Alasan Aku Menulis

By: Siti Nurasih

Semua bermula saat aku masuk SMA. Dimana impian seolah tenggelam saat tahu kalau sekolah yang akan kusinggahi, tidaklah sesuai harapan. Lantas, setelah beberapa semester mengikuti KBM di sana semakin membuatku tidak betah, entah karena lingkungannya, maupun pergaulannya. Di bilik temaram ditemani sunyi, dan dinginnya angin yang menusuk ke tulang membuat diriku masih terjaga. Kupeluk kedua kakiku mencoba memerangi rasa sakit yang menghujami kulit serta bertahan memendam segala beban. Dari celah jendela bulan tampak bahagia ditemani banyaknya bintang yang membantunya memperindah langit malam. Mataku berembun tak kuasa menahan cemburu. Kualihkan netraku pada ponsel berusaha mendistraksi dengan membaca group kelas yang ternyata sedang membahas tugas, untung saja aku sudah menyelesaikannya. Aku mencoba nimbrung, namun yang terjadi malah aku keluar dari group. Bukan dikeluarkan, melainkan sengaja keluar.

Paginya aku menjadi bahan pembicaraan teman sekelas. Aku tidak bisa menutup mulut mereka yang seperti laju kereta, jadinya aku menutup telingaku bersikap untuk biasa, walaupun ada yang berontak di dalam dada. Selepas solat dzuhur, ponselku di laci meja kelas hilang. Tidak ada satu pun dari mereka yang tahu atau setidaknya membantuku mencari. Argh! Sudah ke sana sini mencari hasilnya tetap nihil. Dimana ponselku? Aku tidak bisa menahan tangis, membayangkan jika ibu tahu, maka selamanya tidak akan pernah dibelikan baru. Aku terduduk pasrah, tiba-tiba seseorang mendekat ke arahku sambil menggenggam sesuatu di balik saku. Itu ponselku!

Setiap pulang sekolah, aku selalu bergegas menuju kamar guna menghindari pertanyaan yang sangat aku benci keluar dari bibir orang yang sangat aku sayangi. Siapa lagi kalau bukan orangtuaku sendiri, mereka akan menanyakan bagaimana hari-hariku di sekolah pilihannya, lalu akan membanggakan kakakku yang katanya berprestasi itu. Lelah, ingin terbebas, berprestasi dengan caraku sendiri. Rindu, ingin seperti dulu lagi, dikelilingi banyak teman, disayangi guru-guru. Mereka seperti keluarga sungguhan bagiku. Huft, hari ini sangat menguras tenaga dan pikiranku, terlebih berurusan dengan seseorang yang selalu beradu mulut denganku. Sungguh! Aku membencinya. Aku benci semuanya.

Aku terkejut saat sekelompok dengannya, mengingat apa yang pernah orang itu lakukan padaku membuatku kembali emosi. Setiap kelompok maju untuk mempresentasikan hasil diskusinya, sampai pada giliran kelompokku. Entah perasaanku saja atau bagaimana, pasalnya mereka selalu menyela saat aku bicara, dan terus-terusan bertanya, seperti ingin menjatuhkanku, mempermalukanku sampai aku tak mampu berkata-kata. Aku berusaha tenang mencari jawaban baru. Saat ingin menjawab, seseorang lebih dulu bersuara dengan jawaban yang sebelumnya sudah kujawab, namun diubah menjadi lebih singkat. "Thanks Zayn, sekarang gue paham," ucap si penanya sambil menyeringai ke arahku. Sialan! Mereka hobi sekali membuatku kesal setengah mati, membuatku semakin tidak betah berada di sini.

Aku tidak akan pernah melupakan gelak tawa mereka yang begitu puas merendahkan kekuranganku, cibiran sarkas semakin menyesakkan dadaku, serta tatapan panas seringnya membunuh nyaliku. Sampai suatu malam seseorang bernama Zayn mengajakku berbincang lewat pesan. Bagaimana bisa seseorang yang telah membuatku benci, kini menjadi seseorang yang begitu peduli. Awalnya aku enggan bercerita kepadanya, namun beban yang tak sanggup kutahan akhirnya kulepas perlahan-lahan. Dia menyemangatiku, bahkan menceramahiku. Katanya, "Hidup itu disyukuri, kita tidak pernah tahu apa yang kita miliki orang lain malah sedang mencari, jangan menyimpulkan sendiri sesuatu yang kita benci, barangkali ada kebaikan yang tersembunyi."

"Hidup juga bergerak maju, banyak perubahan, selama kita tidak siap menerima hal tersebut jangan salahkan kalau punya sedikit teman," sindirnya halus. "Lebih baik sedikit daripada banyak, tapi nggak ada yang mampu mengajak pada kebaikan," balasku. Obrolan kami berlanjut sampai aku teringat celetukan dari sebagian cewek yang mengatakan kalau Zayn itu sangat menyebalkan, selain irit bicara, sikapnya hampir menyerupai yupa, bahkan jarang sekali akrab dengan wanita. Namun, saat bersamaku Zayn anomali dengan semua presepsi mereka. Tak heran jika sebagian dari mereka menginginkan posisiku, lantas bolehkah aku merasa diistimewakan? Meskipun masih sering berdebat, justru karena itu kami semakin dekat.

