Oleh: Milah Nurmilah
Hai, Sahabat! Kamu suka menulis? Apa yang mendorongmu untuk menulis? Pertanyaan yang sama untuk saya. Apa alasan utama saya menulis?
Hal pertama yang terlintas di ingatan tentang menulis adalah hari-hari di mana saya menghabiskan waktu di tempat paling sepi dan jauh dari pandangan orang. Di tempat sunyi itu saya belajar menuangkan rasa dalam bentuk kata-kata.
Pada saat itu, memang hanya itu satu-satunya cara yang saya tahu untuk bisa melampiaskan segala gejolak rasa yang membuncah di dada. Menulis adalah cara paling ampuh memenuhi kebutuhan emosional saya. Meski kemudian saya menemukan cara lain sebagai penawar rasa, menulis tetap tak tergantikan.
Apa yang terjadi setelah saya menulis? Apakah serta merta seluruh masalah dan beban kehidupan hilang? Jawabannya tentu saja tidak. Namun, dalam aktivitas menulis tersebut terjadi proses relaksasi pada otot-otot saraf yang awalnya tegang menjadi lebih kendur dan santai. Saat ketegangan pergi maka akan datang suatu ketenangan.
Writing is healing.
Proses kesembuhan seseorang berawal dari ketenangan hati yang dirasakannya. Ketenangan inilah yang nantinya menuntun pikiran menjadi lebih fokus dan positif. Saat pikiran berisi hal-hal positif, dapat dipastikan daya tahan meningkat dan keinginan untuk sembuh dan mengatasi masalah akan semakin besar.
Jadi, menikmati aktivitas menulis bisa berpengaruh positif bagi kesehatan mental penulisnya.
Sekalipun dorongan menulis yang saya rasakan pada awalnya hanya berorientasi pada pemuasan kebutuhan emosional semata, lambat laun aktivitas menulis menjadi sesuatu yang bersifat produktif.
Saya mulai menulis sesuatu yang bisa dibaca oleh orang lain. Karena tulisan yang dibuat tidak lagi untuk dinikmati oleh diri sendiri, mau tak mau saya harus menulis hal-hal baru yang bisa menggugah minat baca orang lain, juga bermanfaat.
Dari mana saya mendapatkan ide menulis? Di sinilah saya menyadari bahwa aktivitas menulis memaksa saya untuk lebih peka terhadap segala fenomena yang terjadi di sekitar saya. Dengan kata lain, menulis dapat mengasah kepekaan rasa seseorang menjadi lebih tajam.
Seluruh informasi yang ditangkap oleh indra dari alam di luar diri kita kemudian dikumpulkan dalam ruang ide dan rasa, yang nantinya akan kita olah menjadi tulisan bermakna.
Berbeda dengan membaca yang bersifat reseptif, menulis bersifat produktif, di mana aktivitasnya mensyaratkan adanya sebuah hasil. Produk yang baik dihasilkan dari bahan dan cara meracik yang baik.
Ibarat seorang koki, penulis dituntut menyajikan sebuah santapan yang lezat bergizi. Santapan lezat bergizi itu bisa dibuat hanya jika sang koki memiliki pengetahuan dan keterampilan yang mumpuni. Apakah keterampilan itu bisa dipelajari? Tentu saja bisa. Setiap profesi berbasis keterampilan selalu dikuasai melalui banyak latihan.
Latihan menulis yang saya lakukan merupakan upaya saya untuk memperbaiki produk yang ingin saya sajikan. Saya ingin menghasilkan sebuah tulisan yang benar-benar berkualitas. Tentu hal tersebut tidak bisa diraih secara instan. Prosesnya bisa jadi membutuhkan waktu yang sangat panjang. Oleh karena itu, latihan yang saya lakukan pun harus serius dan konsisten.
Dengan menulis saya dipaksa belajar menggunakan bahasa dengan tata bahasa yang baik dan benar. Saya jadi lebih akrab dengan kamus bahasa dan pedoman umum penulisan yang memang seharusnya dimiliki oleh para penulis. Saya juga sering membandingkan tulisan saya dengan penulis lain, untuk menemukan hal-hal baik yang bisa saya pelajari.
Saya merasakan betul bagaimana berusahanya saya dalam menghasilkan sebuah karya, benar-benar butuh perjuangan. Oleh karena itu, saya belajar memberikan apresiasi bagi setiap karya, entah karya itu hasil penulis pemula atau buah pena penulis kawakan.
