Mengapa harus menulis? Seberapa sih, pentingnya menulis? Tentu bagi pembaca yang memilih terjun ke dunia kepenulisan atau yang baru mau gabung, pasti mempunyai niat dan alasan. Namun begitu, kadang niat dan alasan sering ditinggal serta diabaikan, terkubur oleh aktivitas lain.
Menulis memang bukan perkara mudah, karena selalu diiringi tantangan besar. Apa itu? Diri sendiri dan konsistensi menulis. Melawan diri sendiri memang berat! Apalagi bertemu kata "malas" saya jamin niat jadi ambyar. Nah, kali ini saya mencoba berbagi beberapa alasan. Siapa tahu bisa menguatkan kembali niat awal mengapa harus menulis. Semoga bermanfaat.
Menulis Berarti Menuangkan Mimpi
Mimpi ibarat benih yang saya miliki. Perlu disemai, dipupuk dan dirawat. Tak bisa dibiarkan begitu saja, ditinggal tidur lalu mimpi terwujud; itu sih omong kosong.
Bagi saya mimpi perlu dituangkan dalam bentuk tulisan. Mungkin ditulis dalam deretan rencana. Diagendakan lalu diusahakan. Ya. Seperti mimpi menjadi penulis. Pasti berharap besar bisa melahirkan karya atas nama sendiri. Kalau pun belum mampu sendiri, nulis keroyokan dulu, bareng-bareng. Ajak teman-teman penulis yang memiliki kemauan sama; memiliki karya. Kapan lagi jika bukan sekarang? Keburu negara api menyerang kita tak memiliki satu karya apa pun. Duh.
Mari terus bermimpi, tuangkan dalam tulisan. Selagi ada kesempatan.
Menulis Berarti Belajar
Hidup tidak akan pernah lepas dari belajar. Pun kegiatan menulis adalah ladang untuk belajar. Menulis bukan sekadar kegiatan menuangkan huruf demi huruf tanpa makna dan ilmu. Lebih dari itu.
Menulis adalah proses belajar selamanya. Sering saya memperoleh wejangan. Untuk bisa menulis harus mau belajar mendengar, melihat, merasakan, berpikir dan merangkum apa yang terjadi di sekitar.
Saat membayangkan, begitu terasa berat dan rumit? Tentu. Begitulah belajar, maka jalani saja.
Semoga lelah akan terbayar tunai, saat ada pembaca yang terinspirasi dan memperoleh manfaat dari apa yang ditulis.
Menulis Untuk Dikenal
Jika Anda bukanlah seorang anak raja, atau seorang ulama besar, maka jadilah penulis (Al Ghazali)
Kalimat tersebut teramat sering saya temukan. Lansung tertancap di otak dan menjadi motivasi saya. Benar adanya. Secara saya perempuan biasa, dari kampung yang tidak semua penduduk tersentuh pendidikan sampai pendidikan tinggi.
Saya juga perempuan yang lahir bukan dari seorang kiai besar. Pun bukan anak pejabat bahkan penguasa negeri. Siapa yang mengenal saya? Bisa dihitung dengan jari.
Maka saya berkeinginan dikenal, penduduk bumi semoga sampai langit. He-he. Salah satu jalan yang bisa ditempuh adalah dengan menulis. Bagaimana dengan Anda?
Jika mau, mari bersama bergegas dan bersiap menjadi penulis.
Menulis Jalan Bahagia
Menulis bagi saya adalah jalan kebahagiaan. Kalimat ini sering saya tuangkan dalam biodata penulis secara singkat. Saya memilih kalimat itu, bukan berarti saya tidak bahagia, bukan sama sekali. Tetapi lebih memberi penekanan sebagai motivasi menulis. Dengan kata lain, jika menulis tidak membuat efek bahagia, mengapa harus dilakukan? Rasanya sia-sia bukan?
Saya akan melepaskan tulisan untuk diunggah, dikirimkan, jika di dalam hati saya lahir perasaan bahagia dan plong. Jika tidak, pasti naskah akan saya tahan. Seperti menahan anak panah dari busurnya. Tahan. Lalu menulis lagi, karena bahagia harus diperjuangkan. Bahagia tidak serta-merta datang sendiri, jika pun datang tiba-tiba, itu bonus.
Menulis Adalah Cara Melukis
Sejak masih sekolah, saya bercita-cita menjadi pelukis. Pernahlah juara lomba, walau kelas kampung. He-he. Cukup membuat rasa percaya diri; bahwa saya mampu.
Seiring berjalannya waktu semesta memutar haluan cita-cita itu. Saya "belum" diperkenankan menuangkan segala bentuk imajinasi, pikir dan rasa di atas media kanvas, justru berpindah serta melebur pada wujud kata.
Sungguh menulis sangat menakjubkan, mampu melukiskan sesuatu sampai tembus ke pikiran orang. Pun dapat berkembang, tumbuh beraneka rupa sesuai daya imajinasi dan nalar para pembaca. Elok bukan?
Maka menulis bagi saya adalah melukis, dengan media luar biasa, tak dapat dilihat namun mampu dirasakan efeknya dengan perubahan perilaku, yakni otak manusia.
