Kenapa Imam Ghazali berkata seperti itu? Karena seorang raja bisa memengaruhi banyak orang karena tahtanya, seorang ulama bisa memengaruhi banyak orang dengan ilmu dan alimnya, maka saya hanya bisa menulis, karena penulis tidak butuh tahta untuk bersuara, tidak perlu banyak ilmu untuk berdakwah hanya butuh kertas dan pena. Jadi setiap indivudu bisa untuk menjadi penulis, minimal menuliskan peristiwa yang ingin ia kenang selamanya.
Ketika saya di pesantren saya banyak mengkaji kitab-kitab ulama besar yang meskipun beliau sudah wafat puluhuan bahkan ratusan tahun lalu tapi beliau abadi dengan karya-karyanya. Karya-karya itulah yang mendorong saya agar selalu menulis untuk mengisnpirasi banyak orang dan hidup mengabadikan hidupku dengan karya-karyaku. Bahkan pohon kelapa yang hanya diam pun bisa melanglangbuanakan buah-buahnya sampai ke benua-benua lain, hanya dengan menjatuhkan buahnya kelaut lalu direngkuh ombak lautan, dan membiarkanya pergi berkelana bersama ombak untuk menghasilkan pohon-pohon kelapa baru. Itu artinya dengan kita diam bukan berarti kita tidak bisa bermanfaat bagi orang lain. Dengan menulis kita hanya membiarkan tangan dan pikiran kita bekerja dan membiarkan karya-karya kita pergi jauh mencari pembacanya dan menumbuhkan semangat baru untuk mereka
Menulis tempat pelarian pertamaku
Saat mau curhat tapi nggak ada teman
saat mau pacaran tapi nggak punya pacar
saat mau cerita panjang tapi nggak ada telinga yang terpasang
saat buka hp, eh ternyata nggak ada pesan
saat merindu tapi nggak bisa ketemu
saat dikhianati lalu ditinggal pergi
Saat aku ngerasabahwa sakit hati tuh rasanya gini
saat aku sadar bahwa bukan cuma aku yang ngerasaain itu dan aku mau berbagi keresahan kepada mereka lewat menulis ini. Kenapa nulis? Yah karena nulis nggak pernah melibatkan siapapun atau apapun jadi aku nggak takut dikhianati apalagi ditinggal pergi.
Aksara adalah makhluk sunyi tanpa nyawa, Ekspresi hati yang tak bisa bicara, yang mengisi lembar - lembar kosong buku harian saya. Entah itu tentang rasa benci, rasa cinta, mungkin rasa rindu juga dan potongan - potongan puzzle kehidupan saya, semua tersusun rapi di sana sebagai duplikat ingatan saya. Karena saya tahu ingatan mungkin bisa hilang kapan saja tapi tinta hitam yang ter aksara di atas kertas putih itu akan selalu abadi untuk selamanya.
Sedikit cerita, ada dua tipe manusia di bumi
Pertama, orang yang memilih menyimpan perasaannya dalam - dalam, dalam diam, dalam kesendirian dan hanya menjadi sebatas pearasaan.
Kedua, orang yang menyimpan perasaannya dalam ingatan, dalam tulisan, dalam pesan yang tak mampu diucapkan lisan.
Jika anda tidak bisa mengungkapkan perasaan dengan ucapan, maka tuliskanlah!. Siapa tau sepasang mata bidadari yang kau cintai itu bisa mengindra tulisanmu. Sebab mencintai adalah hak manusia, tapi pilihannya ada kamu. Ungkapkan atau relakan dia hilang.
Dan dalam hubungan pastinya ada momen-momen indah yang tak boleh dilupakan. Dan menulis menjadi hal untuk mengenang kisah di masa lalu seperti halnya 'Pramoedya Ananta Toer' yang mengabadikan kisah selama pengasingannya di pulau buruh dalam sebuah novel sekaligus menjadi jejak perjuangannya.