Saya mencari tahu tokoh-tokoh penting dalam kesusastraan untuk saya jadikan guru. Saya baca karya-karya mereka meski belum sepenuhnya paham dengan apa yang mereka tulis oleh sebab pemahaman saya yang masih dangkal. Saya berteman dengan para penulis pemula yang masih sama-sama berjuang. Saya jejaki para penulis yang sedang naik daun, demi mempelajari keberhasilan mereka. Mereka istimewa dengan kekhasan masing-masing. Saya ingin menjadi bagian dari komunitas ini.
Sangat penting bagi seseorang yang memiliki hobi atau profesi tertentu berada dalam komunitas yang tepat. Dengan keberadaannya dalam komunitas, ia bisa saling bertukar energi positif yang bisa memaksimalkan potensi yang dimilikinya.
Membangun relasi dengan para penulis yang bagus mutlak dibutuhkan. Dari relasi ini saya tidak hanya belajar tentang gaya kepenulisan, tetapi juga menduplikasi visi besar penulis.
Bagaimanapun juga faktor motivasi dalam diri setiap penulis akan memengaruhi corak tulisannya. Saya mengagumi para penulis yang selalu konsisten mengedepankan asas kebermanfaatan. Artinya, sebelum menulis ia selalu mempertimbangkan seberapa besar dampak yang akan ditimbulkan dari setiap tulisannya bagi pembaca.
Segala sesuatu di dunia ini bersifat fana, pun aktivitas menulis dan penulisnya. Semua hal memiliki tenggat waktu bernama umur. Sayang sekali jika aktivitas melelahkan yang merenggut sebagian besar waktu hidup di dunia tidak memberikan kontribusi apa pun untuk kehidupan akhirat penulis.
Sejatinya kehidupan seorang muslim seluruhnya adalah ibadah, termasuk aktivitas menulis. Sudah sewajarnya setiap muslim berlomba-lomba melakukan kebaikan untuk menambah bekal pahala di akhirat.
Rasulullah menyatakan bahwa satu di antara amal yang pahalanya terus mengalir dan dapat dinikmati, sekalipun pelakunya sudah tak bernyawa, adalah ilmu yang bermanfaat.
Menulis adalah salah satu upaya melanggengkan pahala kebaikan hingga lintas batas akhirat.
Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya. Kebermanfaatan itu diwujudkan dengan cara menebar ilmu melalui tulisan. Mengajak dan menginspirasi sebanyak-banyaknya orang untuk ikut serta dalam arus kebaikan.
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya" (HR. Muslim no. 1893).
Selain karena keutamaan hitungan pahala yang berlipat ganda, menyeru pada kebaikan merupakan karakter umat terbaik. Allah berfirman, "Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar." (QS. Ali-Imran: 110)
Menulis, sekali lagi, merupakan salah satu cara menyeru kebaikan.
Jika merunut kepada uraian yang telah saya sampaikan, setidaknya ada enam alasan mengapa saya menulis.
Pertama, menulis merupakan upaya pemenuhan kebutuhan emosional pribadi. Kedua, menulis dapat mengasah kepekaan rasa dan memaksimalkan potensi indra. Ketiga, dengan menulis saya lebih giat belajar tata bahasa dan sastra. Keempat, dengan menulis saya belajar mengapresiasi karya para penulis lain. Kelima, dengan bergabung dalam komunitas menulis saya bisa membangun relasi dan menduplikasi visi. Keenam, menulis merupakan investasi akhirat dengan janji pahala yang terus mengalir hingga pasca wafat.
Terakhir, saya tambahkan alasan ketujuh. Saya menulis karena saya ingin meninggalkan jejak kepada generasi setelah saya, yaitu jejak kehidupan.
Wallahu a'lam.
Bandung, 05 Agustus 2020
Bio:
Milah Nurmilah, dilahirkan di Bandung, 6 Oktober 1982. Selain berstatus sebagai ibu rumah tangga, penulis juga berprofesi sebagai guru SD di daerah domisilinya, bagian selatan kota Bandung. Menulis adalah suatu kebutuhan, demikian kata penulis. Bersama sahabatnya pernah berkoaborasi menghasilkan buku duet dan beberapa antologi. Penulis bisa disinggahi di IG @rg_numilah atau melalui surel milahnurmilah82@gmail.com.
Post a Comment