Menulis Adalah Kesibukan
Biar hidup saya sibuk. Ini adalah alasan tersimpel yang saya punya dalam menulis. Namun begitu punya efek hebat dalam kehidupan saya. Hidup saya menjadi lebih "hidup". Mengapa demikian? Karena saya tidak terpaku lagi menghitung bunyi suara tokek. He-he. Bercanda.
Benar adanya, ketika saya memilih menulis. Saya benar-benar dibuat sibuk. Sibuk menambah daftar bacaan yang belum kelar dibaca. He-he.
Menulis tanpa diiringi membaca rasanya tidak mungkin mampu menuangkan kata demi kata.
Saya jadi teringat ucapan salah satu penulis best seller dan terproduktif. "Bahwa amunisi seorang penulis adalah membaca, tanpa membaca otak akan kosong." Maka jika ingin terus menulis, harus terus membaca.
Menulis adalah Menabung Pahala
Mimpi saya terkadang keterlaluan!
Ya. Saya berharap besar, bahwa setiap apa yang saya tuliskan berbuah pahala. Kalau dipikir-pikir saya jadi hitung-hitungan dengan Tuhan saya. Ah. Nasib orang fakir amal, selalu menanam harap dari huruf yang dilahirkan dapat ternilai dihadapan Tuhan, dan berharap kelak ada kejutan pahala tersendiri di akherat. Sungguh. Bahagia.
Tapi, eh tapi. Mimpi menabung pahala dari menulis bisa menjadi "pekerjaan rumah" sepanjang hayat bagi seorang penulis. Karena bagaimana pun, sebagai penulis pasti akan berpikir berkali-kali ketika akan memilih kata, merangkainya, dan nilai kebaikan apa yang akan ditransfer kepada pembaca. Benar?
Menulis Adalah Sekolah Kesabaran
Saya sangat merekomendasikan untuk siapa saja yang ingin melatih kesabaran, maka menulislah. Ha. Gaya sekali ya? Tak mengapa sekali-kali.
Menulis bukan perkara mudah, untuk mereka yang suka tergesa-gesa, hingga kadang tanpa disadari menyampingkan ketelitian hanya sekadar mengejar target tulisan selesai. Lalu kirim atau unggah. Seperti saya. Eh.
Ya. Itu dulu, ketika saya minim belajar. Setelah belajar? Masih kurang teliti juga. He-he.
Seiring berjalannya waktu. Saya mulai memperhatikan beberapa hal dalam proses menulis. Seperti ejaan, pemilihan diksi, kesalahan tulis serta isi tulisan, yang semuanya butuh kesabaran luar biasa. Karena menulis bukan kegiatan sekejap mata.
Penulis bisa menghasilkan karya itu hasil dari proses latihan serta kesabaran yang panjang.
Menulis Merawat Ingatan
Sering mengalami lupa? Saya sering. Lebih tepatnya melupakan. He-he
Ya. Peristiwa yang kadang enggan saya mengingatnya. Karena melahirkan perasaan sedih, perih, terluka.
Namun, ajaibnya ketika saya mulai aktif menulis. Terkadang perasaan atau peristiwa yang pernah saya paksa lewatkan, justru digali lagi untuk kebutuhan menulis, dari proses itu kemudian saya dapat menakar daya ingat serta hati. Masihkah mengingat sempurna atau ada hal yang benar-benar terhapus dari ingatan.
Selanjutnya. Saya gunakan saran dari beberapa kawan. Jika sekarang menemui peristiwa yang layak untuk ditulis, cepat ambil pena, kertas lalu tulis! Saya tidak menjamin, jika dilewatkan, yang menjadi pertanyaan besar seberapa sih, kemampuan ingatan kita?
Menulis Adalah Harapan
Dari sembilan alasan yang sudah saya tuliskan. Alasan terakhir ini, paling ringan diucapkan tetapi membuat sepanjang hidup terus berharap. Seperti menanti semburat baskara di langit timur. Selalu ada harapan.
Ya. Alasan terbesar saya menulis adalah mendapat rida Allah SWT.
Yogyakarta, 9 Agustus 2020
Tentang Penulis :
Yuni Ari Rahmawati, perempuan kelahiran Yogyakarta. Menulis baginya berbagi inspirasi, pengalaman, serta menulis adalah jalan bahagia. Karya-karyanya dapat ditemukan di buku antologi Be Your Self (Al Fannani Publisher,2019), Meraih Cinta Allah (Motivaksi Inspira,2019), Kau Selalu Punya Alasan Untuk Bahagia (CV.Multi Global Makmur, 2019).
Penulis dapat disapa melalui akun instagram @yuniari_zf
Maasyaa Allah kereen
ReplyDeleteAlhamdulillah
Delete👍👍👍
ReplyDeleteMasya Allah...siip😍😍
ReplyDeleteTerus menulis tanpa jeda😘👍
ReplyDeleteMohon doanya 😍
DeleteAku turut merasakan jln kebahagiaan yg kau pilih, slmt berkarya, smg sukses..
ReplyDeleteSemoga jalan kebahagiaan yg lain terus bisa direngkuh. Sukses selalu ya...
DeleteMenulis adalah perkara sulit bagiku krn harus membuka isi hati dan pikiranku yg senyatanya adalah jiwa yg terrutup. Maukah mengajariku? 😎
ReplyDelete