Maka dari itu tulisan saya menjadi memori yang menyimpan momentum-momentum indah saya dalam sebuah kertas, karena manusia adalah makhluk pelupa, sedangkan dalam diri saya ada sisi egois untuk tidak melupakan kisah-kisah itu.
Alasan lain yang mendasari saya untuk menulis adalah diksi. Banyaknya permainan diksi yang tak pernah membuatku bosan untuk selalu bercengkrama dengan mereka kata bahasa Indonesia adalah bahasa yang pintar dan lucu. Pintar dengan kayanya akan kosa kata dan lucu dengan gaya bahasanya.Yang kadang membuatku tertawa sekaligus berpikir "apa makna yang ingin disampaikan sajak itu kepada saya" rumit memang.
Dengan diksi dan gaya bahasa itu pula saya bisa menciptakan semestaku sendiri. Menulis adalah tempatku berimajinasi semauku, menciptakan planet-planet baru, tokoh baru, dan benda-benda yang belum pernah aku temui sebelumnya ke dalam ceritaku. Menulis adalah permainan imajinasi yang sangat mirip dengan simulasi kehidupan, dan Aku seakan menjadi pencipta kehidupan dalam semesta yang satu itu.
Setelah menciptakan semesta baru itu harapanku cuma satu agar nantinya jadi karya bukan kaya. Dulu aku membayangkan bahwa dengan menjadi penulis aku akan jadi kaya tanpa harus bekerja keras. Bagaimana tidak, hanya dengan duduk di depan komputer, menggelitikkan jari di atas papan keyboard lantas menyetorkannya ke penerbit setelah itu kita tinggal menunggu guyuran royaliti membanjiri rekening kita.
Enak bukan?
Hahaha, padahal untuk menelurkan satu karya saja sudah menjadi pekerjaan yang amat melelahkan, kita terlebih dahulu harus bersemedi berbulan-bulan di depan komputer. Apalagi sampai ingin bermimpi seperti Andrea Hirata yang rekeningnya benar-benar banjir dengan royaliti.
Dan bagi diriku yang sekarang, hanya cukup berkarya dan berharap membawa manfaat bagi pembacanya.
Ngomongin penulis aku jadi ingat penulis tere liye dan salah satu karyanya. Novel yang pertama kali aku baca. Novel itu adalah daun yang jatuh tak pernah membenci angin. Dari sebuah novel tipis yang menyelipkan pesan tentang keikhlasan dan ketulusan bahwa cinta tak selamanya disimbolkan dengan kepemilikan. Dari sana saya mulai penasaran dengan sosok Tere liye mulai mebaca satu persatu novelnya. Dan saya mulai mencoba membiasakan menulis pesan dari buku yang selesai saya baca sampai sekarang ini.
Satu pesan untuk kalian yang membaca tulisan ini. Menulis bukan hanya sekedar mencoretkan rasa dalam aksara melainkan sebuah perjalanan panjang yang tak ada ujungnya. Karena menulis adalah ruang berkarya, ruang menciptakan semesta dan ruang untuk hidup selamanya.
"Yang fana adalah waktu tulisan kita abadi," kataku.
Menulis adalah perjalana meniti tangga demi tangga kehidupan yang aku yakin suatu saat pasti akan aku temukan ujung tangga itu, entah kapan suatu saat itu.
Terima kasih @ruang_nulis telah membantuku untuk selalu konsisten dalam berkarya.
dan terima kasih kepada kalian semua yang telah membaca tulisan jelek ini.
Entahlah, aku hanya berkarya dan kau yang menialinya.
***
Penulis ini bernama Imam Mawardi. Lahir di Desa lembor. Salah satu desa di Kota Lamongan, Jawa Timur. Saya lahir tanggal 26 Juli 2002. Saat ini saya menjadi menjadi mahasiswa (semester 1) baru di UIN Walisongo Semarang prodi Studi Agama Agama.
"Menulislah karena suatu saat tulisanmu akan dibaca."
Post a Comment