pedang malah meminta sebuah pistol dan bila diberi lautan malah meminta sebuah samudera. Sifat alami manusia. Dan menulis adalah caraku melarikan diri dari hidup yang monoton. Di dunia aksara, aku menjelma sebagai diksi, bersembunyi di setiap paragraf dan berklamufase menjadi tokoh. Seperti itulah aku di sana.

            Pernah dengar kata-kata ini? Rangga adalah orang yang jahat menurut Cinta dan kata Dilan rindu itu adalah hal yang berat. Kamu tahu, yang jahat itu bukan Rangga, yang berat itu juga bukan rindu, tapi kegagalan. Setiap orang setidaknya pernah mengalami satu kali kegagalan dalam hidupnya. Aku pernah disentil oleh kegagalan dan rasanya sungguh menyakitkan. Kamu tahu, rasanya seperti sedang melakukan operasi besar tanpa anestesi. Jangan dibayangkan, aku tahu itu menyakitkan. Karena kegagalan itu aku sempat tidak mengenali diriku sendiri. Aku terpuruk, aku sedih dan selalu menyalahkan diriku. Jujur saja, aku hampir hilang akal. Tapi, dengan menulis aku bisa bertahan sampai di sini. Kewarasanku masih ada pada tempatnya. Buktinya, kamu bisa membaca tulisanku ini, 'kan? Menulis adalah salah satu cara dari beberapa cara yang kuambil untuk mengalihkan perhatianku pada kegagalanku.

            Percaya atau tidak, di luar sana masih banyak cerita kegagalan yang lebih menyakitkan daripada yang kualami. Yah, inilah hidup selalu penuh rahasia dan kejutan. Banyak orang besar yang menjadikan cerita kegagalannya menjadi sebuah buku. Aku pun ingin mengikuti langkah mereka. Ketika aku terpuruk, ketika aku hilang arah, ketika menyudahi hidup terlintas dalam benak, ketika terang belum mengenyahkan gelapku, aku menulis semuanya. Tak banyak yang tahu kala itu, tapi sekarang aku ingin dunia tahu, bahwa aku pernah hidup dengan kegagalan.

            Segala sesuatu itu memiliki masanya sendiri. Lambat laun, cahaya menerpa gelapku. Aku mulai merasa baik-baik saja dan aku mencoba untuk menata hidupku kembali. Di kala itu, aku sempat terpikirkan sesuatu. Hal yang sepele barangkali, tapi cukup penting untuk tidak mengabaikannya. Akan menjadi siapa aku ini? Apa aku akan menjadi seseorang yang pernah hidup lalu dilupakan atau menjadi seseorang yang meski telah tiada akan tetap terkenang? Sangat sepele, bukan? Tapi, dari sana aku berpikir untuk menjadikan seluruh tulisanku sebagai bukti sejarah, bahwasannya di masa lalu hiduplah seorang aku. Aku bukanlah seorang yang terlahir dari keluarga bangsawan, orang tuaku pun bukanlah seorang politisi terkenal nan bijaksana dan aku bukanlah seorang selebriti yang memiliki rekam jejak di ingatan masyarakat. Aku hanyalah aku, seorang yang suka berkhayal dan menulis. Dan nanti, mungkin akan kubuat dunia mengingatku sebagai sosok itu.

            Sudah berapa banyak kata yang kutulis? Sudah banyak, ya? Kamu tahu, sebenarnya di dunia nyata aku bukanlah tipe orang yang mudah membaur, lebih terkesan kurang pergaulan daripada wara-wiri di kelompok mana pun. Tipikal introver, sindir orang-orang. Namun dengan segudang imajinasi yang bersarang di kepala, belum lagi ditambah upaya diri yang menolak untuk dilupakan waktu, menulis menjadi sarana untukku bersosialisasi. Dengan menulis, aku mendapat teman-teman baru yang satu frekuensi, aku mendapat kesempatan baru yang tidak semua orang mendapatkannya dan aku mendapat mimpi baru setelah mimpi lamaku hancur. Adakalanya, seseorang itu dinilai dari segi pemikirannya. Dan karena aku juga bukan orang yang komunikatif, menulis menjadi wadah bagiku untuk berpendapat.

            Sebagai manusia yang berakal, kita dituntut untuk selalu bersyukur apa pun kondisinya. Meski memiliki cerita hidup yang pahit, meski memiliki duka yang sangat besar, meski tak dapat melihat cahaya seterang yang orang-orang lihat, kita sebagai manusia sepatutnya banyak bersyukur. Setiap orang memiliki pemikiran yang berbeda untuk bersyukur. Ada yang bersyukur dengan melakukan ini, ada yang bersyukurnya begitu, semua tergantung pada pribadinya masing-masing. Caraku sendiri untuk bersyukur adalah dengan menulis. Mengabadikan setiap luka dan cerita hidup sebagai caraku bersyukur memang terkesan aneh barangkali, tapi dari sana aku belajar. Ketika kamu terluka, jangan biarkan amarahmu yang mengambil alih. Biarkan semuanya mengalir, karena air akan selalu turun ke dasar dan karena kamu memiliki Tuhan yang tidak akan pernah meninggalkanmu. Dengan menulis, aku bisa menelaah lebih jauh lukaku, lalu memikirkan jalan keluarnya dan mensyukuri hasil akhir dari semuanya. Dengan menulis membuatku lebih banyak bersyukur. Dan aku bersyukur karena berhasil menyelasaikan tantangan ini.

 

Tentang Penulis :

Anisha Violina adalah seorang gadis berdarah Sunda yang lahir 21 tahun silam. Penikmat novel, puisi, dan film Hollywood ini bermimpi menjadi seorang sastrawan terkenal dunia. Gadis pecinta kucing dan balapan motor ini terkadang asyik sendiri. Gomar kucing kesayangannya. Yuk, bertemu dengan Anisha di Instagram @iampiyol.

Share:

Post a Comment

Design Prokreatif | Instagram Ruang_Nulis