Zayn benar, masa lalu yang terus dikenang tanpa direnungi hanya akan menghambat hari-hari baru yang sedang kujalani saat ini. Aku memberanikan diri berbaur dengan mereka, berbagi cerita, canda tawa, bahkan sering diajak belajar bersama. Butuh waktu tidak sebentar untuk sampai seakrab ini. Semua itu tidak terlepas dari sosok yang sekarang mengantarku pulang. "Sering-sering aja gue antar lo pulang, pahala gue bertambah," pekiknya karena bising dengan sekitar. "M-maksudnya?" tanyaku setengah berteriak. "Lo terus dzikir sepanjang jalan." Menyebalkan! Aku melayangkan pukulan bertubi-tubi di punggungnya, ini semua karena aksinya yang kebut-kebutan di jalan. Namun, tanpa disadari ada seulas senyum sipu terpatri.

Waktu berlalu begitu cepat. Aku kira mereka semua jahat, dan akan membuat masa putih abu-abuku buruk, tapi ternyata tidak. Aku hanya belum sepenuhnya menerima kenyataan. Ah, aku masih tidak percaya mampu melalui dari yang sebelumnya aku pikir akan berhenti. Rasanya, aku enggan untuk berpisah dengan mereka, terlebih dengan Zayn. Bagiku, tiada yang lebih menyesakkan selain daripada perpisahan, apalagi tanpa kenangan. Pada suara yang tak mampu mengungkapkan atau menyampaikan isi hatiku saat bersamanya, juga pada waktu yang tak akan memungkinkanku bertemu dan berbincang kembali dengannya adalah alasan aku menuliskan semua ini.

Pada ruang yang mengingatkanku pernah membaca salah satu buku miliknya, sebuah novel berisi perihal perasaan. Di sana, penulis menyarankan pembaca jika tidak bisa mengungkapkan perasaan kepada seseorang, maka cukup dengan menghadiahi karyanya kepada seseorang entah di masalalu, sekarang, atau yang diharapkan untuk masa depan. Karena hampir semua isinya serupa dengan perasaanku yang selama ini terpendam saat bersamanya, hal itulah yang kembali menguatkan niat jika menulis adalah pilihan yang tepat. Dengan menulis, aku yang malu-malu bicara jadi mampu bersuara. Apalagi untuk membalas semua kebaikannya, aku akan menghadiahinya buku dimana penulisnya adalah aku.

Narasi yang telah kurangkai dari sisa-sisa memori, berharap tulisan-tulisan ini menjadi saksi abadi, untuk pertama kali aku membenci seseorang yang membuatku jatuh hati kepadanya, dia yang hadir merengkuhku disaat rapuh, menguatkanku untuk bertahan, yang menyebalkan sekaligus menyenangkan diwaktu bersamaan, ditambah perhatian yang diam-diam dia berikan, dan yang terpenting adalah mengajariku banyak hal. Kenyataan yang dulu tak pernah kuharapkan sekarang menjadi awal impian baruku, menyelami dunia kepenulisan. Kelak, jika waktu lebih dulu menghapus diriku dari semesta, tulisan-tulisanku akan tetap hidup di dunia. Jika waktu berkehendak mengirim dia membaca tulisanku ini, ketahuilah, kalau dia satu-satunya alasan kenapa aku menulis.

Cirebon, 07 Agustus 2020

Tentang Penulis:

Namaku Siti Nurasih akrab dipanggil Asih, lahir di Cirebon, 12 Juli 2002. Sekarang menetap di Cirebon. Asih anak terakhir dari lima bersaudara. Hobinya membaca, pecinta sastra, hal itu membuatnya bergelut dengan kertas dan pena. Apalagi perihal si dia, seketika berubah menjadi karya.
Share:

26 comments :

  1. Keren bet ah:v
    Aku baca nya sambil senyum'' entah kenapa sambil membayangkan nya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Uhuyyy mksh rin, btw jan dibayangin nnt plesbek):

      Delete
  2. Cerita nya bagus menarik nih
    Sukses terus ya!!!

    ReplyDelete
  3. Daebakkk!!! Lanjuttt terusss bkin ceritanya fighting!❤

    ReplyDelete
  4. Menarik ceritanya! Sweet hehe 😁 sukses ke depannya!

    ReplyDelete
  5. jangan lupa dzikir sih biar bagi" pahala :v

    ReplyDelete
  6. Alur ceritanya asik
    Suskes selalu buat asiihh 🤗🤗😘😘

    ReplyDelete
  7. Semangat terus asih🔥🔥 Jangan fokus sama yang ngejatohin,yang ngedukung kamu lebih banyak dan kamu wajib fokus sama mereka yang ngedukung kamuu❤

    ReplyDelete
    Replies
    1. Siap siap😍siapapun yg nulis ini, semangat jugakkk❤❤❤

      Delete
  8. mantabb pisan euyyy!! semangattt!!!

    ReplyDelete
  9. Permulaan menuju sukses aminnn😂✨✨

    ReplyDelete

Design Prokreatif | Instagram Ruang_Nulis